BerandaTafsir TematikTafsir Surat Al-Mulk Ayat 28-30: Kecaman terhadap Kaum Musyrikin Mekah

Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 28-30: Kecaman terhadap Kaum Musyrikin Mekah

Termasuk dari kejahatan kaum musyrik Mekah ialah berharap agar Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya segera mati. Mereka meneriakkan ambisinya terang-terangan, dengan mengatakan bahwa Nabi adalah seorang penyair –karena mereka anggap Al-Quran buatan Nabi belaka-, yang mereka tunggu kematiannya (QS. At-Thur: 30). Untuk mengecam dan mematikan ambisi musyrikin Mekah, Allah menurunkan Surat Al-Mulk ayat 28-30.

Kecaman Terhadap Musyrikin Mekah

Dalam Surat Al-Mulk ayat 28, Allah memerintahkan Nabi Saw. untuk mengecam sikap kaum musyrikin Mekah yang menginginkan Nabi dan pengikutnya segera mati.

قُلۡ أَرَءَيۡتُمۡ إِنۡ أَهۡلَكَنِيَ ٱللَّهُ وَمَن مَّعِيَ أَوۡ رَحِمَنَا فَمَن يُجِيرُ ٱلۡكَٰفِرِينَ مِنۡ عَذَابٍ أَلِيمٖ

“Katakanlah (Muhammad), “Tahukah kamu jika Allah mematikan aku dan orang-orang yang bersamaku atau memberi rahmat kepada kami, (maka kami akan masuk surga), lalu siapa yang dapat melindungi orang-orang kafir dari azab yang pedih?””

Mengutip Tafsir Al-Munir karya Wahbah az-Zuhayli, ayat ini turun dalam konteks kaum Musyrikin Mekah yang berdoa agar Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya binasa.

Baca juga: Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat 72-73: Keistimewaan dan Kebiasaan Buruk Manusia

Kata ahlaka pada Surat Al-Mulk ayat 28 tersebut merupakan sinonim dari amata, yang berarti mematikan. Sementara dibandingkatannya diksi ahlakani (mekatikanku) dengan rahimana (memberi kasih kepada kami), menurut Ibnu ‘Asyur dalam at-Tahrir wat-Tanwir, menunjukkan kasih Allah yang dimaksud ialah kehidupan untuk Nabi. Sehingga, pupus sudah harap Musyrikin Mekah, karena pada akhirnya, Nabi dipanjangkan usianya hingga agama Islam sempurna ia dakwahkan. Akan tetapi, mengutip Jami’ul Bayan karya at-Thabari, sekalipun pada Nabi dan pengikutnya mati, tidak akan memberi kebahagiaan bagi kaum musyrikin. Toh, pada akhirnya, mereka akan tertimpa siksa.

Mengapa kehidupan bisa termasuk kasih Allah untuk Nabi dan pengikutnya? Tentu saja, karena dengan diberi kehidupan, seseorang dapat menikmati kesempatan untuk mendulang keberkahan dan memaksimalkan perbuatan baik. Demikianlah penjelasan Ibnu ‘Asyur.

Baca juga: Penjelasan Fenomena Mendung, Petir, dan Guruh dalam Al-Quran

Selain memadamkan ambisi dengan menyatakan bahwa kelak ketika mati, Nabi dan pengikutkan akan dinaungi kasih Allah, Allah juga menyangkal harapan musyrikin Mekah bahwa kematian itu sesuatu yang pasti menimpa seluruh manusia. Allah telah menunjukkannya di berbagai ayat. Seperti dalam Surat Az-Zumar ayat 30:

إِنَّكَ مَيِّتٞ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan mereka akan mati (pula)”

Ayat ini juga bermaksud mengajak musyrikin Mekah untuk bertaubat. Dalam Tafsir Al-Quranul ‘Adzim, Ibnu Katsir menyatakan, ayat ini pada intinya memerintahkan kaum musyrikin untuk menyelamatkan dirinya dengan taubat dan kembali ke jalan yang didakwahkan Nabi Saw. karena, hanya dengan dua cara itu, mereka bisa selamat dari siksaan. Maka, adalah sama saja, Nabi dan para pengikutnya mati atau diberi kehidupan panjang, kaum musyrikin Mekah tetap akan dapat azab selama tidak mau bertaubat.

Allah Satu-Satunya Penyelamat

Pada Surat Al-Mulk ayat 29, Allah memerintahkan Nabi Saw. untuk merespons sendiri kecamannya terhadap kaum musyrikin Mekah. Mengutip Tafsir Al-Mishbah karya Quraish Shihab, kaum musyrikin bungkam atas kecaman yang disodorkan Nabi di atas. Tak lain, karena mereka menyadari bahwa hanya Allah lah akan menyelamatkan seluruh manusia.

قُلۡ هُوَ ٱلرَّحۡمَٰنُ ءَامَنَّا بِهِۦ وَعَلَيۡهِ تَوَكَّلۡنَاۖ فَسَتَعۡلَمُونَ مَنۡ هُوَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ

“Katakanlah, “Dialah Yang Maha Pengasih, kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya kami bertawakal. Maka kelak kamu akan tahu siapa yang berada dalam kesesatan yang nyata.””

Ayat ini juga menunjukkan sikap mukmin ideal yang tercermin dari pribadi Nabi dan para pengikutnya, yakni selalu percaya terhadap kasih Allah serta tawakal terhadapNya. Wahbah Zuhayli memaknai iman dalam konteks ini dengan percaya terhadap kasih Allah yang terejawantah dari sifat Rahman-Nya, percaya akan kesesaanNya, serta tawakkal hanya kepadaNya. Tawakkal sendiri ialah memasrahkan segala urusan kepada Allah Swt, sebagaimana yang tertera dalam Surat Hud ayat 123:

فَٱعۡبُدۡهُ وَتَوَكَّلۡ عَلَيۡهِۚ

“Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya”

Demikianlah iman serta tawakkal yang dimiliki Nabi dan para pengikutnya. Hal ini membuktikan betapa Nabi dan umat mukmin sekalian mengharapkan kasih Allah, yang sejatinya tidak hanya dianugerahkan kepada mereka. Tetapi, seluruh makhluk juga. Karena, sebagaimana al-Baghawi, sifat Rahman Allah berarti kasih sayangnya yang dicurahkanNya terhadap semua makhluk saat di dunia.

Baca juga: Tafsir Surat al-Mulk Ayat 25-27: Balasan Bagi yang Ingkar Terhadap Ancaman Allah

Dalil Wajibnya Tawakkal

Pada ayat 30, Allah memungkasinya dengan dalil wajibnya tawakkal hanya kepadaNya, dengan menarasikan salah satu bentuk kasihnya.

قُلۡ أَرَءَيۡتُمۡ إِنۡ أَصۡبَحَ مَآؤُكُمۡ غَوۡرٗا فَمَن يَأۡتِيكُم بِمَآءٖ مَّعِينِۭ

“Katakanlah (Muhammad), “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapa yang akan memberimu air yang mengalir?””

Allah memerintahkan Nabi untuk mengingatkan kaum musyrikin Mekah pada salah satu bentuk kasihNya yang penting bagi kehidupan manusia, yakni air. Kita tahu bahwa air merupakan sumber kehidupan di bumi. Maka kemudian, mereka diingatkan bila sumber mata air yang mereka miliki kering, siapa yang akan memberikannya air yang mengalir selain Allah?

Menurut az-Zuhayli, pesan utama dari penyebutan air sebagai bagian dari nikmat Allah tak lain adalah untuk menyadarkan kaum musyrikin Mekah atas perbuatan kejinya berupa menyekutukan Allah, padahal tidak ada satu hal pun yang layak menjadi bandingan Allah. Maka, ayat ini menjadi bukti kewajiban untuk menyandarkan segala urusan hanya kepada Allah, karena telah banyak bukti yang disodorkan tentang kesesaanNya dan kuasaNya.

Baca juga: Tafsir Surat al-Mulk Ayat 20-24: Perlindungan dan Rezeki Hanya Bersumber dari Allah

Meski secara khusus Surat Al-Mulk ayat 28-30 ini berbicara kepada kaum musyrikin, pesan utamanya tetap relate dengan seluruh kondisi umat manusia. Karena, tentu pernah suatu ketika ada ambisi yang begitu besarnya untuk meraih sesuatu, sampai-sampai membuat lupa untuk memasrahkan hasil akhirnya kepada Allah. Ayat ini harus selalu kita jadikan pengingat untuk menetapi tawakkal seusai berusaha. Begitu pula, taubat atau sadar dan menyesal, harus kita terapkan tatkala berbuat kejelekan.  Wallahu a’lam[]

Halya Millati
Halya Millati
Redaktur tafsiralquran.id, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, pegiat literasi di CRIS Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...