Artikel sebelumnya telah menjabarkan bagaimana besarnya nikmat yang diberikan Allah Swt kepada manusia. Salah satunya adalah nikmat hewan ternak yang nyata dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun sebagian mereka malah berlaku kufur nikmat, bahkan menuhankan sesuatu selain Allah. Dalam tafsir surat Yasin ayat 74-75 berikut ini Allah Swt mencela hal tersebut:
وَاتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنصَرُونَ
لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَهُمْ وَهُمْ لَهُمْ جُندٌ مُّحْضَرُونَ
Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapatkan pertolongan.
Berhala-berhala itu tiada dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka. (Surah Yasin Ayat 74-75)
Wahbah Az-Zuhaili berkomentar, berbagai kenikmatan yang diberikan Allah pada manusia sebagaimana yang disinggung pada ayat-ayat sebelumnya hendaknya disyukuri dengan cara hanya menyembah dan menaati Allah Swt. Namun orang-orang kafir dan musyrik mengingkari kewajiban ini. Mereka kufur nikmat, tetap bertahan dalam kesesatan dan enggan menyembah Allah. Mereka justru menyembah sesuatu yang tidak mampu memberikan manfaat maupun mudharat.
Baca Juga: Wahbah az-Zuhaili: Mufasir Kontemporer yang Mendapat Julukan Imam Suyuthi Kedua
Hamka menjelaskan, sesembahan selain Allah ini tidak hanya terbatas pada patung-patung berhala, apalagi di masa sekarang di mana banyak orang yang menuhankan beragam hal. Antara lain batu, kayu, pohon atau gunung tertentu, termasuk kuburan orang yang telah mati. Mereka yang memuja dan meminta pertolongan pada tuhan-tuhan buatan inilah yang dituju oleh ayat di atas.
Alasan mereka menyekutukan Allah Swt, menurut at-Tabataba’i karena mereka meyakini bahwa Allah Swt telah menyerahkan pengaturan alam semesta kepada sesembahan-sesembahan tersebut; yang baik maupun yang buruk. Mereka menyembah sesembahan itu supaya mendapatkan kerelaannya, sehingga tidak dimurkai atau dihambat rizkinya.
Adapun menurut Nawawi al-Bantani, mereka menyembah selain Allah sebab berkeyakinan bahwa sesembahan tersebut akan mampu menolong mereka dari azab Allah Swt. Keyakinan ini diberitakan pula dalam QS. Yunus: 18 berikut:
وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللَّهِ ۚ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan. Mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka mempersekutukan (itu).
Menurut Hamka, tanpa penegasan Allah pada QS. Yasin ayat 75 itu pun, akal cerdas manusia sebenarnya akan membenarkan pernyataan bahwa tuhan yang dibuat dan dikhayalkan manusia tidak akan sanggup menolongnya sedikitpun. Sebuah perbuatan bodoh atau jahiliah manakala seseorang meminta tolong kepada buah hasil tangannya sendiri.
Baca Juga: Buya Hamka, Mufasir Reformis Indonesia Asal Minangkabau
Terkait dengan yang dimaksud “tentara yang dihadirkan” pada ujung ayat ke-75 itu ulama berbeda pendapat. Apakah ungkapan itu merujuk kepada berhala ataukah para penyembahnya.
Menurut Quraish Shihab, ungkapan tersebut merujuk kepada para penyembah yang menjadi seperti tentara bagi sesembahannya. Mereka senantiasa menemani, memberikan persembahan dan melindungi berhala yang mereka anggap sebagai tuhan dari berbagai ancaman.
Dapat pula dipahami bahwa sesembahan itu disiapkan sebagai tentara untuk menjaga penyembahnya. Berhala itu dihadirkan di dekat mereka, namun demikian tidak mampu membantu atau membela mereka yang telah menyembahnya. Ketika berada dekat bersama mereka saja tidak mampu, maka apalagi ketika berada di tempat yang jauh.
Adapun menurut Wahbah Az-Zuhaili, berhala itu akan dihadirkan untuk membantu mengazab penyembahnya di hari kiamat, karena kelak berhala merupakan salah satu bahan bakar api neraka.
Sementara itu, at-Tabataba’i menyatakan sesembahan didatangkan ketika penyembahnya diazab di neraka untuk menunjukkan ketidakmampuannya menolong mereka.
Pendapat lain mengatakan, kelak setiap kaum akan didatangkan apa yang mereka sembah selain Allah ketika di dunia. Mereka diperintahkan mengikuti sesembahan ini menuju neraka sebagaimana layaknya sebuah rombongan tentara.
Berkaitan dengan pendapat terakhir ini, al-Qurtubi dalam tafsirnya mengutip potongan awal dari sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Muslim dan at-Timidzi sebagai berikut:
عن أبي هريرة أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال : يجمع الله الناس يوم القيامة في صعيد واحد ، ثم يطلع عليهم رب العالمين فيقول : ألا ليتبع كل إنسان ما كان يعبد . فيمثل لصاحب الصليب صليبه ، ولصاحب التصاوير تصاويره ، ولصاحب النار ناره ، فيتبعون ما كانوا يعبدون ويبقى المسلمون
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah mengumpulkan manusia pada hari kiamat di satu tanah lapang, kemudian Ia mendatangi mereka dan berfirman; ‘Ingat, setiap manusia mengikuti apa yang pernah disembahnya.’ Lalu penyembah salib diperlihatkan penjelmaan salibnya, penyembah patung diperlihatkan penjelmaan patungnya dan penyembah api diperlihatkan penjelmaan apinya lalu mereka mereka mengikuti yang pernah mereka sembah. Semntara kaum muslimin tetap tinggal.” (HR. at-Tirmidzi no. 2480)
Demikianlah tafsir singkat dari surah Yasin ayat 74-75 tentang celaan Allah pada orang-orang yang menuhankan sesuatu selain diri-Nya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.