BerandaTokoh TafsirTokoh Tafsir IndonesiaTafsir Kemanusiaan Syekh Abdul Latif Syakur

Tafsir Kemanusiaan Syekh Abdul Latif Syakur

Tema ‘manusia’ di dalam Al-Quran menjadi tema sentral yang kerap dibahas-jelaskan. Tidak hanya berkaitan dengan perolehan pahala lantaran ketaatannya beribadah, tetapi juga proses penciptaannya, narasi historis umat manusia di masa silam, indikasi manusia terpilih, termasuk relasi sosial manusia dengan sesama dan sekitarnya. Maka mafhum bila tidak sedikit ulama di negeri ini, yang memilah-milih tafsir ayat-ayat di kitab suci Alquran dengan berangkat dari term ‘manusia’.

Salah satu di antara ulama yang dimaksud, dikenal dengan nama Syekh Abdul Latif Syakur. Ulama Minangkabau yang berasal dari Balai Gurah IV Angkek, Candung, Kabupaten Agam ini memproduksi setidaknya tiga naskah tafsir Alquran. Satu naskah tafsir salinan cetakan dengan judul al-Da’wah wa al-Irsyad ila Sabil al-Rasyad, dan dua judul naskah tafsir salinan tangan: satu naskah tafsir diawali dengan redaksi ya ayyuha al-nas, dan satu naskah tafsir yang lain diawali dengan redaksi ya ayyuha al-ladzina amanu.

Syekh Abdul Latif Syakur terbilang ulama yang produktif. Kendati namanya tidak semashur ulama-ulama lain Minangkabau semisal Syekh Abdul Karim Amrullah, Syekh Sulaiman Arrasuli, Hamka, dan Mahmud Yunus, tetapi karya-karyanya memiliki posisi tersendiri yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Beberapa karyanya antara lain Lathâif al-Ahâdîts al-Nabawiyah, Mabâdi’ al-’Arabiyah wa Lughatuha, Tambo Islam, Akhlâqunâ al-Adabiyah, Al-Tarbiyah wa al-Ta’lîm, Qism al-Tauhîd, al-Akhlaq wa al-Adâb, Mulakhash al-Târîkh al-Islâmi, al-Fiqh al-Akbar, Al-Da’wah wa al-Irsyâd, Mabâdi’ al-Qâri, dan Ta’lîm al-Qirâah al-’Arabiyah. Kemungkinan masih ada beberapa karya lain miliknya yang belum ditemukan, terbaca, dan dikaji secara mendalam.

Baca Juga: Uraian Singkat Beberapa Mufasir Indonesia Modern dari A. Hassan hingga Quraish Shihab

Pramono dalam bukunya, Khazanah Naskah Minangkabau (2018), memberi catatan ihwal posisi dan keunikan tafsir Alquran Syekh Abdul Latif Syakur ini. Misalnya dalam naskah tafsir al-Da’wah wa al-Irsyad ila Sabil al-Rasyad yang rampung ditulis pada 1949 M. Di bagian awalnya, Syekh Abdul Latif Syakur memberi dua argumentasi ihwal fokus kajian tafsirnya yang memilih topik manusia.

Pertama, menurutnya, manusia merupakan makhluk-Nya yang paling mulia. Kemuliaan ini diperoleh lantaran manusia dianugerahi akal yang jadi pembeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Akal tersebut pada dasarnya menjadi piranti untuk mengelola bumi dan seisinya supaya tetap harmonis.

Hanya saja yang kedua, manusia itu beragam dari berbagai sisi. Sekalipun berasal dari rahim dan agama yang sama, tetapi sisi beraneka ragamnya manusia tetap tidak bisa ditolak. Menurut Syekh Abdul Latif Syakur, beragamnya manusia tidak hanya dialami di bagian jasad dan kondisi lingkungannya, tetapi juga merangsek pada bagian ruhaninya manusia.

Kutipan di bagian awal naskah al-Da’wah wa al-Irsyad ila Sabil al-Rasyad (1949 M): “… Maka dengan memikirkan itu teringat oleh hamba akan mengumpulkan beberapa ayat Allah yang menunjukkan berbagai-bagai keadaan manusia, kira-kira ayat yang berawalan ‘wa min al-nas’ berikut.”

Baca Juga: Buya Hamka, Mufasir Reformis Indonesia Asal Minangkabau

Meskipun naskah tafsir Alquran yang diproduksi Syekh Abdul Latif Syakur ini usianya lebih dari setengah abad, tetapi masih bisa ditemukan relevansinya untuk konteks sekarang. Salah satu contoh yaitu penafsirannya tentang surah Al-Ankabut (29): 12 yang berbunyi: “Ketahuilah bahwa corak manusia itu sebahagian berpendirian mengambil muka pada musuh, karena mengharapkan laba dan keuntungan atau mengasihi pangkat dan derajat. Kalau rasa akan mendapatkan kesenangan, suka dia kepada musuh, ditinggalkannya agama, diputuskannya masyarakatnya dengan kaumnya.”

Tafsir tersebut mengamati perangai manusia yang kurang arif, yaitu manusia yang memilih bersikap membela kepentingannya sendiri dan atau kelompoknya, meskipun dampaknya destruktif untuk orang atau pihak lain yang lebih banyak. Sebagai contoh yaitu tindakan korupsi. Jelas bahwa korupsi ini terjadi karena seseorang hanya memikirkan kepentingannya sendiri, menegasikan kepentingan dan kemaslahatan orang lain yang lebih besar.

Syekh Abdul Latif Syakur tercatat wafat pada tahun 1963 di usianya yang ke-81 tahun. Ulama Minangkabau ini menambah nama daftar mufasir Indonesia yang produktif pada masanya. Semoga kita bisa meneladani dan melanjutkan semangatnya. Wallah a’lam.

Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady
Alumnus Magister Studi Agama-agama, Konsentrasi Sosiologi Agama, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...