Berprasangka buru atau suudzan merupakan sikap hati yang patut dihindari. Seorang mukmin dianjurkan/diperintahkan untuk menghindari prasangka. Hal ini tercantum dalam Surat Al-Hujurat Ayat 12:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Hujurat Ayat 12)
Surat Al-Hujurat Ayat 12 ini secara tegas melarang kita untuk berprasangka (buruk) kepada orang lain. Prasangka buruk (su’uzhan) ini lazim terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin kita termasuk di antara yang pernah atau bahkan sering melakukannya, baik disadari atau tidak.
Prasangka buruk atau su’uzhan terhadap orang lain biasanya disebabkan oleh rasa iri atau tidak suka terhadap orang tersebut. Dalam pandangan orang yang iri atau tidak suka kepada seseorang, maka apa pun yang dilakukan orang yang dibencinya, tidak tampak kebaikan sedikit pun. Seolah-olah apa yang dilakukannya selalu salah. Prasangka buruk ini, jika dibiarkan berlarut-larut bisa menimbulkan fitnah.
Rasulullah Saw. pernah mengingatkan dalam salah satu sabdanya, “Hindarilah oleh kamu sekalian berburuk sangka karena buruk sangka adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kamu sekalian saling memata-matai yang lain, janganlah saling mencari-cari aib yang lain, janganlah kamu saling bersaing (kemegahan dunia), janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling bermusuhan tetapi jadilah hamba-hamba Allah Swt. yang bersaudara.” (HR. Muslim)
Baca Juga: Pentingnya Berprasangka Baik Dalam Rangka Toleransi Beragama dalam Al-Quran
Alkisah, ada seorang petani yang kehilangan arit yang biasa dia pakai untuk menebas rumput di sawah. Dia sudah mencari ke sana kemari, tetapi tetap tidak menemukannya. Suatu ketika, dia melihat tetangganya membawa arit yang mirip dengan arit miliknya. Dalam hatinya dia bergumam, “wah kurang ajar itu tetangga sebelah, jangan-jangan dia yang mencuri arit saya”.
Mulai saat itu, sikapnya terhadap tetangga sebelah yang dianggap telah mencuri aritnya berubah 180 derajat. Dari yang sebelumnya ramah, kini berubah sinis. Tidak ada lagi tegur sapa di antara mereka berdua. Hari demi hari kecurigaannya semakin menjadi. Dia pun akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan bahwa pasti tetangganya itulah yang mencuri aritnya.
Hubungan keduanya kian tidak harmonis. Hari-hari dilaluinya dengan penuh curiga dan prasangka. Dia bahkan sudah menyebarkan informasi kepada para tetangga lainnya bahwa tetangga sebelah rumahnya mencuri arit miliknya. Kini, kecurigaanya sudah berubah menjadi fitnah. Tak henti-hentinya setiap bertemu dengan orang yang dikenalnya, dia ceritakan hal tersebut. Akhirnya seluruh penduduk kampung menganggap bahwa tetangga sebelah rumah si petani tersebut adalah pencuri.
Suatu ketika, dia hendak membersihkan gudang lumbung padi miliknya. Tiba-tiba, dari balik tumpukan jerami tampak sebilah arit yang tergeletak di sana. Setelah dia dekati ternyata itu adalah arit miliknya yang dianggapnya sudah hilang dicuri oleh tetangga sebelah. Dengan perasaan tidak karuan, malu bercampur rasa bersalah dia menyadari bahwa selama ini dia telah berburuk sangka kepada tetangga sebelah rumahnya itu. Dia merasa berdosa, karena akibat ulahnya, yaitu menebar fitnah karena prasangka buruknya, si tetangga jadi bahan gunjingan orang sekampung. Dia tidak bisa membayangkan betapa sakit hatinya si tetangga tersebut, betapa malunya dia karena sudah dituduh mencuri. Akhirnya, diapun buru-buru meminta maaf kepada si tetangga atas sikapnya selama ini. (Dikutip dari Buku Penulis berjudul: “Berpikir Positif Agar Allah Selalu Menolongmu!”)
Kisah di atas memberikan sebuah pelajaran berharga bahwa janganlah kita berburuk sangka kepada orang lain. Karena belum tentu apa yang kita sangkakan sesuai dengan kenyataannya. Lebih baik kita berbaik sangka, sehingga tidak akan menimbulkan kebencian apalagi sampai menebar fitnah.
So, su’uzhan… No Way!