Tafsir Surah Al-Qasas ayat 77-81 ini menerangkan empat macam nasihat dan petunjuk yang ditujukan kepada Karun, salah satunya adalah nasihat untuk mendekatkan diri kepada Allah ketika diberi pembendaharaan harta yang melimpah. Selain itu Tafsir Surah Al-Qasas ayat 77-81 juga menerangkan bagaimana reaksi orang-orang tersebut terhadap nasihat Allah ini.
Selengkapnya Baca Tafsir Surah Al-Qasas ayat 77-81 di bawah ini…
Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Al-Qasas ayat 75-76
Ayat 77
Pada ayat ini, Allah menerangkan empat macam nasihat dan petunjuk yang ditujukan kepada Karun oleh kaumnya. Orang yang mengamalkan nasihat dan petunjuk itu akan memperoleh kesejahteraan di dunia dan akhirat.
- Orang yang dianugerahi oleh Allah kekayaan yang berlimpah ruah, perbendaharaan harta yang bertumpuk-tumpuk, serta nikmat yang banyak, hendaklah ia memanfaatkan di jalan Allah, patuh dan taat pada perintah-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya untuk memperoleh pahala sebanyak-banyaknya di dunia dan akhirat.
Sabda Nabi saw:
اِغتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍِِ شَبَا بَكَ قَبلَ هَرَمِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَحَيَاتَكَ قََبْلَ مَوْتِكَ (رواه البيهقى عن ابن عباس)
Manfaatkan yang lima sebelum datang (lawannya) yang lima; mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu senggangmu sebelum kesibukanmu dan hidupmu sebelum matimu. (Riwayat al-Baihaqi dari Ibnu ‘Abbas)
- Setiap orang dipersilakan untuk tidak meninggalkan sama sekali kesenangan dunia baik berupa makanan, minuman, pakaian, serta kesenangan-kesenangan yang lain sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran yang telah digariskan oleh Allah. Baik Allah, diri sendiri, maupun keluarga, mempunyai hak atas seseorang yang harus dilaksanakannya. Sabda Nabi Muhammad:
ِاعْمَلْ عَمَلَ امْرِئٍ يَظُنُّ اَنْ لَنْ يَمُوْتَ أَبَداً، وَاحْذَرْ حَذْراً امْرِئٍ يَخْشَى أَنْ يَمُوْتَ غَداً (رواه البيهقى عن ابن عمر)
Kerjakanlah seperti kerjanya orang yang mengira akan hidup selamanya. Dan waspadalah seperti akan mati besok. (Riwayat al-Baihaqi dari Ibnu ‘Umar)
- Setiap orang harus berbuat baik sebagaimana Allah berbuat baik kepadanya, misalnya membantu orang-orang yang memerlukan, menyambung tali silaturrahim, dan lain sebagainya.
- Setiap orang dilarang berbuat kerusakan di atas bumi, dan berbuat jahat kepada sesama makhluk, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Ayat 78
Ayat ini menerangkan reaksi Karun atas nasihat dan petunjuk yang diberikan oleh kaumnya. Dengan sombong ia berkata, “Harta yang diberikan Allah kepadaku adalah karena ilmu yang ada padaku. Allah mengetahui hal itu. Oleh karena itu, Ia rida padaku dan memberikan harta itu kepadaku.” Tidak sedikit manusia apabila ditimpa bahaya, ia kembali kepada Tuhan, dan berdoa sepenuh hati.
Semua doa yang diketahuinya dibaca dengan harapan supaya bahaya yang menimpanya itu lenyap. Jika maksudnya itu tercapai, ia kemudian lupa kepada Tuhan yang mencabut bahaya itu darinya. Bahkan, ia mengaku bahwa hal itu terjadi karena kepintarannya, karena perhitungan yang tepat, dan sebagainya. Firman Allah:
فَاِذَا مَسَّ الْاِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَاۖ ثُمَّ اِذَا خَوَّلْنٰهُ نِعْمَةً مِّنَّاۙ قَالَ اِنَّمَآ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ ۗبَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
Maka apabila manusia ditimpa bencana dia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan nikmat Kami kepadanya dia berkata, “Sesungguhnya aku diberi nikmat ini hanyalah karena kepintaranku.” Sebenarnya, itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (az-Zumar/39: 49)
Pengakuan seperti tersebut di atas ditolak oleh Allah dengan firman Nya, “Apakah ia lupa ataukah tidak pernah mengetahui bahwa Allah telah membinasakan umat dahulu sebelum dia, padahal mereka itu jauh lebih kuat dan lebih banyak harta yang dikumpulkannya.”
Sekiranya Allah memberi seseorang harta kekayaan dan lainnya hanya karena kepintaran dan kebaikan yang ada padanya, sehingga Allah rida kepadanya, tentu Dia tidak akan membinasakan orang-orang dahulu yang jauh lebih kaya, kuat dan pintar dari Karun. Orang yang diridai Allah tentu tidak akan dibinasakan-Nya. Tidakkah ia menyaksikan nasib Fir’aun yang mempunyai kerajaan besar dan pengikutnya yang banyak dengan sekejap mata dihancurkan oleh Allah.
Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan bahwa apabila Dia hendak mengazab orang-orang yang bergelimang dosa itu, Dia tidak akan menanyakan berapa banyak dosa yang telah diperbuatnya, begitu juga jenisnya, karena Dia Maha Mengetahui semuanya itu. Dalam ayat lain ditegaskan juga sebagai berikut:
فَيَوْمَئِذٍ لَّا يُسْـَٔلُ عَنْ ذَنْۢبِهٖٓ اِنْسٌ وَّلَا جَاۤنٌّۚ
Maka pada hari itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya. (ar-Rahman/55: 39)
Ayat 79
Ayat ini menerangkan bahwa pada suatu hari Karun keluar ke tengah-tengah kaumnya dengan pakaian yang megah dan perhiasan yang berlebihan dalam suatu iring-iringan yang lengkap dengan pengawal, hamba sahaya, dan inang pengasuh untuk mempertontonkan ketinggian dan kebesarannya kepada manusia. Hal yang demikian itu adalah sifat yang amat tercela, kebanggaan yang terkutuk bagi orang yang berakal dan berpikiran sehat. Hal itu menyebabkan kaumnya terbagi dua.
Pertama, orang-orang yang mementingkan kehidupan duniawi yang selalu berpikir dan berusaha sekuat tenaga bagaimana caranya supaya bisa hidup mewah di dunia ini. Menurut anggapan mereka, hidup yang demikian itu adalah kebahagiaan. Mereka itu berharap juga dapat memiliki sebagaimana yang dimiliki Karun yaitu harta yang bertumpuk-tumpuk dan kekayaan yang berlebih-lebihan, karena yang demikian itu dianggap sebagai keberuntungan yang besar.
Dengan demikian mereka akan hidup senang, dan berbuat sekehendak hatinya merasakan kenikmatan dunia dengan segala variasinya. Keinginan manusia seperti ini sampai sekarang tetap ada, bahkan tumbuh dengan subur di tengah-tengah masyarakat.
Di mana-mana kita dapat menyaksikan bahwa tidak sedikit orang yang berkeinginan keras untuk memiliki seperti apa yang telah dimiliki orang-orang kaya, pengusaha besar, dan lainnya, seperti rumah besar dengan perabot serba mewah, mobil mewah, tanah, dan sawah ladang yang berpuluh-puluh bahkan beratus hektar.
Hal itu mereka lakukan sekalipun menggunakan jalan yang tidak wajar, yang tidak sesuai dengan hukum agama dan peraturan negara. Hal itu menyebabkan timbulnya kecurangan dan korupsi di mana-mana.
Ayat 80
Ayat ini menerangkan kelompok kedua yaitu orang-orang yang berilmu dan berpikiran waras. Mereka menganggap bahwa cara berpikir orang-orang yang termasuk golongan pertama tadi sangat keliru, bahkan dianggap sebagai satu bencana besar dan kerugian yang nyata, karena lebih mementingkan kehidupan dunia yang fana dari kehidupan akhirat yang kekal.
Golongan kedua berpendapat bahwa pahala di sisi Allah bagi orang-orang yang percaya kepada Allah dan rasul-Nya serta beramal saleh, jauh lebih baik daripada menumpuk harta. Apa yang di sisi Allah kekal abadi, sedangkan apa yang dimiliki manusia akan lenyap dan musnah, sebagaimana firman-Nya:
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ بَاقٍ
Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. (an-Nahl/16: 96)
Ayat 80 diakhiri satu penjelasan bahwa yang dapat menerima dan mengamalkan nasihat dari ayat di atas hanyalah orang-orang yang sabar dan tekun mematuhi perintah Allah, menjauhi larangan-Nya. Mereka juga menerima baik apa yang telah diberikan Allah kepadanya serta membelanjakannya untuk kepentingan diri dan masyarakat.
Ayat 81
Pada ayat ini, Allah menerangkan akibat kesombongan dan keangkuhan Karun. Ia beserta rumah dan segala kemegahan dan kekayaannya dibenamkan ke dalam bumi. Tidak ada yang dapat menyelamatkannya dari azab Allah itu, baik perorangan maupun secara bersama-sama. Karun sendiri tidak dapat membela dirinya.
Tidak sedikit orang yang sesat jalan, dan keliru paham tentang harta yang diberikan kepadanya. Mereka menyangka harta itu hanya untuk kemegahan dan kesenangan sehingga mereka tidak menyalurkan penggunaannya ke jalan yang diridai Allah. Oleh karena itu, Allah menimpakan azab-Nya kepada mereka.
(Tafsir Kemenag)
Baca Selanjutnya: Tafsir Surah Al-Qasas ayat 82-84