“Hidup adalah janji.” Kalimat tersebut menggambarkan arti dari kehidupan ini. Kalimatnya pendek, namun sangat perlu kita renungkan, karena setiap orang tentu pernah membuat janji kepada sesama. Namun, ada satu janji yang sering kali kita lupa dan lalai, yaitu janji kita kepada Sang Khalik.
Ketika kita beragama, secara tidak langsung kita telah membuat janji dengan Sang Khalik untuk senantiasa menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Janji ini yang sering kali kita lupakan dan lalai. Padahal, setiap janji akan dipertanggungjawabkan, sebagaimana Alquran menyebutkan dalam surah Alisra’ [17] ayat 34:
… وَأَوْفُوْا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلًا
“… Dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertangungjawabannya.” (Q.S. Alisra’ [17]: 34).
Al-Raghīb al-Ashfaḥānī dalam Mufradāt Alfāzh al-Qur`ān mengartikan janji atau al-‘ahd adalah sesuatu yang harus dijaga dan diperhatikan dalam keadaan dan kondisi apapun.
Imam al-Syaukani menyebutkan kutipan dari al-Zajjaj; “Setiap yang Allah perintahkan dan Allah larang masuk dalam perjanjian, termasuk juga perjanjian antara hamba dengan Tuhannya, dan antarsesama para hamba itu sendiri.” Dari sini dapat kita pahami bahwa kita membuat janji tidak hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah Swt. (al-Syaukani, Tafsīr Fatḥ al-Qadīr).
Surah Alisra’ ayat 34 di atas menyebutkan bahwa manusia diperintahkan untuk selalu menepati janji yang mereka buat, baik janji kepada sesama manusia maupun janji kepada Allah Swt. Di antara janji kepada manusia ialah akad transaksi seperti jual beli, gadai, sewa menyewa, dan lain sebagainya yang termasuk dalam bidang muamalah.
Adapun janji kepada Allah ialah kewajiban untuk melaksanakan segala perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya. Bagi mereka yang melanggar janji, di akhirat kelak akan mempertanggungjawabkannya dengan mendapatkan balasan yang setimpal (Kemenag, Alquran dan Tafsirnya, jilid 5).
Baca juga: Rahasia di Balik Redaksi al-Wa’d dan al-Wa’id Allah (Janji dan Ancaman)
Setiap manusia yang hidup di dunia akan selalu terikat dengan janji. Maka tidak keliru jika kehidupan bagi seorang mukmin identik dengan janji, karena kewajiban mereka untuk selalu bertakwa kepada Allah Swt. di mana saja mereka berada, selain juga kewajiban untuk menepati janji yang mereka buat kepada sesama manusia.
Mereka sadar jika di dalam janji terdapat amanah yang harus selalu mereka jaga dan tepati. Jika kita sebagai seorang muslim telah terbiasa meneguhkan janji kita kepada Allah Swt. —seperti berusaha menekuni salat tepat waktu— maka tentu kita akan membantu kita meneguhkan janji yang kita buat kepada sesama (Hamka, Tafsir Al-Azhar).
Nawawi al-Bantani menyebutkan bahwa janji adalah hutang yang harus dibayar. Menepati janji adalah salah satu cabang iman. Tidak sempurna iman seseorang jika dia melanggar janjinya. Selain itu, melanggar janji juga adalah salah satu ciri sifat orang munafik (Nawawi al-Bantani, Qāmi’ al-Thughyān ‘alā Manzhūmat Syu’ab al-Īmān).
Wahbah al-Zuhaili menambahkan, melanggar janji adalah suatu tindakan yang dapat merusak kepercayaan dan hal tersebut merupakan perbuatan dosa (al-Zuhaili, al-Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Syarī’ah wa al-Manhaj).
Hamka dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat 34 dari surah Alisra’ di atas merupakan esensi dari akhlak seorang muslim, yaitu menepati janji baik kepada sesama manusia maupun kepada Allah Swt. Dalam surah Ali Imran [3] ayat 112 kita diperingatkan untuk berbegang teguh kepada dua tali (janji) agar terhindar dari kesengsaraan hidup. Kedua tali tersebut ialah tali kepada sesama manusia (ḥabl min al-nās) dan tali kepada Allah Swt. (ḥabl min Allāh).
Ḥabl min al-nās adalah kita berpegang teguh untuk selalu memenuhi janji yang kita buat kepada sesama manusia. Adapun ḥabl min Allāh adalah kita berpegang teguh untuk selalu taat kepada agama dan syariat yang telah Allah tetapkan melalui rasul-Nya.
Semoga kita senantiasa bisa menjaga setiap janji kita, baik janji kepada sesama manusia maupun janji kepada Allah Swt. Sehingga, akan terwujud kehidupan yang harmonis, baik hubungan horizontal kita antarsesama, maupun hubungan vertikal kita dengan Allah Swt.
Wallāhu A’lam bi al-Shawāb []
Baca juga: Fenomena Ghosting dan Pentingnya Memenuhi Janji: Tafsir Surah An-Nahl Ayat 92