Tafsiralquran.id– Keselamatan merupakan puncak daripada pengharapan manusia kepada tuhannya. Tanpa keselamatan hidup manusia akan runyam tiada bernilai apa-apa. Keselamatan dalam Islam merupakan bentuk makna dari salam. Kata salam sendiri menempati klaster tertinggi dalam Islam. Tidak ada kata-kata yang bisa menggantikan kedudukan salam mengingat keutamaan dan maknanya yang mengandung doa, keselamatan dan penghormatan.
Bahkan Allah swt meletakkan salam sebagai pamungkas (penutup) dari serangkaian ibadah shalat. Menandakan bahwa seluruh perintah agama dan sserangkaian ibadah kita kepada Allah harus mampu menghadirkan perdamaian dan kedamaian bagi sesama. Maka, pengharapan salam tidak hanya dilakukan oleh kita sebagai manusia biasa, melainkan para nabi juga di antaranya adalah Nabi Isa a.s. yang termaktub dalam Q.S. Maryam [19]: 33,
وَالسَّلٰمُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُّ وَيَوْمَ اَمُوْتُ وَيَوْمَ اُبْعَثُ حَيًّا
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali. (Q.S. Maryam [19]: 33).
Tafsir Surah Maryam Ayat 33
Ibn Katsir menjelaskan dalam ayat ini mengandung itsbat li’ubudiyyahillah (penetapan hamba Allah) bahwa Nabi Isa merupakan makhluk Allah sebagaimana manusia pada umumnya yang mengalami fase hidup, mati dan esok akan dibangkitkan kembali. Namun Allah swt memberikan keselamatan kepada Nabi Isa pada keadaan tertentu (dihidupkan, dimatikan dan dibangkitkan) di mana merupakan keadaan genting bagi para hamba.
Semoga keselamatan senantiasa terlimpah pada Nabi Isa. Senada dengan Ibn Katsir, Thantawi dalam Tafsir al-Wasith menafsirkan bahwa Nabi Isa menggambarkan dirinya sebagai bishifati al-‘ubudiyyatillah (sifat sebagaimana hamba Allah pada umumnya) di mana beliau juga membutuhkan petunjuk dan keselamatan dari Allah swt.
Dalam tafsir yang lain misalnya Quraish Shihab merinci permintaan salam Nabi Isa tidak hanya meminta keselamatan saja, tetapi agar terhindar dari segala bencana dan kekurangan pada hari aku (Nabi Isa) dilahirkan, wafat, dan dibangkitkan kembali pada padang mahsyar.
Sebab, tiga tempat atau kondisi tersebut merupakan kondisi penentuan dalam kehidupan manusia. Saat kelahiran, tatkala lahirnya cacat maka kehidupannya di dunia akan terganggu. Saat kematian, jika kematiannya dalam kondisi su’ul khatimah dan kurang bahkan tidak ada amal kebaikannya maka kesengsaraan hidup akan menyertainya di alam barzah dan perlunya keselamatan di padang mahsyar agar terhindar dari rasa malu dan takut yang mencekam.
Permohonan Nabi Isa Atas Tiga Bentuk Keselamatan
Sebagai seorang hamba, Nabi Isa tetap memohon keselamatan kepadaNya lebih-lebih di tiga tempat atau kondisi yaitu saat dihidupkan, dimatikan dan dibangkitkan. Sebab tiga kondisi ini adalah esensi kehidupan manusia. Tatkala selamat dari tiga kondisi tersebut, maka hidup manusia akan berlinang kebahagiaan, dan sebaliknya. Hal ini juga menjadi permintaan semua orang. Maka nilai salam (keselamatan) dalam ayat tersebut hendaknya menjadi permohonan kita dalam setiap doa, bertutur kata dan bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu A’lam.