BerandaTafsir TematikTafsir Surah Alhasyr Ayat 9: Prioritas dalam Urusan Ibadah dan Muamalah

Tafsir Surah Alhasyr Ayat 9: Prioritas dalam Urusan Ibadah dan Muamalah

Manusia adalah makhluk sosial. Makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain. Tidak hanya mementingkan diri sendiri tetapi juga mempertimbangkan kepentingan orang lain. Inilah salah satu ciri khas manusia yang membedakannya dengan makhluk-makhluk lain.

Peduli merupakan suatu sikap yang timbul dari rasa prihatin terhadap diri sendiri atau orang lain. Sikap yang muncul dari dalam diri kemudian diwujudkan dalam tindakan. Setiap orang pada dasarnya memiliki rasa peduli yang melekat dalam jiwanya, karena rasa peduli merupakan salah satu kekuatan yang dimiliki manusia untuk melindungi diri dari segala kemungkinan buruk. Dengan rasa peduli manusia sarapan tepat waktu. Dengan rasa peduli manusia beristirahat siang dan malam. Dengan rasa peduli pula manusia dapat menghindari semua yang membahayakan dirinya untuk mempertahankan diri.

Hanya saja rasa peduli tidak hanya kepada diri sendiri, tetapi juga kepada sesama manusia bahkan kepada tetumbuhan dan hewan-hewan. Surah Alhasyr ayat 9 menyinggung tentang sikap para sahabat yang mendahulukan kepentingan sahabat yang lain, padahal mereka sama-sama dalam kesusahan. Permasalahan tentang penjelasan surah tersebut datang dari perbedaan mufasir yang membedakan prioritas kepentingan diri sendiri atau orang lain dalam urusan ibadah (hubungan dengan Allah) dan urusan muamalah (hubungan dengan sesama manusia).

Baca Juga: Tiga Prinsip Menjaga Persaudaraan dalam Surah Al-Hasyr Ayat 9

Anjuran memprioritaskan kepentingan orang lain 

Dalam Islam Peduli kepada orang lain merupakan suatu kebajikan yang sangat mulia, karena peduli yang terwujud dalam tindakan itu menunjukkan seseorang memiliki rasa prihatin kepada sesamanya. Yang dengannya orang lain akan terbantu melakukan pekerjaan yang tidak bisa ia lakukan secara mandiri.

Islam adalah Agama yang sangat memperhatikan kepedulian. Terbukti dalam Alquran surah Alhasyr ayat 9 Allah memuji orang-orang yang mengutamakan diri orang lain, Allah berfirman:

وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ

Mereka mengutamakan (orang lain) di atas diri mereka, padahal mereka (juga sedang) merasakan kesusahan

Baca Juga: Tafsir Surah Al-Hasyr Ayat 9: Sifat-Sifat Kepahlawanan Kaum Ansar

Mengenal istilah-istilah peduli dalam bahasa Arab: sakha’, al-itsar, al-musawah

Dalam Islam kepedulian identik dengan kemurahan (sakha’) yakni kemurahan tangan memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan. Kemurahan yang diistilahkan dengan sakha’ lebih umum dari dermawan yang identik dengan memberi harta berupa materi, karena membantu orang lain dengan tenaga dan usaha juga merupakan bentuk kemurahan diri yang lahir dari kepedulian.

Menurut Imam al-Ghazali sakha’ adalah tindakan memberi sesuatu yang sebenarnya tidak lagi dibutuhkan kepada orang lain. Jika memberikan sesuatu yang tidak dibutuhkan saja mulia apalagi memberikan sesuatu yang dibutuhkan. Inilah yang disebut dengan al-istar yang diisyaratkan oleh ayat di atas dan al-istar merupakan tingkatan sakha’ yang paling tinggi. (Ihya’ Ulumiddin vol. 3 hal. 257)

Seperti kisah yang menjadi asbabun nuzul-nya ayat di atas, Allah swt. memuji sahabat Nabi yang bersedia memberikan jamuan kepada seorang tamu yang sangat kelaparan, padahal dirinya sendiri dan juga keluarganya juga sedang merasakan kelaparan.(Tafsir at-Thabari vol. 23 hal. 285)

Tentang keutamaan al-istar ulama sepakat menilai ayat di atas sebagai dalil yang menunjukkan betapa mulianya al-istar dalam pandangan Allah. Hanya saja ayat itu tidak dapat dipahami secara mutlak. Dengan kata lain al-Quran tidak menghendaki semua jenis al-istar yang mengakibatkan seseorang bebas mengutamakan orang lain dalam hal apapun termasuk perkara ibadah. Ayat di atas tentu tidak berkaitan dengan hak-hak Allah seperti perkara ibadah tetapi hanya berkaitan dengan hak-hak manusia.

Karena itu dalam urusan ibadah seseorang tetap lebih utama mendahulukan dirinya sendiri daripada orang lain. Sehingga seseorang tidak sepantasnya menyuruh orang lain menempati shaf pertama solat padahal dirinya telah di sana dengan dalih ingin mengutamakan orang lain (al-istar). (Futuhaat ar-Rabbaaniyyah ‘ala al-Azdkar an-Nawawiyyah vol. 5 hal. 260)

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Hasyr Ayat 9: Sahabat Ansar, Suri Tauladan untuk Bersikap Rela Berkorban

Selain itu, al-istar yang berarti mengutamakan sesuatu di atas kepentingan pribadi dapat juga digolongkan menjadi tiga macam. Pertama, mengutamakan orang lain dalam perkara yang tidak haram dilakukan, tidak menghalangi jalan menuju Allah, dan tidak mengakibatkan waktunya terbuang dengan sia-sia. Kedua, mengutamakan keridhaan Allah dari pada keridhaan makhluk. Dan ketiga, mengutamakan sesuatu yang diutamakan oleh Allah swt. (Manazil as-Saairiin hal. 57)

Selain al-istar, Islam juga mengenal istilah al-Musawah yang merupakan bentuk lain dari kepedulian kepada sesama. Secara bahasa alMusawah berarti seimbang atau setara. Jika bentuk kepedulian dalam alistar sampai mengutamakan orang lain dengan merelakan kepentingan diri sendiri maka kepedulian dalam al-Musawah hanya sebatas memberikan sesuatu yang dia yakini orang lain akan senang dan jika orang lain memberikan kepadanya yang serupa maka dia juga akan senang. Ini lah isyarat yang terbetik dari hadis sahih:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Salah seorang dari kalian baru beriman dengan sempurna setelah ia mampu senang melakukan kebaikan kepada saudaranya sebagaimana ia senang bila itu dilakukan kepada dirinya.”)Syarah Shahih al-Bukhari Li ibn Battaal vol. 1 hal. 65)

Melalui ayat dan hadis ini, Islam memperlihatkan dirinya sebagai agama yang sangat memperhatikan kehidupan sosial bermasyarakat dengan ajaran-ajarannya yang mengajak manusia untuk saling tolong-menolong dan saling peduli satu sama lain. Wallahu a’lam.

M. Yoeki Hendra
M. Yoeki Hendra
Mahasantri Ma'had 'Aly Situbondo, gemar membaca kitab-kitab turats
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...