BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Al Anfal Ayat 27

Tafsir Surah Al Anfal Ayat 27

Tafsir Surah Al Anfal Ayat 27 berbicara mengenai larangan berkhianat. Melalui kisah Abu Lubabah yang sempat menjadi pengkhianat namun segera bertaubat, Allah melarang umat islam untuk berkhianat, apalagi kepada Allah dan Rasulullah.


Baca sebelumnya:  Tafsir Surah Al Anfal Ayat 25-26


Ayat 27

Abdullah bin Abi Qatadah berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Lubabah pada ketika Rasulullah saw, mengepung suku Quraizah dan memerintahkan mereka untuk menerima putusan Saad. Sesudah itu Quraizah berunding dengan Abu Lubabah tentang menerima putusan Saad itu, karena keluarga Abu Lubabah dan harta bendanya berada dalam kekuasaan mereka. Kemudian Quraizah menunjuk ke lehernya (yakni sebagai tanda untuk disembelih).

Abu Lubabah berkata, “Sebelum kedua telapak kakiku bergerak, aku telah mengetahui bahwa diriku telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya.” Kemudian ia bersumpah tidak akan makan apa pun sehingga ia mati, atau Allah menerima taubatnya.

Kemudian ia pergi ke mesjid dan mengikat dirinya ke tiang, dan tinggal beberapa hari di sana sehingga jatuh pingsan, karena badannya sangat lemah. Kemudian Allah menerima taubatnya. Dan ia bersumpah, bahwa dia tidak boleh dilepaskan dirinya dari ikatannya selain oleh Rasulullah sendiri.

Kemudian ia berkata, “Hai Rasulullah! Saya bernazar untuk melepaskan hartaku sebagai sadaqah.” Rasulullah bersabda, “Cukuplah bersadaqah sepertiganya.” (Riwayat Sa’ad bin Mansur dari Abdillah bin Abi Qatadah).

Allah menyeru kaum Muslimin agar mereka tidak mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, yaitu mengabaikan kewajiban-kewajiban yang harus mereka laksanakan, melanggar larangan-larangan-Nya, yang telah ditentukan dengan perantaraan wahyu.

Tidak mengkhianati amanat yang telah dipercayakan kepada mereka, yaitu mengkhianati segala macam urusan yang menyangkut ketertiban umat, seperti urusan pemerintahan, urusan perang, urusan perdata, urusan kemasyarakatan dan tata tertib hidup masyarakat.

Untuk mengatur segala macam urusan yang ada dalam masyarakat itu diperlukan adanya peraturan yang ditaati oleh segenap anggota masyarakat dan oleh pejabat-pejabat yang dipercaya mengurusi kepentingan umat.

Peraturan-peraturan itu secara prinsip telah diberikan ketentuannya secara garis besar di dalam Al-Qur’an dan Hadis. Maka segenap yang berpautan dengan segala urusan kemasyarakatan itu tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip yang telah ditentukan. Karenanya segenap peraturan yang menyangkut kepentingan umat tidak boleh dikhianati, dan wajib ditaati sebagaimana mestinya.

Hampir seluruh kegiatan dalam masyarakat ini berhubungan dengan kepercayaan itu. Itulah sebabnya maka Allah, melarang kaum Muslimin mengkhianati amanat, karena apabila amanat sudah tidak terpelihara lagi berarti hilanglah kepercayaan. Apabila kepercayaan telah hilang maka berarti ketertiban hukum tidak akan terpelihara lagi dan ketenangan hidup bermasyarakat tidak dapat dinikmati lagi.

Allah menegaskan bahwa bahaya yang akan menimpa masyarakat lantaran mengkhianati amanat yang telah diketahui, baik bahaya yang akan menimpa mereka di dunia, yaitu merajalelanya kejahatan dan kemaksitan yang mengguncangkan hidup bermasyarakat, ataupun penyesalan yang abadi dan siksaan api neraka yang akan menimpa mereka di akhirat nanti.

Khianat adalah sifat orang-orang munafik, sedang amanah adalah sifat orang-orang mukmin. Maka orang mukmin harus menjauhi sifat khianat itu agar tidak kejangkitan penyakit nifak yang dapat mengikis habis imannya.;

Anas bin Malik berkata:

مَا خَطَبَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلاَّ قَالَ  لاَ إِيْمَانَ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَهُ وَلاَ دِيْنَ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَهُ

(رواه أحمد وابن حبان عن أنس بن مالك)

“Rasulullah saw pada setiap khutbahnya selalu bersabda: “Tidak beriman orang yang tak dapat dipercaya, dan tidak beragama orang yang tak dapat dipercaya.” (Riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban dari Anas bin Malik)

Sabda Nabi saw:

 اَيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ ( رواه مسلم عن أبي هريرة)

“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga. Apabila menuturkan kata-kata ia berdusta, dan apabila berjanji ia menyalahi, dan apabila diberi kepercayaan ia berkhianat.” (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)


Baca setelahnya: Tafsir Surah Al Anfal Ayat 28-29


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...