BerandaTafsir TematikTafsir Surat An-Naml Ayat 34: Penjajahan Menyalahi Fitrah Kemerdekaan Manusia

Tafsir Surat An-Naml Ayat 34: Penjajahan Menyalahi Fitrah Kemerdekaan Manusia

“Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Itulah alinea pertama preambule (pembukaan) Undang-Undang Dasar 1945 yang meneguhkan bahwa segala bentuk penjajahan menyalahi fitrah kemerdekaan manusia. Sebagai individu yang merdeka, manusia tidak boleh ditekan apalagi didiskriminasi.

Kata penjajahan dalam bahasa Arab diistilahkan dengan istibdad. Artinya penguasaan atas seseorang atau sekelompok orang untuk berpikir (berkata-kata) dan bertindak bukan atas suara hati dan kemauannya sendiri, melainkan atas kemauan pihak lain yang menguasainya. Karena makna dasar ini, penjajahan menyalahi fitrah manusia sebagai makhluk yang merdeka.

Secara kategoris penjajahan harus ditolak karena bertentangan dengan prinsip kemerdekaan manusia, baik dalam skala individu (fardly) maupun kolektif (jama’iy). Penjajahan juga identik dengan penindasan, perampasan hak-hak bangsa, baik hak ekonomi, pendidikan, hak sipil, hak budaya, hak asasi manusia, dan sebagainya.

Selain penjajahan telah menyalahi fitrah manusia sebagai individu, penjajahan atas bangsa juga demikian. Penjajahan atas bangsa adalah perampasan kemerdekaan manusia kolektif berskala massal. Jika perampasan kemerdekaan orang per orang (individual) saja sudah dikutuk, kezaliman secara massal lebih menyeluruh lagi. Islam mengajarkan untuk memerdekakan, bukan menjajah. Penjajahan adalah bentuk penistaan terhadap ajaran agama, sebagaimana diilustrasikan dalam Q.S. An Naml [27]: 34,

قَالَتْ اِنَّ الْمُلُوْكَ اِذَا دَخَلُوْا قَرْيَةً اَفْسَدُوْهَا وَجَعَلُوْٓا اَعِزَّةَ اَهْلِهَآ اَذِلَّةً ۚوَكَذٰلِكَ يَفْعَلُوْنَ

Dia (Balqis) berkata, “Sesungguhnya raja-raja apabila menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian yang akan mereka perbuat. (Q.S. An Naml [27]: 34)

Konteks ayat ini menerangkan tentang kebijaksanaan ratu Bilqis dalam rangka merespons isi surat Nabi Sulaiman. Ratu Bilqis tidak terpengaruh sikap sombong dan merasa kuat sebagaimana termaktub dalam perkataan raja-raja sebagaimana dilukisan ayat di atas. Al-Qurthuby dalam tafsirnya menjelaskan bahwa kata qalat menyiratkan kebijaksanaan ratu Bilqis dan para penasehatnya untuk bertindak hati-hati (haithah) dan memandang besar atau penting (isti’dzam) isi surat Nabi Sulaiman a.s.

Baca Juga: Cermin Kepemimpinan Ratu Bilqis yang Demokratis dan Diplomatis Menurut Al-Quran

Sesungguhnya ayat ini mempunyai keterkaitan dengan ayat sebelumnya (ayat 28-33) di mana Nabi Sulaiman mengiriman surat tersebut kepada Ratu Bilqis dan membubuhkan kata “bismillahirrahmanirrahim” di awal isi suratnya, sehingga membuat Ratu Bilqis tertegun menerima ajakan Nabi Sulaiman yang begitu lembut, meski sumber daya yang dimiliki Ratu Bilqis untuk berperang sangat memungkinkan. Namun itu tidak dilakukannya.

Artinya, pesan di atas menyiratkan bahwa tatkala hendak “menaklukkan” suatu negeri tidak diperkenankan cara-cara yang radikal dan kriminal apalagi penjajahan yang berkepanjangan. Islam mengajarkan – sebagaimana tertulis dalam surat Nabi Sulaiman a.s – dengan redaksi bismillahirrahmanirrahim, redaksi yang lembut dan mulia.

Tidak heran jika misi Nabi terdahulu termasuk Nabi Muhammad saw adalah memerdekakan suatu kaum (bangsa) dari penindasan pihak lain. Tentu yang paling terkenal adalah perjuangan Nabi Musa a.s. untuk memerdekakan kaumnya dari cengkraman kezaliman penguasa Raja Fir’aun di Mesir, sebagaimana dituturkan oleh Al-Quran di bawah ini,

وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهِ اذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ اَنْجٰىكُمْ مِّنْ اٰلِ فِرْعَوْنَ يَسُوْمُوْنَكُمْ سُوْۤءَ الْعَذَابِ وَيُذَبِّحُوْنَ اَبْنَاۤءَكُم وَيَسْتَحْيُوْنَ نِسَاۤءَكُمْ ۗوَفِيْ ذٰلِكُمْ بَلَاۤءٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ عَظِيْمٌ ࣖ

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkan kamu dari pengikut-pengikut Fir‘aun; mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih, dan menyembelih anak-anakmu yang laki-laki, dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu; pada yang demikian itu suatu cobaan yang besar dari Tuhanmu. (Q.S Ibrahim [14]: 6)

Dengan demikian, dapat dipetik ibrah (pelajaran) bahwa Islam melarang segala bentuk penjajahan, termasuk penjajahan terhadap orang lain dengan membully orang lain, menstigmakan negatif terhadap sikap dan perilaku orang lain, menggunjing orang lain, berkata kasar sehingga melukai hati dan perasaan orang lain, menyebarkan berita hoax dan ujaran kebencian (hate speech), kesemuanya itu adalah bentuk penjajahan “kecil” masa kini yang tidak terlihat, tapi marak terjadi.

Baca Juga: Napak Tilas Kemerdekaan Islam Pada Peristiwa Fathu Makkah

Akhirnya, kita sebagai umat Islam harus menjadi pionir dalam membumikan pesan damai Al-Quran dan Islam, minimal kepada lingkungan sekitar dengan berperilaku kasih sayang dan menghargai perbedaan yang ada. Wallahu A’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...