BerandaTafsir TematikTafsir Surat Al-Baqarah Ayat 62: Benarkah Semua Agama Setara?

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 62: Benarkah Semua Agama Setara?

Sebagai masyarakat Indonesia yang hidup di tengah pluralitas suku hingga agama, sudah seyogianya kita menjaga keragaman tersebut demi keutuhan bangsa dan negara. Namun beberapa tahun kebelakang, justru sering ada gesekan antar agama yang sebenarnya itu tak perlu terjadi. Hal ini menyebabkan sebagian orang menyuarakan semua agama setara agar kesatuan bangsa terjaga.

Baca juga: Muhammad Rasyid Ridha: Mufasir Penerus Gagasan Pembaharuan Islam

Tafsir surah Al-Baqarah Ayat 62

Para pemikir yang berpendapat bahwa semua agama adalah setara sebenarnya tidak bisa serta merta kita terima mentah-mentah, melainkan juga mengerti sebab munculnya statmen tersebut. Mereka sering menisbahkan pada surah al-Baqarah ayat 62 yakni:

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَادُوا۟ وَٱلنَّصَٰرَىٰ وَٱلصَّٰبِـِٔينَ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”

Dalam Tafsir al-Mizan, Muhammad Husain Thabathaba’i mengatakan bahwa Allah swt memberikan dua syarat yakni mengimani Allah swt juga hari akhir dan beramal saleh. Apabila dua syarat tersebut terpenuhi, maka seluruh umat manusia (apapun agamanya) akan mendapat keselamatan dan kebahagiaan abadi kelak di akhirat.

Buya Hamka dalam tafsir al-Azhar mengatakan bahwa pada ayat tersebut ke empat golongan (Islam, Yahudi, Nashrani, dan Sabi’in) dikumpulkan menjadi satu. Mereka semua tidak akan merasakan kekhawatiran, duka cita dan bersedih hati asalkan mereka menunaikan syarat yang diberikan Allah swt yakni mau beriman kepada-Nya dan hari akhir serta keimanan tersebut diikuti oleh perbuatan yang baik. Apabila keempat golongan tersebut mau melaksanakannya, maka Allah swt akan memberikan ganjaran di sisi-Nya (Hamka, tafsir al-Azhar juz 1)

Baca juga: Larangan Memaki Sesembahan Non-Muslim: Salah Satu Ajaran Toleransi Dalam al-Qur’an

Sebab turunnya ayat

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menukil riwayat yang menyebutkan bahwa suatu ketika Salman al-Farisi bertanya kepada Rasulullah SAW tentang nasib teman-temannya yang seagama di masa lalu. Salman mengatakan kepada Nabi SAW bahwa teman-temannya itu juga menunaiakan ibadah sesuai syariat agama terdahulu dan mengimani bahwa kelak, Nabi SAW akan diutus menjadi seorang Nabi.

Tetapi, Rasulullah SAW menjawab bahwa teman-teman Salman ra termasuk ahli Neraka. Jawaban tersebut sangat berat diterima oleh Salman hingga turunlah surah Al-Baqarah ayat 62.
Ibnu Katsir melanjutkan penjelasannya bahwa yang dimaksud Yahudi pada ayat tersebut ialah mereka yang berpegang pada kitab Taurat dan Sunnah Nabi Musa As. Hingga sebelum datangnya syariat Nabi Isa As.

Begitu pula kaum Nasrani ialah mereka yang berpegang pada kitabnya dan menjalankan syariat Nabi Isa As. hingga datangnya Nabi Muhammad SAW. Namun menurut Ibnu Abbas, ayat ini dijawab dengan ayat lain dalam surah ‘Ali Imran ayat 85 yakni:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”

Ayat ini merupakan pemberitahuan bahwa tak akan diterima segala amal perbuatan kecuali mereka menjalankan syariat Nabi Muhammad SAW. Adapun kaum sebelum masa itu, asalkan mereka berpegang pada rasul dizamannya maka mereka berada pada jalan keselamatan. (Ibnu Kathir, Tafsir Al Quranul ‘Adzim juz 1)

Baca juga: Kebhinnekaan dalam Al-Quran

Perihal kesetaraan agama

Saat merujuk pada Surat Al-Baqarah ayat 62, hampir membuat sebagian golongan berpendapat bahwa semua agama sama. Tentunya, selema mereka beriman pada hari kiamat dan beramal saleh. Akan tetapi, setelah adanya Islam, semua agama memiliki akidah dan model peribadatan yang berbeda-beda.

Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah mengatakan bahwa tidak mungkin semua agama dipersamakan sedang mereka saling mengingkari dan menyalahkan satu sama lain.
Quraish Shihab juga menambahkan bahwa surga dan neraka ialah kewenangan mutlak Allah SWT. Jadi, umat manusia tidak perlu menyibukan diri untuk melabel dirinya sebagai penganut yang diridhai-Nya dan yang lain sesat. Caranya adalah dengan hidup damai dan berserah kepada-Nya semata terhadap segala keputusan di hari kemudian. (Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah juz 1)

Baca juga: Tafsir Surat Al-Fath Ayat 1-3: Kunci Kemenangan Ada pada Perdamaian

Terlepas dari kontroversi kesetaraan agama, kesan menarik yang ingin disampaiakan pada ayat ini ialah semangat perdamaian dalam hidup berdampingan. Meskipun telah mengaku sebagai Islam, Yahudi, dan sebagainya, jika pengakuan tersebut hanya sampai di mulut dan tak sampai ke dalam hati, maka sangat tidak etis menganggap dirinya yang paling benar. Sementara yang lain dianggap sesat. Wallahu a’lam.

Muhammad Anas Fakhruddin
Muhammad Anas Fakhruddin
Sarjana Ilmu Hadis UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...