Sebelumnya telah dijabarkan bagaimana jawaban tegas Allah atas keingkaran orang-orang kafir terhadap hari Kebangkitan. Mereka mempertanyakan kekuasaan Allah yang mampu membangkitkan seluruh manusia yang mati, padahal tubuh mereka telah hancur berbaur dengan tanah. Adapun tafsir Surah Yasin ayat 80 kali ini adalah lanjutan tafsir sebelumnya, sekaligus penekanan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah, dan berikut perumpaaan kekuasaan Allah yang tertuang dalam ayat 80 ini, Dia berfirman;
الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمْ مِّنَ الشَّجَرِ الْاَخْضَرِ نَارًاۙ فَاِذَآ اَنْتُمْ مِّنْهُ تُوْقِدُوْنَ
yaitu (Allah) yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau, maka seketika itu kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”
Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir mengatakan kalau Surah Yasin ayat 80 ini adalah badal dari redaksi sebelumnya الَّذِيْٓ اَنْشَاَهَآ, keduanya terhubung dengan terulangnya isim maushul (الذى), yang bertujuan untuk memperkuat redaksi yang pertama (ta’kid), dan memperhatikan redaksi kedua (ihtimam).
Baca Juga: Tafsir Surat Yasin Ayat 74-75; Celaan Pada Mereka yang Menuhankan Selain…
Artinya ayat ini ditujukan kepada kaum kafir yang tidak mempercayai adanya Hari Kebangkitan, terlebih pada ayat sebelumnya mereka menolak adanya peristiwa tersebut, dimana seluruh umat manusia yang sudah mati sejak zaman dahulu hingga sekarang akan dibangkitkan, diantara caranya adalah mengumpulkan kembali tulang belulang, lalu dihidupkan. Dalil ini ditolak oleh orang kafir, dan menilai bahwa fenomena itu mustahil terjadi. Sebagai jawabannya, ayat ini dihadirkan untuk menepis anggapan mereka.
Quraish mengatakan dalam Tafsir al-Mishbah bahwa, ayat ini merupakan argumentasi lain dari Allah perihal kekuasaan-Nya. Jika ayat sebelumnya menerangkan bukti kuasa Allah atas penciptaan dari bahan yang sudah ada, sementara ayat ini menampilkan bukti lain akan kuasa Allah, bahwa Dia mampu menciptakan sesuatu dari bahan yang subtansinya berlawanan. Adalah menciptakan api dari bahan yang justru untuk memadamkannya, yaitu air.
Dalam tafsirnya, Qurthubi juga menegaskan bahwa ayat ini menabihkan ke Esaan Allah Swt, menunjukkan begitu sempurna kudrah-Nya yang kuasa dalam menghidup dan mematikan. Sekaligus menjawab pernyataan dari orag kafir yang meragukan kekuasaan Allah Swt. Mereka berkata, “Dapat diebnarkan, jika setetes mani yang hangat dan lembab membuat kehidupan, sebaliknya sesuatu yang keras, beku, kering, menciptakan kematian. Bagaimana mungkin ada sesuatu yang kering/keras bisa menciptakan kehidupan?”.
Untuk menjawabnya, pada ayat ini Allah menggunakan kata ‘pohon’ (syajarah) sebagai perumpamaan agar mudah dicerna oleh mereka. Bahwa pohon adalah ciptaan-Nya yang berasal dari air, kemudian tumbuh lebat nan hijau hingga berbuah. Setelah itu kembali menjadi potongan kayu kering yang siap digunakan untuk menghidupkan api. Sebagaimana yang diutarakan oleh Zuhaili dalam al-Munir.
Hamka dalam al-Azhar sampai menyebutkan jenis kayu yang ia ketahui mampu menyalakan api, yaitu pohon pinus/tusam. Pohon ini, selain hijau, ia juga berdaun rindang lurus dan mengandung minyak. Beberapa penduduk kemudian menanam pohon ini secara masal, selain getahnya yang dapat di ‘takik’ dan mengeluarkan minyak –sebagai penyala api –, batangnya yang kering dapat dijadikan kertas. Bahkan, menurut Hamka, batubara yang tersimpan jauh dalam bumi, konon berasal dari pohon-pohon besar purbakala.
Menambah pernyataan Hamka, Quraish mengatakan bahwa, dengan proses asimilasi sinar, tumbuh-tumbuhan mampu menarik kekuatan surya untuk berpindah pada dirinya. Sel tumbuhan yang mengandung zat hijau daun (klorofil) mengisap karbon dioksida dari udara. Interaksi yang diakibatkan oleh gas karbon dioksida dan air – yang telah diserap dari tanah –, kemudian menghasilkan karbohidrat dengan bantuan sinar matahari. Proses ini menjadikan kayu mengandung berbagai komponen, seperti; karbon, hidrogen, dan oksigen, yang bisa dijadikan sebagai bahan bakar bagi manusia. Dan melalui isyarat ilmiah al-Qur’an ini, lahir pula penemuan baru oleh manusia yang dikenal dengan proses fotosintesis yang ditemukan oleh ilmuwan asal Belanda, J. Ingenhouszn pada abad ke 18 M.
Baca Juga: Tafsir Surah Yasin ayat 76: Cara Allah Swt Mengobati Kesedihan Nabi
Sejatinya, fenomena umum seperti ini sering terulang dalam al-Qur’an, namun memiliki keluasan makna jika ingin direnungi. Misalnya ‘hujan’, bagaimana hujan bisa turun? Apakah sebabnya? Kadang, mengapa ada petir dan guntur yang ikut menyertainya? Apa manfaat hujan? Dan pertanyaaan-pertanyaan lain yang sejatinya mampu menyingkap ketauhidan Allah Swt. Kiranya itulah yang dilakukan para filsuf besar, berangkat dari pertanyaan-pertanyaan dasar namun menghasilkan makna yang besar. Wallahu a’lam bi shawab
Demikian kiranya tafsir Surah Yasin ayat 80, semoga bermanfaat, dan tunggu series tafsir yasin selanjutnya.