Ketika memasuki usia dewasa, seseorang akan mulai merisaukan berbagai persoalan hidup seperti keuangan, pekerjaan, hingga jodoh. Bagi sebagian orang, jodoh harus dikejar dengan penuh daya upaya. Bagi sebagian yang lain, jodoh akan datang sendiri pada waktunya. Terlepas dari dua keyakinan tersebut, kita percaya dan sepakat bahwa jodoh merupakan cerminan diri.
Istilah jodoh merupakan cerminan diri sering kita dengar di masyarakat. Mereka memahami bahwa orang baik akan berjodoh dengan orang baik pula, begitu juga sebaliknya. Tak jarang, hal ini menjadi standar masyarakat dalam memilih pasangan hidup, bahwa perempuan baik menurut paradigma mereka harus berpasangan dengan laki-laki yang baik dalam paradigma mereka pula.
Jika kita telusuri secara mendalam, maka dapat ditemukan bahwa keyakinan jodoh merupakan cerminan diri atau anggapan perempuan yang baik hanya untuk laki-laki yang baik didasarkan pada surah an-Nur [24] ayat 26. Ayat ini secara singkat menyatakan bahwa perempuan yang baik hanya diperuntukkan bagi laki-laki yang baik pula. Benarkah? Simak penjelasan berikut:
Surah An-Nur [24] Ayat 26: Jodoh Merupakan Cerminan Diri
Allah Swt berfirman:
اَلْخَبِيْثٰتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِۚ وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبٰتِۚ اُولٰۤىِٕكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ ࣖ ٢٦
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (Surah An-Nur [24]: 26).
Menurut Quraish Shihab, ayat ini merupakan penegasan ayat-ayat sebelumnya yang mengindikasikan bahwa seorang pendosa atau pezina kemungkinan besar akan memilih pasangan seperti dirinya. Hal ini disebabkan karena secara “alamiah” seseorang selalu cenderung kepada sesuatu yang memiliki kesamaan dengannya.
Pada surah an-Nur [24] ayat 26 Allah Swt seakan-akan berfirman: “Wanita-wanita yang keji jiwanya dan buruk akhlaknya adalah untuk laki-laki yang keji seperti wanita itu, dan laki-laki yang keji jiwanya dan buruk perangainya adalah untuk wanita-wanita yang keji seperti lelaki itu pula, dan begitu juga sebaliknya, wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanitawanita yang baik pula.”
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 13: Apakah Al-Quran Menyetarakan Kasta dalam Pernikahan?
“Muhammad dan Aisyah adalah pasangan serasi dan teragung. Mereka itulah – yakni yang baik dari kedua jenis dan termasuk pula yang dituduh oleh kaum munafik – yang bebas dan bersih dari apa yakni tuduhan dan keburukan yang dikatakan yakni dituduhkan oleh mereka yang menuduh itu. Bagi mereka ampunan atas kesalahan dan keteledoran mereka dan juga rezeki yang mulia di dunia dan akhirat.”
Ayat ini sebenarnya memiliki dua makna utama, yaitu: 1) Protektif terhadap kemuliaan Aisyah ra yang pada saat itu dituduh dengan sedemikian rupa oleh kaum munafik. Surah an-Nur [24] ayat 26 secara tegas menyatakan bahwa ia adalah seorang perempuan mulia dan bersih dari segala macam tuduhan keji. Ia pantas atau cook dengan nabi Muhammad Saw yang mulia. Dengan demikian, tuduhan tersebut tidaklah benar adanya.
2) Ayat ini mengajarkan kita bahwa manusia memiliki kecondongan untuk bersama dan membersamai manusia lain yang memiliki kesamaan dengannya. Ini disebabkan karena jiwa manusia selalu cenderung mencari temannya, dan tidak senang bersama lawannya. Maka wajar jika kadangkala seseorang merasa tidak nyaman ketika bersama dengan orang-orang yang memiliki kebiasaan atau kesukaan berbeda.
Menurut sebagian ulama, selain berfungsi untuk membersihkan Aisyah ra dari berbagai tuduhan keji, ayat ini juga merupakan kebanggaan baginya. Betapa tidak, Nabi Yusuf saja ketika dituduh hanya dinyatakan diverifikasi oleh keluarga penuduh. Maryam as dibela oleh anaknya yang masih bayi, yakni ‘Isa as. Sedangkan ‘Aisyah ra dinyatakan langsung oleh Allah kebersihannya dari tuduhan tersebut melalui ayat-ayat-Nya yang dibaca sepanjang masa.
Selain itu, surah an-Nur [24] ayat 26 juga menegaskan salah satu hakikat ilmiah menyangkut hubungan kedekatan antara dua insan, khususnya kedekatan pria dan wanita, atau suami dan istri. Jalinan hubungan antar keduanya harus bermula dari adanya kesamaan antara kedua belah pihak. Tanpa kesamaan itu, maka hubungan mereka tidak akan langgeng. Menurut Quraish Shihab, ada empat fase yang harus dilalui agar cinta antar manusia mencapai puncaknya.
Fase pertama adalah bahwa kedua belah pihak harus merasakan ada atau tidaknya kedekatan. Biasanya kedekatan itu lahir karena kesamaan perangai pandangan hidup, kesukaan, visi, misi, latar belakang sosial dan budaya. Aspek kesamaan inilah yang kemudian akan mendorong kedua belah pihak untuk saling memperkenalkan diri secara lebih terbuka.
Fase kedua – setelah merasakan kedekatan – adalah masa pengungkapan jati diri kedua belah pihak, di mana masing-masing merasakan ketenangan dan rasa aman untuk berbicara tentang dirinya secara lebih mendalam, tentang harapan, asa, keinginan, ambisi dan cita-cita. Bahkan biasanya pada tahap ini seseorang juga akan menceritakan kekhawatiran-kekhawatirannya.
Baca Juga: Tafsir Surat Yasin Ayat 36: Setiap Makhluk Memiliki Pasangan
Fase ketiga adalah rasa ketergantungan. Pada tahap ini masing-masing pasangan mengandalkan bantuan orang yang dicintainya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pribadi. Keduanya merasa dari dalam lubuk hati yang terdalam bahwa ia memerlukan pasangannya dalam kegembiraan dan kesedihan. Masing-masing diri merasa bahwa dirinya ada untuk pasangannya.
Setelah ketiga fase di atas, maka datanglah fase keempat, yaitu fase pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pribadi, yang diberikan oleh pasangannya dengan tulus. Pada tahap ini rasionalitas dan hitungan matematis biasanya jarang digunakan (rasional-cum-irasional). Bahkan – mungkin – pemberian yang sedikit dari pasangan akan dianggap banyak atau sebaliknya (Tafsir Al-Misbah [9]: 316).
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, secara umum surah an-Nur [24] ayat 26 berbicara mengenai keniscayaan kesetaraan pasangan, jodoh merupakan cerminan diri, yang baik akan bersama dengan yang baik pula, begitu juga sebaliknya. Meskipun demikian, kita harus mewanti-wanti diri agar tidak melakukan labelisasi terhadap orang lain. Karena pada hakikatnya, hanya Allah Swt yang mengetahui secara pasti kebaikan dan keburukan manusia. Wallahu a’lam.