BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Yunus Ayat 74-79

Tafsir Surah Yunus Ayat 74-79

Tafsir Surah Yunus Ayat 74-79 secara khusus berbicara mengenai kisa Nabi Musa dan Fir’aun. Namun mula-mula dijelaskan mengenai maksud dari pengutusan para nabi oleh Allah swt.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Yunus Ayat 68-73


Setelah itu Tafsir Surah Yunus Ayat 74-79 ini berbicara mengenai diutusnya Nabi Musa dan Nabi Harun. Keduanya ditentang keras oleh Fir’aun dan para petinggi kerajaannya. Mereka menuduhkan hal-hal yang aneh-aneh kepada Nabi Musa.

Ayat 74

Dalam ayat ini Allah menerangkan tentang pengutusan rasul-rasul sesudah peristiwa topan Nabi Nuh a.s. itu.

Nabi-nabi yang diutus itu antara lain Nabi Hud, Saleh, Ibrahim, Lut dan Syu’aib a.s. Mereka diutus kepada kaum mereka masing-masing; Nabi Hud kepada kaum ‘Ad, Nabi Saleh kepada kaum Samµd, dan Syu’aib diutus kepada kaumnya penduduk Madyan, juga diutus kepada kaum Aikah, tetangganya.

Kedua kaum ini sebenarnya satu rumpun, mereka mempunyai bahasa yang sama dan tanah air yang sama. Setiap nabi itu datang kepada kaumnya dengan membawa bukti-bukti kebenaran kerasulannya dan memberikan petunjuk kepada kaum itu.

Setiap nabi itu menggariskan pedoman-pedoman hidup bagi kaumnya sesuai pula dengan masa, situasi, dan keadaan lingkungan mereka.

Kebanyakan kaum para nabi itu tidak beriman, bahkan mereka mendustakannya sebagaimana kaum Nuh. Kebiasaan taklid buta kepada pemuka-pemuka mereka selalu diikuti oleh generasi berikutnya.

Oleh karena itu, seperti halnya hati nenek moyang mereka, hati mereka terkunci mati, maka hati nurani generasi berikutnyapun ikut terkunci. Hal demikian itu adalah akibat dari tindakan mereka yang melampaui batas.

Kaum musyrikin Arab yang menentang Nabi Muhammad saw, hati nuraninya gelap seperti halnya umat-umat yang lampau. Hati mereka tertutup untuk menerima kebenaran. Mereka mendustakan Rasul dan berbuat durhaka.

Sunnah Allah tetap berlaku bagi mereka yang menantang dan mengingkari agama. Jika kaum musyrikin Arab itu tetap ingkar, mereka akan ditimpa azab Tuhan seperti halnya umat yang lampau itu. Firman Allah:

سُنَّةَ اللّٰهِ فِى الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ ۚوَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللّٰهِ تَبْدِيْلًا

Sebagai sunnah Allah yang (berlaku juga) bagi orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dan engkau tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah. (al-Ahzab/33: 62)

Ayat 75

Sesudah menerangkan pengutusan rasul-rasul tersebut kepada kaum mereka masing-masing, maka dalam ayat ini, Allah menerangkan secara khusus pengutusan Musa dan Harun a.s. kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya.

Kisah Musa a.s. berulang kali terdapat dalam Al-Qur’an, karena kisah ini mengandung pelajaran yang penting. Musa a.s. adalah seorang utusan Allah yang dihadapkan kepada seorang raja Fir’aun yang memiliki kekuasaan besar dan raja dari suatu negara yang sudah tinggi peradaban dan kebudayaannya.

Karena kebesarannya itulah dia menjadi sombong dan aniaya terhadap rakyatnya. Dia dikelilingi oleh pemuka kaumnya (bangsa Qibty) yang sangat besar pengaruhnya padanya dan banyak menyesatkan pikirannya. Penduduk pribumi Mesir amat dipengaruhi oleh pemuka-pemuka ini.

Kalau pemimpin-pemimpin mereka itu ingkar, maka merekapun ingkar, kalau mereka beriman, maka mereka turut pula beriman. Segala urusan dan kepentingan mereka senantiasa tergantung kepada pemuka-pemuka ini.

Ketika Nabi Musa membuktikan kebenaran kerasulannya dengan beberapa mukjizat, mereka tetap tidak mau beriman dikarenakan keangkuhan yang bersarang dalam kalbu mereka. Akal pikiran mereka sebenarnya, mengakui kebenaran kerasulan Musa a.s. itu.

Mereka dapat membedakan antara sihir dengan yang bukan sihir (mukjizat) karena mereka mengetahui apa sebenarnya itu. Namun mereka tetap ingkar, karena mereka adalah orang-orang yang penuh dosa.

Firman Allah:

وَجَحَدُوْا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَآ اَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَّعُلُوًّاۗ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِيْنَ ࣖ

Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongannya, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah bagai-mana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan. (an-Naml/27: 14)


Baca juga: Perdebatan Nabi Musa dengan Fir’aun tentang Hakikat Tuhan


Ayat 76

Dalam ayat ini diterangkan anggapan pemuka kaum Fir’aun bahwa mukjizat dan bukti-bukti kebenaran itu adalah sihir yang nyata bagi orang-orang yang menyaksikan dan memperhatikannya.

Tuduhan mereka itu sangatlah buruk, karena yang melontarkan tuduhan itu menyadari sepenuhnya bahwa tuduhan itu tidak benar. Keajaiban yang luar biasa yang dilahirkan Musa a.s. itu bukanlah perbuatan dia sendiri, tetapi peristiwa itu adalah mukjizat yang terjadi atas kuasa Allah.

Ayat 77

Allah menjelaskan bantahan Musa a.s. bahwa tidaklah patut mereka mengucapkan tuduhan sihir terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah berupa mukjizat itu ketika didatangkan kepada mereka.

Mata mereka menyaksikan sendiri kejadian-kejadian yang luar biasa lagi menggentarkan perasaan. Jika peristiwa-peristiwa itu hanyalah sihir tentu pada waktu yang lain akan dapat dikalahkan oleh sihir pula.

Tetapi menjadi kenyataan bahwa ahli sihir mereka tidak berhasil mengalahkan mukjizat Nabi Musa. Ahli-ahli sihir tidak akan berhasil memperoleh kemenangan dengan sihirnya. Sihir merupakan sulapan, cepat atau lambat dia akan tersingkap kepalsuan dan tipu dayanya.

Ayat 78

Dalam ayat ini Allah menjelaskan sikap para pemuka bangsa Qibty, setelah mereka gagal mengemukakan bantahan yang kuat untuk mematahkan kebenaran Nabi Musa a.s., maka mereka mencari-cari alasan untuk membela dan mempertahankan tradisi atau adat istiadat mereka.

Mereka menuduh bahwa kedatangan Musa kepada mereka ialah untuk memaksa mereka meninggalkan kebiasaan dan adat istiadat yang mereka warisi dari nenek moyang mereka, kemudian sesudah itu memaksa mereka mengikuti agama Nabi Musa.

Menurut mereka, usaha Nabi Musa demikian itu bertujuan untuk menjadi pemimpin agama dan negara di Mesir bersama saudaranya Harun. Anggapan buruk mereka terhadap kedatangan Musa dan tujuannya membuat mereka bertekad untuk tidak beriman kepada ajaran yang dibawanya serta tidak menjadi pengikutnya.

Ayat 79

Kemudian dalam ayat ini, Allah menerangkan sikap Fir’aun sesudah dipengaruhi para pemuka kaumnya dengan tuduhan dan pandangan buruk mereka terhadap Musa.

Dia lalu memerintahkan mereka untuk memanggil ahli-ahli sihir yang pandai supaya dapat menandingi dan menghancurkan mukjizat Nabi Musa. Tindakan Fir’aun yang demikian adalah untuk memelihara martabat, kemuliaan dan jabatannya serta menghambat perkembangan kekuatan Musa dan Bani Israil di kerajaannya.


Baca setelahnya: Tafsir Surah Yunus Ayat 86-86


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...