BerandaTafsir TematikTafsir QS. Ar-Ra’d Ayat 28: Dzikir Perpsektif Buya Hamka

Tafsir QS. Ar-Ra’d Ayat 28: Dzikir Perpsektif Buya Hamka

Alquran sebagai kalam Illahi merupakan sumber utama pedoman hidup bagi umat Islam. Di antara pesan utamanya adalah ajakan untuk senantiasa melakukan dzikir, yakni mengingat Allah dalam setiap keadaan, baik dalam suka maupun duka. Salah satu ayat yang secara eksplisit menyampaikan nilai dzikir sebagai penenteram jiwa dalam firman Allah QS. Ar-Ra’d [13]: 28:

الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ  اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram.

“Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram.” Ayat ini tidak hanya mengandung makna spiritual yang dalam, tetapi juga menjadi sandaran bagi banyak ulama dan cendekiawan Muslim dalam menjelaskan hubungan antara ketenangan batin dan kekuatan iman.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-A’raf Ayat 180: Anjuran Berdoa dan Berdzikir dengan Asmaul Husna 

Penulis mengangkat kajian ini untuk mengeksplorasi bagaimana pengalaman hidup Buya Hamka selama masa tahanan memengaruhi pemahaman dan penafsirannya tentang dzikir dalam konteks ketenteraman jiwa.

Penulis percaya bahwa pendekatan personal dan pengalaman spiritual Buya Hamka sangat penting dalam menyingkap tafsir ayat ini. Dzikir dipahami sebagai kekuatan batin untuk menghadapi krisis dan tekanan hidup, relevan bagi umat Islam di era modern yang penuh kecemasan dan disrupsi.

Definisi Dzikir dan Pentingnya dalam Kehidupan

Kata dzikir (ذِكْر) berasal dari akar dzakara (ذَكَرَ) yang berarti “mengingat” atau “menyadari”. Dalam Al-Quran, dzikir memiliki berbagai makna sesuai konteks ayat. Berbagai mufasir dan sarjana Muslim memberikan definisi beragam namun saling melengkapi.

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar (13: 3761) menjelaskan dzikir bukan hanya ibadah lisan, tapi penguatan rohani, ketenangan jiwa, dan kesadaran akan Tuhan dalam setiap keadaan. Dzikir disebutnya sebagai penyegar jiwa, penenang hati, penghapus gelisah, dan penuntun batin menuju cahaya Ilahi.

Tulisan Buya Hamka sangat dipengaruhi pengalaman hidupnya. Saat dipenjara, jauh dari keluarga, dzikir menjadi kekuatan batin utama. Ia gunakan waktu itu untuk memperbanyak dzikir dan menulis tafsir. Kesunyian penjara memberi ruang dekat dengan Allah, sehingga dzikir baginya nyata, bukan sekadar teori.

Surah ar-Ra‘d ayat 28 di atas menegaskan bahwa ketenangan sejati hanya dapat dicapai lewat dzikir. Di tengah kekacauan informasi dan kegelisahan sosial, dzikir menjadi jalan untuk kembali ke kesadaran yang benar dan ketenangan hakiki. Dzikir juga mengingatkan tujuan hidup dan menjaga hati dari kelalaian.

Melalui kajian ini, penulis ingin mengeksplorasi secara mendalam bagaimana Buya Hamka memahami dan menafsirkan konsep dzikir, sekaligus mengkaji relevansi dzikir dalam konteks kehidupan modern yang penuh tantangan dan dinamika bagi umat Islam saat ini.

Baca Juga: Kisah 70 Sahabat Nabi dan Dzikir Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil

Penafsiran Buya Hamka terhadap Surah Ar-Ra’d [13]: 28

Dalam Tafsir Al-Azhar (13: 3761), Buya Hamka menafsirkan dzikir bukan sekadar ucapan lisan, melainkan proses batin yang mendalam. Dzikir membawa ketenangan jiwa dan mendekatkan diri pada Tuhan, berdasarkan pengalaman spiritualnya yang kaya dan penuh makna.

Menurut Buya Hamka, manusia sering menghadapi kegelisahan seperti kesempitan rezeki, ketidakpastian masa depan, kesedihan, dan kesendirian. Dalam situasi ini, hanya dengan mengingat Allah melalui shalat, doa, membaca Alquran, dan dzikir sadar, hati akan menemukan ketenteraman sejati.

Kesimpulan

Buya Hamka menegaskan bahwa dzikir sejati bukan hanya bacaan di bibir, tapi menghidupkan kesadaran spiritual. Dzikir yang benar mampu memperkuat jiwa menghadapi ujian, mengurangi ketakutan, serta mengarahkan hati pada harapan dan keteguhan iman yang kokoh dalam hidup.

Dalam tafsir QS. Ar-Ra’d ayat 28, Buya Hamka menegaskan dzikir sebagai sumber ketenangan hati sejati. Dzikir bukan hanya ucapan lisan, melainkan jalan batin menuju ketenteraman yang bergantung pada kesadaran ilahiah dan hubungan hati yang kuat dengan Allah.

Baca Juga: Dzikir Yasin Fadhilah KH. Maimun Zubair Serta Tata Cara Bacanya

Dzikir yang benar menurut Hamka mencerminkan iman matang dan batin terjaga, bukan sekadar simbol kosong. Ayat ini harus dihayati dan diamalkan. Di tengah tekanan hidup, dzikir jadi penawar jiwa, benteng ketenangan, serta penguat hati menghadapi ujian zaman.

- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Cabaran dan Peluang Tafsir Alquran dalam Konteks Malaysia

Cabaran dan Peluang Tafsir Alquran dalam Konteks Malaysia

0
Tafsir Alquran dalam konteks Malaysia menghadapi dinamika yang kompleks antara tradisi keilmuan Islam klasik dengan realitas sosial-budaya masyarakat multietnik. Sebagai negara yang menganut sistem...