BerandaTafsir TematikTafsir Surah Al-Baqarah Ayat 114: Ancaman Bagi Mereka yang Merusak Rumah Ibadah

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 114: Ancaman Bagi Mereka yang Merusak Rumah Ibadah

Peristiwa perusakan rumah ibadah yang baru saja menimpa umat Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat menuai kecaman. Sebab, sekelompok orang telah main hakim sendiri dengan cara merusak rumah ibadah orang lain. Kecaman itu datang dari berbagai pihak seperti Gus Yaqut (Menteri Agama), Mahfud MD (Menko Polhukam), Alisa Wahid (Koordinator Gusdurian), dan para tokoh agama lainnya. Mereka mendesak agar pihak yang berwajib segera menindak para pelaku.

Di Indonesia, peristiwa perusakan rumah ibadah seperti di atas bukanlah yang pertama kali terjadi. Ini menunjukkan bahwa rasa toleransi terhadap perbedaan masih rendah. Kalau kita mau jujur dan jernih melihat sejarah bagaimana Nabi hidup berdampingan, berinteraksi, dan berhubungan sosial dengan non-muslim tentu jauh dari perilaku-perilaku semacam semacam itu. Bukankah panutan tertinggi kita selaku umat Islam adalah Kanjeng Nabi?

Sejalan dengan hal di atas, Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam telah melarang perusakan terhadap rumah ibadah. Apapun bentuk dan nama rumah ibadah tersebut. Larang tersebut terkonfirmasi dalam QS. Al-Baqarah [2]: 114.

وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنْ مَّنَعَ مَسٰجِدَ اللّٰهِ اَنْ يُّذْكَرَ فِيْهَا اسْمُهٗ وَسَعٰى فِيْ خَرَابِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ مَا كَانَ لَهُمْ اَنْ يَّدْخُلُوْهَآ اِلَّا خَاۤىِٕفِيْنَ ەۗ لَهُمْ فِى الدُّنْيَا خِزْيٌ وَّلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang melarang masjid-masjid Allah digunakan sebagai tempat berzikir di dalamnya dan berusaha merobohkannya? Mereka itu tidak pantas memasukinya, kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka mendapat kehinaan di dunia dan azab yang berat di akhirat. (Terjemah Kemenag 2019).

Baca juga: Larangan Memaki Sesembahan Non-Muslim: Salah Satu Ajaran Toleransi Dalam al-Quran

Tafsir QS. Al-Baqarah [2]: 114

Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam Tafsir al-Wajiz menafsirkan ayat di atas bahwa tidak ada seorangpun yang lebih zalim (durhaka) dari orang yang menghalang-halangi orang lain beribadah di dalam masjid, lalu merobohkannya. Mereka itulah orang-orang yang berdosa serta tidak layak masuk ke dalam masjid. Bagi mereka di dunia mendapat kehinaan yang paling rendah dan di akhirat mereka mendapat siksa yang pedih di dalam neraka. (Tafsir al-Wajiz, juz 1, hlm. 19)

Sejalan dengan penafsiran di atas, al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan menafsirkan ayat di atas dengan mengajukan sebuah pertanyaan. Bahwa adakah orang yang lebih zalim (ingkar) melampaui batas terhadap Allah selain dari orang-orang yang menghalangi disebutnya nama-Nya di tempat-tempat peribadatan lalu merobohkannya? (Jami’ al-Bayan, vol.2, hlm. 441).

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah mengutip sebuah riwayat dari Ibn Abbas yang menyatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan upaya kaum musyrik Mekkah menghalangi orang-orang muslim memasuki kota Mekkah dan bertawaf di Masjid al-Haram. Riwayat ini, menurut Shihab, cukup berlasan dan dengan demikian dapat dikatakan bahwa setelah ayat-ayat lalu menyelesaikan kecamannya terhadap orang-orang Yahudi, kini kecaman beralih kepada kaum musyrik Mekkah. (Tafsir al-Misbah, vol.1, hlm. 350)

Tafsir Kementrian Agama menafsirkan ayat di atas dengan dua tindakan orang yang paling zalim yakni; pertama, menghalang-halangi orang menyebut nama Allah di dalam masjid-masjid-Nya. Termasuk di dalamnya menghalang-halangi segala perbuatan yang berhubungan dengan urusan agama, seperti mempelajari dan mengamalkan agama, iktikaf, salat, zikir dan sebagainya. Kedua, Merobohkan masjid-masjid Allah (rumah ibadah). Termasuk di dalamnya perbuatan, usaha, atau tindakan yang bertujuan untuk merusak, merobohkan, serta menghalang-halangi pendirian masjid dan sebagainya. Kedua macam perbuatan itu merupakan perbuatan zalim, karena mengakibatkan hilangnya syiar agama Allah.

Baca juga: Konsep Lita’arofu dalam QS. Al-Hujurat Ayat 13 dalam Menyikapi Keberagaman

Refleksi Ayat

Melalui tafsir QS. Al-Baqarah [2]: 114 di atas, jelas bahwa salah satu kategori orang-orang yang tidak menghargai tempat peribadatan sebagai orang yang paling zalim dan ingkar terhadap eksistensi Allah. Apalagi seorang muslim justru merusak rumah ibadahnya sendiri. Tentu ini tindakan naif dan tidak dapat dibenarkan. Aksi-aksi yang dilakukan oleh sebagian kelompok terhadap perusakan rumah ibadah Ahmadiyah di atas tentu tidak dibenarkan.

Penjelasan tafsir di atas juga melarang tindakan tidak bermoral dan tidak beradab terhadap rumah peribadatan. Sebab, ia jelas melanggar perintah Allah dan tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Rasulullah telah mencontohkan keramahan, lantas kenapa kita selalu bertindak dengan penuh kemarahan? Oleh karena itu, yuk tebarkan Islam ramah yang penuh dengan kedamain, kesantunan, dan kasih sayang.

Di akhir tulisan ini, saya ingin mengutip quote dari Gus Dur yang biasa kita dengar; “Tuhan tidak perlu dibela, karena dia sudah Maha Segalanya. Belalah mereka yang diperlakukan tidak adil.” Dalam kesempatan lain Gus Dur juga pernah berujar, “esensi Islam tidak terletak pada pakaian yang dikenakan, melainkan pada akhlak yang dilaksanakan.” Wallahu’alam bish-shawab.

Baca juga: Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 207: Ajaran Bom Bunuh Diri?

Abdus Salam
Abdus Salam
Alumni STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta. Penikmat kopi dan kisah nabi-nabi.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...