Tafsir Surah Ali ‘Imran Ayat 54: Belajar Mewaspadai Makar dari Kisah Nabi Isa

Tafsir Surah Ali ‘Imran Ayat 54: Belajar Mewaspadai Makar dari Kisah Nabi Isa
Surah Ali ‘Imran Ayat 54

Makar, sebuah kata yang diserap dari bahasa Arab dan telah menjadi kosa kata umum dalam bahasa Indonesia. Kata ini seringkali digunakan pada suatu perbuatan yang dilakukan seseorang untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah dalam sebuah negara. Jika ditinjau secara bahasa Indonesia, makar berarti akal busuk atau tipu muslihat, perbuatan yang bermaksud untuk menyerang atau membunuh orang dan dapat pula diartikan usaha untuk menggulingkan pemerintahan yang sah (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, 879).

Makar dalam bahasa Arab diambil dari kata makarayamkurumakran yang berarti tipu daya atau khid’ah (Mujamma’ al-Lughat al-‘Arabiyyat, Mu’jam al-Wasit, Cet 4, 881). Menurut Rohi al-Ba’albaki dalam kamus Al-Mawrid kata makrun diartikan dengan Sly, Cunning, Wily, Crafty, Vulpine. Jika dibaca makara, maka berarti try to deceive.

Makar dengan segala kata turunannya terdapat dalam al-Qur`an dengan jumlah 41 kata (M. Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu`jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur`an al-Karim, 671). Kata ini salah satunya terdapat pada surah Ali ‘Imran ayat 54 berikut:

وَمَكَرُوْا وَمَكَرَ اللّٰهُ ۗوَاللّٰهُ خَيْرُ الْمٰكِرِيْنَ ࣖ

Mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (QS. Ali ‘Imran (3): 54).

Baca juga: Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 51-55

Makar pada masa Nabi Isa as.

Apabila meninjau hubungan antara surah Ali ‘Imran ayat 54 di atas dengan ayat-ayat sebelumnya terkait dengan kisah Nabi Isa as. yang ketika itu dimusuhi oleh kaumnya serta menjadi buronan pemerintahan imperial Romawi atas Nazareth. Bukan hanya oleh pihak eksternal yang memusuhi Nabi Isa as., bahkan dari kalangan al-Hawariyyun atau pengikut putra Maryam ini terdapat musuh dalam selimut. Sehingga ketika Nabi Isa direncanakan untuk ditangkap dan dibunuh, Allah Swt. pun membongkar konspirasi yang dilakukan oleh para musuh-Nya.

Ketika akan ditangkap oleh pasukan Romawi dengan bantuan seorang pengkhianat, Allah Swt. menyerupakan wajah pengkhianat tersebut dengan Nabi Isa hingga akhirnya pengkhianat tersebut lah yang ditangkap dan disalib. Sedangkan Nabi Isa as. diangkat ke langit oleh Allah Swt. Sebagaimana yang diterangkan pada ayat selanjutnya (Abu Ja’far al-Tabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta`wil Ay al-Qur`an, Jilid 2, hal. 264).

Wahbah al-Zuhaili pun menjelaskan hikmah dari surah Ali ‘Imran ayat 54 di atas dengan mengambil ibrah dari kisah Nabi Isa as. bersama kaum al-Hawariyyun dalam mendakwahkan risalah Ilahi kepada kaumnya. Kemudian terjadi permusuhan keras dari kalangan Yahudi hingga terjadi rencana penangkapan, juga pembunuhan terhadap Nabi Isa as. beserta para pengikutnya. Pembunuhan tersebut bukan saja pembunuhan fisik, tetapi juga pembunuhan karakter terhadap Nabi Isa as. terlebih ketika beliau dihadapkan pada situasi penjajahan imperial Romawi di negerinya yang menjadikan tantangan dakwahnya lebih besar.

Senada dengan al-Tabari yang menyatakan bahwa Allah Swt. menyelamatkan Nabi Isa as. dan pengikutnya dari segala tipu daya, juga spionase yang dilakukan oleh penentang dakwah Nabi Isa as. dengan adanya penyerupaan wajah salah seorang pengkhianat dengan wajah sang Nabi. Al-Zuhaili pun menambahkan bahwa kisah ini menjadi penguat bagi keimanan seseorang untuk terus menyuarakan kebenaran walau terdapat sejumlah tantangan dan risiko (Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir fi al-’Aqidah wa al-Shari’ah wa al-Manhaj, Juz 3, hal 264-265).

Baca juga: Tafsir Ahkam: Konsep Bughat (Pemberontakan) dalam Penafsiran al-Quran

Praktik makar dalam konteks sekarang

Surah Ali ‘Imran ayat 54 di atas jika dikontekstualisasikan dengan kehidupan sehari-hari dapat kita ambil pelajaran berkenaan dengan kewaspadaan terhadap orang-orang munafik yang bisa jadi merupakan musuh dalam selimut. Seyogianya dalam sebuah konflik bukan hanya waspada terhadap musuh yang nampak di depan, tetapi musuh yang tidak tampaklah yang lebih patut dicurigai. Karena mereka lah yang dapat menusuk seseorang dari arah yang tidak disangka.

Begitu pula dalam konteks kenegaraan, juga kebangsaan Indonesia. Hendaknya pemerintah lebih mewaspadai segala hal yang dapat mengarah pada upaya subservif. Berkaca dari sejarah perjalanan bangsa ini yang penuh dinamika. Pasca revolusi fisik selama 4 tahun sejak era 1950-an, bangsa menghadapi berbagai cobaan yakni adanya gerakan-gerakan pemberontakan bersenjata.

Berawal dari Peristiwa PKI 1948 di Madiun dengan tokohnya, Musso; DI/TII dengan tokohnya SM. Kartosuwirjo; lalu berlanjut kepada APRA dengan tokohnya Raymond Westerling hingga prahara 1965.

Bukan hanya itu saja konflik yang terjadi dalam tubuh bangsa ini. Berbagai konflik berikutnya seperti Konflik Ambon, Sampit, Poso dan lain-lain turut serta memberikan pelajaran bagi kita semua. Tak hanya pemerintah, tetapi semua anak bangsa harus mewaspada berbagai hal yang dapat mengarah pada makar. Maka, hendaknya memperkuat nilai-nilai keagamaan yang moderat juga toleran serta paham ideologi kebangsaan juga kemanusiaan. Wallahu a’lam bisshawab.

Baca juga: Tafsir Surat Al-An’am Ayat 108: Pentingnya Tindakan Preventif dalam Bersikap