Artikel ini merupakan rentetan dari kejadian-kejadian pada beberapa artikel sebelumnya, yakni berawal dari pembahasan ayat 59 dan ayat-ayat setelahnya hingga ayat ke 68. Wahbah Zuhaili dalam al-Tafsir al-Munir mengelompokkannya di bawah tajuk jaza’ al-mujrimin (جزاء المجرمين)) ‘balasan bagi para pendosa’.
Khusus pembahasan artikel surah yasin persis sebelum ini, telah dijelaskan mengenai kesaksian anggota tubuh manusia di akhirat. Mereka tidak bisa mengelak lagi atas apa yang pernah dilakukan ketika di dunia. Tafsir Surah Yasin ayat 66-67 ini lebih lanjut menjelaskan mengenai kuasa Allah Swt kepada mereka ketika di dunia.
Andai Allah Swt berkehendak untuk memberikan siksa secara langsung atas kekafiran dan kemusyrikan yang mereka buat, niscaya siksa itu mudah sekali menimpa mereka. Untuk lebih jelasnya mari kita simak lebih dulu penggalan surah yasin ayat 66-67 yang berbicara mengenai hal tersebut:
وَلَوْ نَشَاۤءُ لَطَمَسْنَا عَلٰٓى اَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَاَنّٰى يُبْصِرُوْنَ
وَلَوْ نَشَاۤءُ لَمَسَخْنٰهُمْ عَلٰى مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوْا مُضِيًّا وَّلَا يَرْجِعُوْنَ ࣖ
“Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; sehingga mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka bagaimana mungkin mereka dapat melihat?”
“Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami ubah bentuk mereka di tempat mereka berada; sehingga mereka tidak sanggup berjalan lagi dan juga tidak sanggup kembali.”
Berdasarkan pengaitan yang dilakukan Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir terhadap ayat sebelumnya, yakni terkait dengan keadaan para pendosa yang sama sekali tidak memiliki kontrol atas dirinya sediri karena anggota tubuh mereka memberikan kesaksian murni atas perbuatannya di dunia, lalu ada sebagian orang mukmin yang mengharapkan sesuatu dari kejadian itu.
Baca Juga: Muhammad Thahir Ibnu ‘Asyur dan Empat Prinsip Penafsirannya
Sebagian dari orang-orang mukmin itu berharap mengapa keadaan semacam itu tidak langsung saja diberikan ketika di dinia agar mereka segera menyadari kebenaran. Tentunya Allah sangat bisa untuk melakukannya. Namun, tambah Ibnu ‘Asyur, hal itu tidak terjadi karena Allah mempunyai perhitungan lain berdasarkan pengetahuanNya dan hikmah di baliknya.
Mengenai arti kata menghapus yang terdapat dalam kata thamasna (طَمَسْنَا) ini mufasir berbeda pendapat. Setidak-tidaknya ada tiga penafsiran yang diungkapkan oleh al-Thabari. Pertama membutakan, kedua menyesatkan, dan ketiga membiarkan. Untuk yang terakhir ini maksudnya adalah membiarkan dalam kebutaan.
Makna pertama dan kedua menurut riwayat dari Ibnu Abbas. Sedangkan makna yang ketiga menurut riwayat dari al-Hasan dan Qatadah. Bila ketiganya digabung kira-kira begini: jika Allah berkehendak untuk menghapus penglihatan mereka sehingga menjadikan mereka buta dan dalam kebutaannya itu mereka tersesat.
Menilik dari segi bahasa, al-Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf memaknai kata thamasa (طمَس) yang berakar kata thams (طمْس) arti leksikalnya adalah hilangnya sayatan pada mata -yang membuat mata mengelopak- sehingga bola mata menjadi tertutup. Allah menghapusnya sama sekali sehingga para pendosa itu buta tidak dapat menemukan arah karena tersesat.
Selain itu, jika Allah berkehendak untuk mengubah bentuk fisik mereka maka hal itu akan sangat mudah terjadi. Mengubah bentuk di sini menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah adalah merubah bentuk sesuatu kepada bentuk lain yang sama sekali berbeda dengan bentuk sebelumnya.
Mengenai pengubahan bentuk ini, Quraish Shihab mencotohkannya dengan ayat ke 65 dalam surah al-Baqarah berikut:
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِيْنَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِى السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُوْنُوْا قِرَدَةً خٰسِـِٕيْنَ
“Dan sungguh, kamu telah mengetahui orang-orang yang melakukan pelanggaran di antara kamu pada hari Sabat, lalu Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina!”.”
Ayat di atas berbicara mengenai orang-orang yang melanggar perintah Allah. Karena perilakunya yang melewati batas akhirnya Allah swt menyiksa mereka secara langsung dengan merubah bentuk mereka menjadi seperti kera. Perubahan bentuk ini adalah sama sekali berbeda dengan sebelumnya dari manusia menjadi kera. Dan sekali lagi, Allah sangat kuasa untuk itu.
Menghilangkan penglihatan dan merubah bentuk fisik tentunya merupakan hal sangat mudah bagi Allah Swt. al-Zamakhasyari dalam al-Kasysyaf menuturkan bahwa bila Allah berkehendak menghapus penglihatan mereka tentunya akan terjadi begitu saja. Tapi apakah dengan ini segala urusan akan selesai?
Baca Juga: Biografi Al-Zamakhsyari: Sang Kreator Kitab Tafsir Al-Kasysyaf
Tentunya tidak, karena kita meyakini bahwa sunnatullah berjalan sebagaimana mestinya. Allah Maha Adil sehingga tidak akan menyalahi hal-hal yang sudah menjadi jalannya. Allah Swt benar-benar memberikan kebebasan memilih kepada manusia. Sejalan dengan anugerah itu Allah memberi akal agar manusia mampu membedakan antara yang hak dan batil.
Adanya pengandaian dalam dua ayat di atas menurut Ibnu ‘Asyur adalah sebagai bentuk motivasi kepada orang-orang mukmin agar senantiasa sabar dan tabah menghadapi perilaku orang-orang musyrik sampai tiba datangnya pertolongan Allah Swt. Sekian penjelasan singkat tafsir Surah Yasin ayat 60-61 tentang kuasa Allah atas para pendosa. Tunggu artikel menarik selanjutnya. Wallahu A’lam.[]