BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Al A'raf ayat 203-206

Tafsir Surah Al A’raf ayat 203-206

Tafsir Surah Al A’raf ayat 203-206 ini menjelaskan beberapa fungsi al-Qur’an yang salah satunya adalah sebagai pedoman dan juga petunjuk bagi umat manusia. Selain itu Tafsir Surah Al A’raf ayat 203-206 membahas tentang keutamaan berdzikir.


Baca Sebelumnya : Tafsir Surah Al A’raf ayat 200-202


 

Ayat 203

Dalam ayat ini diterangkan tingkah laku teman-teman setan dalam usaha mereka menentang Nabi Muhammad, bilamana wahyu tidak datang kepada Nabi Muhammad disebabkan keterlambatan turunnya ayat, maka orang-orang musyrikin itu mendesak Nabi Muhammad agar beliau menciptakan sendiri ayat-ayat itu. Desakan mereka itu sebenarnya mengandung arti pengingkaran terhadap Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad. Sebab mereka memandang Al-Qur’an itu ciptaan Nabi Muhammad belaka, karena itu bisa dibuat kapan saja. Maka Allah memerintahkan kepada Nabi untuk menjelaskan kepada mereka bahwa Al-Qur’an itu wahyu Allah yang diwahyukan kepadanya.

Nabi hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadanya. Bukan haknya untuk mendesak Allah agar menciptakan sesuatu perkara, Nabi hanya dapat menunggu wahyu yang akan disampaikan kepadanya, untuk disampaikan pula kepada umatnya. Jika tidak ada dia tidak boleh mengubah sendiri Al-Qur’an karena Al-Qur’an itu adalah kalam Allah, dia mempunyai tiga fungsi bagi orang-orang yang beriman sebagaimana dijelaskan Allah dalam ayat ini.

  1. Sebagai bukti yang nyata dari Allah untuk menunjukkan keesaan-Nya, kenabian Muhammad dan hari Kiamat. Siapa yang memperhatikan dan merenungkan isi Al-Qur’an, tentu akan yakin bahwa Al-Qur’an itu dari Allah swt.
  2. Sebagai petunjuk atau pedoman yang membimbing manusia dalam mencari kebenaran dan jalan yang lurus.
  3. Sebagai rahmat dalam kehidupan manusia dunia dan akhirat bagi orang-orang yang beriman. Al-Qur’an memberikan peraturan-peraturan dan ajaran-ajaran yang mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh kaum Muslimin untuk kehidupan mereka sehari-hari.

Ayat 204

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ayat ini diturunkan karena sahabat salat di belakang Rasulullah sambil berbicara.  Allah dalam ayat ini memerintahkan orang-orang yang beriman agar mereka memberikan perhatian yang sungguh-sungguh kepada Al-Qur’an. Hendaklah mereka mendengarkan sebaik-baiknya ataupun isinya untuk dipahami, mengambil pelajaran-pelajaran dari padanya dan mengamalkannya dengan ikhlas.

Sabda Rasulullah saw:

مَنِ اسْتَمَعَ إِلَى اٰيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةٌ مُضَاعَفَةٌ وَمَنْ تَلاَهَا كَانَتْ لَهُ نُوْرًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه البخاري و أحمد عن أبي هريرة)

Barangsiapa mendengarkan (dengan sungguh-sungguh) ayat dari Al-Qur’an, dituliskan baginya kebaikan yang berlipat ganda dan barang siapa membacanya, adalah baginya cahaya pada hari Kiamat.” (Riwayat al-Bukhāri dan Imam Ahmad dari Abu Hurairah);

Hendaklah orang-orang mukmin itu bersikap tenang sewaktu Al-Qur’an dibacakan, sebab di dalam ketenangan itulah mereka dapat merenungkan isinya. Janganlah pikiran mereka melayang-layang sewaktu Al-Qur’an diperdengarkan, sehingga tidak dapat memahami ayat-ayat itu dengan baik. Allah akan menganugerahkan rahmat-Nya kepada kaum Muslimin bilamana mereka memenuhi perintah Allah tersebut dan menghayati isi Al-Qur’an.

Ada beberapa pendapat seputar perintah untuk mendengarkan dan bersikap tenang sewaktu Al-Qur’an dibacakan:

  1. Wajib mendengarkan dan bersikap tenang ketika Al-Qur’an dibacakan berdasarkan perintah tersebut, baik di dalam salat ataupun diluar salat. Demikianlah pendapat ¦asan al-Ba¡ri dan Abu Muslim al-A¡fahani.
  2. Wajib mendengarkan dan bersikap tenang, tetapi khusus pada bacaan-bacaan Rasul saw di zaman beliau dan bacaan iman dalam salat, serta bacaan khatib dalam khutbah Jum’at.
  3. Mendengarkan bacaan Al-Qur’an di luar salat dan khutbah seperti resepsi dipandang sangat dianjurkan agar kita mendapat rahmat Allah.

Ayat 205

Dalam ayat ini Allah memerintahkan Rasul beserta umatnya untuk menyebut nama Allah atau berzikir kepada-Nya. Baik zikir itu dengan membaca Al-Qur’an, tasbih, tahlil, doa, ataupun pujian lain-lainnya menurut tuntunan agama, dengan tadarru’ dan suara lembut pada setiap waktu terutama pagi dan sore, agar kita tidak tergolong orang yang lalai. Kemudian Allah menggariskan bagi kita adab dan cara berzikir atau menyebut nama Allah itu sebagai berikut:

  1. Zikir itu yang paling baik dilakukan dengan suara lembut, karena hal ini lebih mudah mengantar untuk tafakur yang baik.

Diriwayatkan bahwa dalam suatu perjalanan. Nabi mendengar orang berdoa dengan suara yang keras, berkatalah beliau kepada mereka itu:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِرْبَعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُوْنَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا إِنَّ الَّذِيْ تَدْعُوْنَهُ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ اِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَتِكُمْ (رواه ابن ماجه)

“Hai manusia kasihanilah dirimu, sesungguhnya kamu tidak menyeru kepada yang tuli atau yang jauh dari padamu. Sesungguhnya Yang kamu seru itu adalah Allah Maha Mendengar dan Maha Dekat. Dia lebih dekat kepadamu dari leher (unta) kendaraanmu”. (Riwayat Ibnu Majah)

  1. Zikir itu dapat dilakukan dalam hati atau dengan lisan, karena zikir dalam hati menunjukkan keikhlasan, jauh daripada riya’, dan dekat pada perkenaan Allah swt. Zikir dapat dilakukan dengan lisan, lisan mengucapkan dan hati mengikutinya.
  2. Zikir dapat pula dilakukan secara berjamaah, dengan tujuan untuk mendidik umat agar terbiasa melakukan zikir.

Ayat 206

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa malaikat yang kedudukannya mulia di sisi Tuhan tiadalah merasa berat dan enggan menyembah Allah. Hendaklah manusia mencontoh ketaatan malaikat itu kepada Tuhan. Para malaikat itu selalu mensucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya, dan dari menyembah berhala-berhala. Para malaikat sujud dan salat kepada Allah swt.

Ayat ini termasuk ayat sajadah yang pertama dalam Al-Qur’an. Di sunatkan bagi orang Islam melakukan sujud setelah membaca atau mendengar ayat ini dibacakan.

Abu Darda’ meriwayatkan sebagai berikut:

إِنَّهُ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَدَّهَا فِيْ سَجَدَاتِ الْقُرْاٰنِ (رواه ابن ماجه)

“Bahwasanya Rasulullah saw memandang ayat ini salah satu ayat sajadah dalam Al-Qur’an”. (Riwayat Ibnu Majah)

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Kisah 70 Sahabat Nabi dan Dzikir Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil


 

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...