BerandaTafsir TematikTafsir Surah Al-Taubah Ayat 122 : Perintah Memperdalam Ilmu Agama

Tafsir Surah Al-Taubah Ayat 122 : Perintah Memperdalam Ilmu Agama

Ilmu adalah perhiasan bagi pemiliknya. Tanpa ilmu, manusia seperti binatang yang tidak memliki akal. Karena itu, Islam memerintahkan kepada para pemeluknya untuk mencari dan memperdalam ilmu, khususnya ilmu agama. Perhatian Islam tentang ilmu ini terdapat dalam firman Allah Swt pada surah al-taubah ayat 122:

‌وَما ‌كانَ ‌الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.

Baca juga: Siapakah yang Disebut Ahl al-Kitab dalam Al-Quran itu?

Sebab Nuzul Ayat

Salah satu sebab nuuzul ayat ini adalah riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ikrimah yang berkata bahwa saat Allah menurunkan ayat : “Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih” (Q.S. Al-Taubah : 39), terdapat beberapa orang pedalaman yang tidak ikut ke medan perang karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya. Maka, orang-orang munafik berkata : “sungguh masih ada orang-orang yang berada di pedalaman. Maka celakalah mereka !. Kemudian turunlah ayat ini.

Penjelasan Surah Al-Taubah Ayat 122

Berdasarkan sebab nuzul di atas, ayat ini diturunkan oleh Allah sebagai respon dari pernyataan orang-orang munafik yang merendahkan orang-orang yang tidak berjuang di medan pertempuran karena sibuk mengajarkan agama kepada orang lain. Ayat ini seakan menjelaskan bahwa memperdalam ilmu agama dan berperang adalah dua hal yang sama-sama penting. Karena itu, tidak semua orang-orang mukmin harus ikut ke medan peperangan.

Baca juga: Media Sosial dan Urgensi Tabayun Menurut Al-Quran dan Hadits

Sayyid Tantawi dalam Al-Tafsir Al-Wasit Li Al-Qur’an Al-Karim (6/427) berpendapat bahwa orang-orang mukmin itu terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama tetap bersama dengan Rasul Saw. di Madinah untuk memperdalam agama, sedangkan golongan kedua ikut ke medan pertempuran untuk berjihad di jalan Allah. Saat golongan kedua kembali dari peperangan, maka golongan pertama menyampaikan ilmu agama yang mereka peroleh dari Rasul Saw. kepada golongan kedua.

Berdasarkan pembagian ini, orang-orang mukmin dapat memadukan dua kemaslahatan : pertama, kemaslahatan melindungi dan mempertahankan agama Islam dengan hujjah dan argumentasi yang kuat. Kedua, kemaslahatan melindungi dan mempertahankan agama Islam dengan pedang dan nyawa.

Penegasan tentang memperdalam ilmu agama dalam ayat ini diungkapkan dengan kata liyatafaqqahu fi al-din. Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah (5/750), kata liyatafaqqahu terambil dari kata fiqh yang berarti pengetahuan yang mendalam menyangkut hal-hal yang sulit dan tersembunyi. Penambahan huruf ta’ pada kata ini mengandung makna kesungguhan upaya yang dapat menghasilkan pakar-pakar dalam bidangnya.

Baca juga: Surat Al-Fajr Ayat 15 – 16: Kekayaan yang Sesungguhnya dan Kritik Atas Pandangan Materialistis

Disamping itu, kata fiqh di sini bukan terbatas pada apa yang diistilahkan dalam disiplin ilmu agama dengan ilmu fiqh, yaitu pengetahuan tentang berbagai hukum agama Islam yang bersifat praktis dan yang diperoleh melalui penalaran terhadap dalil-dalil yang rinci. Tetapi kata ini mencakup segala pengetahuan yang mendalam.

Karena itu, terdapat beberapa hadis Rasul Saw. tentang keutamaan orang yang memperdalam ilmu, diantaranya :

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Siapapun yang menempuh suatu jalan (cara) untuk mendapatkan ilmu, maka Allah pasti mudahkan baginya jalan menuju surga.

Bahkan Imam Syafi’i pernah berpendapat bahwa mencari ilmu lebih baik dari pada melakukan sholat sunnah.

Hukum Syari’at Berdasarkan Surah Al-Taubah Ayat 122

Beberapa ulama’ berpendapat bahwa ayat ini menjadi dasar hukum tentang kewajiban menuntut ilmu dan memperdalam agama, lalu mengajarkannya kepada orang lain. Al-Qurtubi dalam Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an (8/293-294) menyatakan bahwa kewajiban menuntut ilmu hanya sebatas fardhu kifayah, bukan fardhu ‘ain. Pernyataan beliau ini diperkuat dengan Q.S. Al-Nahl : 43 :

فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.

Maka, yang termasuk dalam kategori ayat ini adalah orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan dan ilmu yang mendalam, sehingga mereka bertanya dan berkonsultasi kepada para pakar yang sesuai dengan bidangnya.

Sedangkan Al-Zuhayli dalam Al-Tafsir Al-Munir (11/78) berpendapat bahwa hukum jihad (berperang) adalah fardhu kifayah, bukan fardhu ‘ain. Sebab, jika semua turun ke medan perang, maka kemasalhatan umat dan keluarga akan terbengkalai. Karena itu, ada yang berjihad dengan berperang, ada pula yang memperdalam ilmu agama dan menjaga kemaslahatan negara dan bangsanya.

Baca juga: Ini 2 Cara Ulama Memahami Kata-Kata Ambigu dalam Al-Qur’an

Selanjutnya, berdasarkan ayat ini, Al-Baghawi dalam Ma’ailm Al-Tanzil Fi Tafsir Al-Qur’an (4/112-113) membagi hukum-hukum agama menjadi dua bagian : fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Yang termasuk kategori fardhu ‘ain adalah ilmu tentang bersuci, sholat, puasa dan semua bentuk ibadah yang diwajibkan kepada orang mukmin. Maka, setiap orang mukallaf harus mengetahuinya.

Sedangkan yang termasuk kategori fardhu kifayah adalah mempelajari ilmu agama sehingga bisa mencapai derajat ijtihad dan mampu berfatwa. Jika tidak ada satupun penduduk negeri yang melakukan ini, maka semuanya berdosa. Namun, jika ada sebagian dari mereka yang melakukan ini, maka kewajiban yang lain menjadi gugur. Wallahu a’lam[]

Afrizal El Adzim Syahputra
Afrizal El Adzim Syahputra
Alumni Universitas Al Azhar Mesir dan Dosen Studi Qur'an Hadis
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

keserasian nilai-nilai pancasila dengan Alquran

Keserasian Nilai-Nilai Pancasila dengan Alquran

0
Pancasila sebagai hasil kristalisasi dari gagasan brillian para pejuang kemerdekaan dari berbagai kalangan telah menjadi suatu identitas yang melekat pada jati diri bangsa Indonesia....