Dalam Tafsir surah Yasin ayat 58-59 telah dijelaskan mengenai ucapan salam untuk para penghuni surga serta hardik kepada penghuni neraka agar menjauh dari orang-orang mukmin yang telah mendapatkan nikmat dengan damai di surga. Adapun dalam artikel kali ini akan berbicara perihal sebab munculnya penghardikan tersebut.
Tentunya hardik tersebut merupakan kehendak Allah untuk segera memisahkan antara orang-orang yang beriman kepada Allah Swt ketika di dunia dan orang-orang yang ingkar. Hardik itupun merupakan bentuk siksa Allah akibat keingkaran mereka kepada utusan Allah ketika di dunia. Untuk lebih jelasnya mari kita simak lebih dulu redaksi lengkap surah Yasin ayat 60-61 berikut:
اَلَمْ اَعْهَدْ اِلَيْكُمْ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ اَنْ لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطٰنَۚ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
وَاَنِ اعْبُدُوْنِيْ ۗهٰذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيْمٌ
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu,”
“dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.”
Berkenaan dengan terjemah versi Kemenag pada surah Yasin ayat 60-61 di atas, kata a’had (اَعْهَدْ) di terjemahkan dengan ‘aku memerintahkan’. Selain makna ini, beberapa mufasir berbeda-beda dalam mengemukakan penafsirannya. Misalnya penafsiran yang dilakukan oleh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Qur’an, atau yang masyhur di sebut dengan Tafsir Thabari.
Baca Juga: Mengenal Jami’ al-Bayan, Pelopor Tafsir Al-Quran Dalam Islam Karya Ibnu Jarir At-Thabari
Dalam karyanya tersebut, al-Thabari menafsirkan kata a’had (اَعْهَدْ) dengan kata ‘ushi (أوص) dan kata amur (أمر). Masing-masing kata tersebut bermakna aku mewasiatkan dan aku memerintahkan. Jika melihat dari kedua kata tersebut, Kemenag memilih menggunakan kata amur (أمر) untuk menafsirkan kata a’had (اَعْهَدْ) . Hal ini berbeda dengan makna yang digunakan oleh Quraish Shihab.
Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah lebih memilih untuk menafsirkan kata a’had (اَعْهَدْ) dengan kata ‘ushi (أوص), yaitu “aku wasiatkan”. Secara bahasa kata a’had yang berasal dari kata ‘ahd (عهد) memang sinonim dengan kata washiyah (وصية). Hal ini sebagaimana tertera dalam kamus al-Mishbah al-Munir fi Gharib al-Syarh al-Kabir li al-Rafi’i karya al-Fayyumi.
Adapun ulama lain yang menafsirkan kata a’had (اَعْهَدْ) dengan kata ‘ushi (أوص) atau amur (أمر) adalah Ibnu Katsir, al-Zamahksyari, Al-Shabuni, dan al-Bantani. Berbeda dengan pendapat dari Jalauddin al-Syuthi dalam al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur.
Dalam karyanya ini, al-Suyuti mengemukakan penafsiran terhadap kata a’had (اَعْهَدْ) dengan mengutip riwayat dari Abi Hatim. Abi Hatim mengatakan bahwa kata a’had (اَعْهَدْ) tersebut bermakna anha (أُنه) yang berarti aku melarang. Sedangkan gurunya, yaitu Jaluddin al-Mahalli dalam Tafsir al-Jalalain lebih memilih kata amur (أمر) untuk menafsirkan kata a’had (اَعْهَدْ).
Dari perbedaan penafsiran antar para ulama di atas, hal yang bisa kita ambil kesimpulan kurang lebih begini; bukankah Allah telah mewasiatkan, memerintahkan serta mencegah melalui perantara RasulNya agar manusia tidak menyembah setan? Setan merupakan musuh yang nyata.
Kalimat dalam surah Yasin ayat 60 ini berbentuk istifham, yakni kalimat tanya. Namun pertanyaan di sini maknanya bukanlah untuk bertanya karena tidak tahu atau ingin mencari tahu, tapi dalam rangkan mencela dan mengecam. Sebagaimana telah disebut di atas bahwa Allah menghardik ahli neraka agar menjauh dari ahli surga. Hardikan ini akibat prilaku mereka ketika di dunia dengan menyembah setan.
Ungkapan ‘menyembah setan’ dalam konteks ini tidaklah sama dengan menyembah kepada Allah Swt. Berdasarkan riwayat dari Ibn Mudzir, al-Suyuti dalam al-Dur al-Mantsur menyatakan bahwa yang dimaksud dengan menyembah setan adalah mengikuti ajakan setan dengan mematuhi segala macam bisikan-bisikannya. Padahal jelas-jelas setan merupakan musuh yang nyata bagi manusia.
Al-Thabari menambahkan bahwa setan secara terang-terangan mendeklarasikan permusuhan terhadap manusia. Misalnya ketika ia menolak sujud kepada Nabi Adam As lalu dengan itu ia dilaknat dan menghasud Nabi Adam dan Siti Hawa sehingga keduanya dikeluarkan dari surga. Hal ini terungkap dalam surah al-A’raf ayat 16 berikut:
قَالَ فَبِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ لَاَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَۙ
ثُمَّ لَاٰتِيَنَّهُمْ مِّنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ اَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَاۤىِٕلِهِمْۗ وَلَا تَجِدُ اَكْثَرَهُمْ شٰكِرِيْنَ
“(Iblis) menjawab, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus,”
“kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”
Dari ayat ini sudah sangat jelas bahwa setan merupakan musuh yang nyata bagi manusia. Namun kebanyakan manusia lebih memilih mengikuti bisikan setan daripada ajakan dari para utusan Allah Swt. Padahal para utusan itu membawa risalah dari Allah agar manusia menapaki jalan yang benar, sebagaimana diungkapkan secara ekplisit dalam ayat ke 61 dari surah Yasin ini.
Al-Thabari mengungkapkan bahwa surah Yasin ayat 61 ini mengandung arti bahwa; bukankah Allah juga telah mewasiatkan, memerintahkan serta mencegah melalui perantara RasulNya agar kalian menyembahKu karena hanya kepadaKu ketaatan itu pantas diajukan. Itulah jalan yang hak dan sejati. Hal senada juga disampaikan oleh Umar al-Zamakhsyari dalam tafsirnya.
Abu al-Qasim Muhammad bin ‘Umar al-Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf ‘an Haqaiq Ghawamidh al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil mengatkan bahwa tidak ada jalan yang lebih baik daripada apa yang telah disampaikan oleh para utusan Allah Swt. Karena hanya itulah jalan yang terbaik untuk mencapai pintu keridhaannya.
Baca Juga: Biografi Al-Zamakhsyari: Sang Kreator Kitab Tafsir Al-Kasysyaf
Namun karena kebanyakan manusia lebih memilih menyembah setan akhirnya Allah menghardik mereka agar menjauh dari ahli surga. Mereka layak menempati neraka akibat keingkaran mereka ketika di dunia. Wahbah Zuhaili menutup ayat ini dengan satu pesan yang patut kita renungi bersama.
Dalam al-Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syari’ah wa al-manhaj, ia menyatakan bahwa Allah telah menghimbau secara tegas bahwa setan telah berhasil menyesatkan banyak manusia. Bukankan sudah kita ketahui bersama bahwa setan memang benar-benar mendeklarasikan permusuhan dengan kita. Harusnya kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran bahwa hanya Allah Swt yang pantas kita taati segala perintahnya.
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Allah menghendaki manusia menapaki jalan yang hak dan sejati. Semoga kita semua selalu berada dalam lindungannya, dijauhi dari hal-hal yang dapat menjerumuskan kita ke dalam api neraka. Sekian penjelasan singkat tafsir surah yasin ayat 60-61 tentang perintan untuk menaati Allah Swt dan mendurhakai setan. Tunggu artikel menarik selanjutnya. Wallahu A’lam.[]