Tafsiralquran.id – Alquran sebagai pedoman hidup manusia telah menjelaskan bagaimana meraih hidup bahagia. Kita mungkin tidak asing dengan doa sapu jagat, rabba aatina fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah. Tujuan hidup ini tidak lain dan tidak bukan adalah meraih hasanah (kebaikan dan kebahagiaan) di dunia dan akhirat.
Memang, dalam hidup di dunia ini seseorang tidak terlepas dari berbagai permasalahan dan cobaan. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Athaillah as-Sakandari “janganlah engkau heran karena terjadinya kesukaran-kesukaran selama engkau masih tinggal di negri ini (dunia)” (al-Hikam: 32).
Lantas bagaimana cara agar dapat menjalani hidup dengan bahagia dalam keadaan apapun?
Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-Nahl 97,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Ayat di atas merupakan janji Allah SWT. bagi siapapun yang beriman serta beramal saleh, bahwa ia akan mendapat karunia dariNya berupa hidup bahagia. Dalam segmentasi lain, Allah juga menegaskan stigma hidup bahagia (tidak merugi) adalah hidup yang berdasar keimanan dan amal saleh. Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-Ashr 1-3,
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.
Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya (Ibnu Katsir 4: 516), bahwa yang dimaksud amal saleh adalah perbuatan yang sesuai dengan Alquran dan sunah nabi Muhammad SAW. dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban. Dalam Tafsir al-Wasith li az-Zuhaili (2: 1300) disebutkan bahwa amal-amal saleh mencakup semua amal ketatan dan perbuatan baik.
Dikalangan para mufasir, kata “Hayatan Thayyibatan” (balasan bagi orang yang beramal saleh) pada ayat terdapat tafsiran yang beragam.
Pertama, mayoritas mufasir berpendapat bahwa balasan tersebut diberikan di dunia, Seperti Ibnu Abbas dan sejumlah ahli tafsir yang mengartikan dengan: rizki halal dan baik, kebahagiaan, qana’ah, manisnya taat, atau kecukupan dalam hidup. Yang benar menurut Ibnu Katsir makna “Hayatan Thayyibatan” mencakup semua makna tersebut, demikian berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتاه
Artinya: “sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda, ‘Sungguh, telah beruntung orang yang berislam, memperoleh kecukupan rizki dan dianugerahi sifat qana’ah (merasa cukup) atas segala pemberian’.” (HR. Ahmad).
Kedua, sebagian mufasir yang berpendapat bahwa balasan berupa “Hayatan Thayyibatan” diberikan di akhirat, yakni surga, dengan merujuk perkataan al-Hasan:
لَا تَطِيبُ الْحَيَاةُ لِأَحَدٍ إِلَّا فِي الْجَنَّةِ
Artinya: “Kebahagiaan hidup seseorang tidak bisa didapat kecuali di surga”. (al-Baghawi, 5:42)
Lalu bagaimana dengan perbuatan baik orang yang tidak beriman?. Dalam mengomentari ayat diatas, Ibnu Katsir mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan Anas bin Malik:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ الْمُؤْمِنَ حَسَنَةٌ يُعْطَى بِهَا الدُّنْيَا وَيُثَابُ عَلَيْهَا فِي الْآخِرَةِ، وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُطْعِمُ بِحَسَنَاتِهِ فِي الدُّنْيَا، حَتَّى إِذَا أَفْضَى إِلَى الْآخِرَةِ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا خَيْرًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mezalimi kebaikan seorang mukmin, ganjarannya diberikan di dunia dan dibalas di akhirat. Adapun orang kafir, semua kebaikan-kebaikannya dibalas di dunia sehingga apabila di akhirat maka tidak ada lagi balasan kebaikan yang diberikan kepadanya ”. (HR. Muslim dan Ahmad).
Keterangan ahli tafsir di atas cukup memberikan kesimpulan, jika amal saleh seseorang akan berdampak kehidupan yang baik (sukses). Dengan beragam penafsiran hidup yang baik (sukses), menunjukkan bahwa kesuksesan hidup tidak diukur dari materi, tapi dengan non-materi. Betapa indahnya hidup apabila terkumpul antara kebaikan materi dan non-materi seperti kecukupan dalam hidup, memiliki rizki yang halal, hidup dalam ketaatan, penuh damai, dan bahagia. Namun, kesuksehan hidup yang hakiki adalah kebahagiaan di akhirat yang diperoleh siapapun yang beramal saleh serta mengimani-Nya. Wallahu A’lam.