Salah satu kitab tafsir klasik yang menjadi rujukan kalangan Aswaja adalah Tafsir al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir Al-Kitab al-‘Aziz. Tafsir ini merupakan karya terbesar dari Ibnu Athiyyah, mufasir kenamaan dari Granada, Spanyol. Tafsir al-Muharrar menjadi penting di era saat itu sebab menginspirasi kemunculan tafsir setelahnya, seperti Tafsir al-Qurthubi, dan seterusnya.
Identitas Tafsir
Tafsir al-Muharrar bernama lengkap Tafsir al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir Al-Kitab al-‘Aziz. Para ulama berbeda pendapat terkait siapa yang memberikan nama terhadap tafsir ini. Sebab ada informasi yang menerangkan bahwa Ibnu Athiyyah tidak secara eksplisit memberi nama lengkap tafsir ini. Dia hanya menamainya al-Wajiz, bermakna lugas atau tidak bertele-tele sebagaimana disampaikan Abdussalam dalam Muqaddimah. Al-Rahally al-Faruq dalam al-Ta’rif-nya menyampaikan informasi yang lain bahwa Ibnu Athiyyah menghendaki tafsirnya dengan ungkapan, kana jami’an, wajizan, muharraran.
Selain itu Ibnu ‘Umayrah al-Dhabbiy (w. 599 H/ 1202 M) yang hidup sezaman dengan Ibnu Athiyyah bahwa kitab ini bernama Allafa fi al-Tafsir Kitaban Dhakhman arba ‘ala kulli mutaqaddim (Ahmad bin Yahyā bin ‘Umayrah al-Dhabbiy, Bugyah al-Multamis). Adapun Ibnu al-‘Abbar (w. 658 H/ 1259 M) menjelaskannya dengan wa ta’lifuhu fi al-tafsir jalīl al-fā ‘ idati katabahū al-nāsu katsīran wa sami’ūhu minhu wa akhadzūhu ‘anhu (Ibn al-Abbār, al-Mu’jam fī Ashhāb ‘Alī dan ‘Abd al-Wahhāb Fāyid, Manhaj Ibni ‘Athiyyah).
Yang memberi nama lengkap tafsir ini adalah Mula Katib Jalabiy (w. 1068 H/ 1657 M) dengan al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz yang di mana lebih sesuai dengan keinginan Ibnu Athiyyah sebagaimana ungkapannya, an yakuna jami’an wajizan muharraran.
Dari beberapa pendapat di atas mengindikasikan bahwa kitab tafsir ini sangat eksotis sebab penamaannya saja sampai diperdebatkan di kalangan ulama. Serta berkontribusi dalam dunia penafsiran di Barat khususnya Islam di Andalusia. Bahkan Ibnu Sa’īd (w. 685 H /1286 M) menjelaskannya dalam lampiran Risālah Ibni Ħazmin fī Fadhli al-Andalus, dengan: Wa li Abī Muħammad bin ‘Athiyyah al-Garnāthiy fī tafsīr al-Qur’āni, al-kitābu al-kabīru alladzī isytahara wa thāra fī al-garbi wa alsyarqi wa shāħibuhū min fudhalā’i al-mi’ah al-sādisah yang bermakna bahwa Ibnu Athiyyah merupakan salah seorang tokoh di bidang tafsir pada abad ke-6 H.
Baca juga: Ibnu Athiyyah, Mufasir Al-Quran dari Granada Spanyol
Menurtu Ali Iyazi, tafsir ini dicetak pertama kali di Kairo oleh Majlis al-A’la al-Syu’um al-Islamiyah dan diperbaiki oleh Ahmad Shadiq al-Milah dengan ukurann 28 cm. Sekitar trahun 540 H, tafsir ini dicetak kembali sebanyak 2 jilid dari Surat Al-Fatihah-Ali Imran ayat 93. Lalu dilanjutkan oleh Kementerian Wakaf, Maroko pada tahun 1395 H – 1412 H sebanyak 16 jilid dengan ukuran 26 cmn diperbaiki oleh Majlis al-‘Ilmi dan diteruskan oleh penerbit kenamaan, yaitu Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah pada tahun 1413 dengan 5 jilid cetakan (Muhammad Ali Iyazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum).
Metode dan Corak Penafsiran
Tafsir al-Muharrar menggunakan metode tahlili, yaitu tafsir yang memulai dengan menyebutkan ayat lalu ditafsirkan penafsirannya. Sebelum memulai penafsiran, terlebih dahulu Ibnu Athiyyah mengemukakan makki atau madani, baru menafsirkan suatu ayat. Terkait corak penafsiran tafsir ini memadukan dua mazhab tafsir, yaitu tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi.
Dalam tafsirnya, Ibnu Athiyyah seringkali mengambil riwayat dari at-Thabari yang dianggap shahih dan. Selain itu, tafsir ini juga menggunakan pendekatan dari berbagai disiplik keilmuan seperti kaidah sastra, balaghah, dan sebagainya. Corak tafsir ini lebih kepada tafsir fiqhi, yaitu berpusat pada ayat-ayat hukum. Meskipun Ibnu Athiyah bermazhab Malikiyah, akan tetapi dalam penafsirannya tidak menentang mazhab lain di luar mazhab empat.
Rujukan Penafsiran
Ada beberapa kitab baik tafsir, hadits maupun qiraat dan seterusnya yang menjadi referesni atau rujukan Ibnu Athiyyah dalam penafsirannya, sebagai berikut,
Pertama, bidang tafsir. Jami’ al-Bayan li Tafsir al-Quran karya At Thabari, Syifa al-Shudur karya Abu Bakr Muhammad bin al-Hasan bin Ziyad al-Mushili, al-Tashil li Fawaid Kitab al-Tafshil al-Jami’ li Ulum al-Tanzil karya Abu al-Abbas Ahmad bin ‘Ammar al-Mahdawi al-Tamimi, al-Hidayah ila Bulugh al-Nihayah karya Makki bin Abi Thalib Hamusy bin Muhammad bin Mukhtar Abu Muhammad al-Qaysi.
Baca juga: Kitab Al-Mutawakkili Karya As-Suyuthi: Mengenal Kosakata Serapan dalam Al-Quran
Kedua, bidang hadits. Al-Jami al-Shahih karya Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari (w. 256 H), Al-Musnad al-Shahih karya Muslim bin al-Hallaj al-Naysaburi (w. 261 H), Sunan Abi Dawud karya Sulaiman bin al-Asy’ats bin Syidad bin ‘Amr bin ‘Amir (w. 275 H), Sunan al-Turmudzi karya Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah bin Musa bin al-Dhahhak al-Sulami al-Bughi al-Turmudzi (w. 279 H), Sunan al-Nasa’i karya Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr bin Dinar al-Khurasani (w. 303 H).
Ketiga, bidang qiraat. Al-Muhtasib (dua jilid) karya Abu al-Fath Utsman bin Jani (w. 392 H), al-Hujjah fi ‘Ilal al-Qiraat al-Sab’ karya Abu al-Hasan bin Ahmad bin ‘Abd al-Ghaffar bin Muhammad bin Sulaiman al-Imam Abu Ali al-Farisi (w. 377 H), Al-Taysir karya Abu Amr bin Utsman bin Sa’id bin Utsman Abu Amr al-Dani (w. 444 H).
Keempat, bidang bahasa. Ma’ani Al-Quran li al-Farra karya Abu Zakariyya Yahya bin Ziyad al-Farra (217 H), Ma’ani al-Quran li al-Zajjaj karya Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin al-Sirri al-Zajjaj (w. 311 H), al-Aghfal fi Ma Aghfalahu al-Zajjaj min al-Ma’ani karya Abu Ali al-Farisi, Majaz al-Quran karya Abu Ubaidah Ma’mar bin al-Mutsanna al-Taymi al-Bashri dan seterusnya.
Kelima, bidang fiqih. Al-Muwattha karya Imam Malik bin Anas (w. 179 H), al-Mukhtashar karya Abdullah bin ‘Abd al-Hakam bin A’yun (w. 214 H), al-Mudawwanah, al-Wadihah karya Abd al-Malik bin Habib al-Sulami, Al-Tafri karya Abu al-Qasim bin al-Jallab, al-Isyraf ‘ala Mazhabihi Ahl al-‘Ilm karya Abu Bakr Muhammad bin Ibrahim bin al-Mundzir al-Naysaburi (w. 309 H).
Keenam, bidang Teologi. Di bidang teologi ini, Ibnu ‘Athiyyah menggunakan kitab-kitab karya al-Asy’ari, Abu Bakr al-Bâqillâniy, dan al-Juwaynî.
Keunikan Tafsir
Ibnu Athiyyah dalam penafsirannya sering kali tidak menitikberatkan pada satu pendekatan atau satu disiplin keilmuan, melainkan berbagai disiplin keilmuan. Semua terkait ilmu yang ia pahami, ia sampaikan dalam tafsirnya secara gamblang. Sehingga menjadikan kitab tafsirnya sangat komprehensif sebagaimana keterangan yang disampaikan Abu Hayyan dalam Bahrul Muhith.
Tafsir Al-Muharrar al-Wajiz merupakan satu karya kitab tafsir yang sangat monumental yang pernah dimiliki oleh Islam di Barat (al-Gharb al-Islamiy). Wallahu A’lam.