BerandaTafsir TematikTafsir Surat Shad Ayat 29: Memahami Tujuan Diturunkannya Al Quran

Tafsir Surat Shad Ayat 29: Memahami Tujuan Diturunkannya Al Quran

Al Quran, kitab suci umat Islam memiliki makna mendalam jika kita benar benar membacanya dan memahaminya. Tidak hanya itu, keindahan lafadz Al Quran juga memberikan rasa ketentraman ketika hati sedang merasakan kegundahan.

Akan tetapi meski membaca dan memahami Al Quran mampu memberikan ketentraman dan memberikan solusi atas segala permasalahan, namun tidak banyak orang yang bertadabur, belajar, membaca dengan baik dan benar, memahami makna Al Quran serta mengamalkanya. Padahal Allah menurukan Al Quran pasti ada tujuannya.

Sebagimana Allah berfirman dalam surahnya bahwa tujuan diturunkannya Al Quran adalah agar manusia membaca dan berusaha menghayatinya, sebagaimana firmanNya ada pada QS. Shad [38] ayat 29:

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

Kitab (Al Quran) yang Kami turunkan kepada-mu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran (QS. Shad: 29).

Al-Qurtubi memaparkan bahwa bagi orang-orang yang telah dikhususkan Allah dengan hafalan Al Quran, maka hendaklah ia membaca Al Quran dengan bacaan yang baik, menghayati hakikat isinya, memahami keajaiban-kejaibannya, dan menjelaskan apa yang unik darinya. Syekh An-Nawawi al-Bantani pada kitab tafsirnya menjelaskan bahwa Al Quran diturunkan agar menjadi petunjuk bagi orang yang memahami Al Quran.

Pada kitab Tafsir Ibnu Katsir dituliskan bahwa makna al-albab pada surah Shad [38] ayat 29 adalah bentuk jamak dari lub yang artinya akal. Maka Allah akan memberikan pelajaran dari Al Quran bagi yang memahami Al Quran. Kemudian al-Hasan al-Basri mengatakan bahwa pada intinya cara mengambil pelajaran dari Al Quran itu bukan hanya dengan menghafal, akan tetapi menyia-nyiakan batasannya. Sehingga seseorang dari mereka yang tidak mengindahkan batasannya mengatakan, “ aku telah membaca seluruh Al Quran”. Tetapi pada dirinya tidak ada ajaran Al Quran yang disandarkannya, baik dalam bentuk akhlaknya ataupun pada amal perbuatannya.

Menurut Al- Biqa’i dalam Metode Tafsir Maqasidi karya Wafi’ Asyur Abu Zayd, sebuah surat ibarat sebatang pohon besar yang rimbun dan tinggi, setiap surah memiliki keindahan yang menajubkan dan dapat berdiri sendiri, surah selalu dihiasi dengan berbagai hiasan yang ditata baik di antara dedaunannya secara artistik. Dari sini para mufassir bisa mendapatkan pelajaran dari al-quran dan akan merasa sejuk setelah benar-benar bertadabur dengan Al Quran, memahami segala keindahan bahasa Al Quran dengan saksama.

Ada pesan  yang menarik dari Muhammad Abduh untuk orang-orang yang bertadabur dengan Al Quran, isinya adalah istiqamahlah dalam membaca Al Quran, pahami perintah dan larangannya, ikuti nasihat dan ajarannya sebagaimana para mukminin pada masa diturunkannya wahyu. Hindarilah kitab-kitab tafsir kecuali untuk memahami lafadz-lafadz Arab yang tidak kamu pahami atau ketika hubungan satu kata dengan kata lain tidak jelas bagimu. Ikutilah apa yang telah al-quran tunjukkan padamu dan bawalah dirimu pada apa yang ditunjukkan Al Quran padanya. Tidak diragukan lagi bahwa siapapun yang mengikuti jalan ini, maka setelah beberapa waktu dirinya akan memiliki kemampuan untuk menjadikan pemahaman sebagai tabiat dan cahaya yang menerangi dunia dan akhiratnya dengan izin Allah.

Sebagaimana kisah sahabat Nabi SAW yang diceritakan oleh Abu Abd al-Rahman al-Sulami, seperti Usman bin Affan, Abdullah ibn Mas’ud dan lainnya, ketika ia belajar Al Quran sepuluh ayat langsung kepada Nabi, maka mereka tidak langsung menambah ayat lainnya, sebelum mereka mengerti isi kandugannya serta mengamalkannya. Karena sesungguhnya seseorang tidak akan bisa menjadi sosok yang qur’ani kecuali dengan ilmu, amal serta perjuangan mengajarkannya kembali.

Norma Azmi Farida
Norma Azmi Farida
aktif di Cris Foundation (Center For Research of Islamic Studies) Redaktur Tafsiralquran.id
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU