Sebagaimana diterangkan di tulisan sebelumnya, yakni tafsir surat Yasin ayat 20-21 bahwa lelaki dari pinggiran kota datang untuk membela tiga utusan yang didusakan kaumnya. Diketahui pula bahwa lelaki itu bernama Habib an-Najjar. Salah satu ucapan Habib kala itu akan kita bahas dalam tafsir surat Yasin ayat 22 berikut. Allah Swt berfirman:
وَمَا لِيَ لَا أَعْبُدُ الَّذِي فَطَرَنِي وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan?
Wahab bin Munabbih sebagaimana dikutip ucapannya oleh Ibn Jarir at-Tabari menyatakan bahwa Habib adalah sosok pemuda pemberani yang dengan gagahnya memperjuangkan dan membela kebenaran yang diyakininya. Ia tidak gentar ‘melawan arus’ demi mempertahankan idealismenya.
Habib menyuarakan tauhid kepada kaumnya yang menyembah berhala. Ia juga dengan terang-terangan menampakkan keimananya kepada mereka. Akibat hal tersebutlah pada beberapa ayat berikutnya diceritakan Habib sampai dibunuh oleh penduduk Antokiah.
Hamka dalam Tafsir al-Azhar menjelaskan, ucapan Habib tersebut merupakan sebuah bentuk pertanyaan yang secara lahiriah ditujukan kepada dirinya sendiri, namun hakikatnya merupakan sindiran pada orang-orang yang enggan menyembah Allah Swt yang telah menciptakan mereka seperti para penduduk Antokiah ini.
Sementara Ibn Asyur berpendapat, kalimat tersebut seakan-akan menanyakan, “Siapa yang bisa mencegahku menyembah Tuhan yang telah menciptaku?” Sebab Allah Swt telah memberikan manusia keinginan (iradah) dan kemampuan (qudrah) untuk melaksanakan perintahnya.
Allah Swt juga telah menerangkan melalui utusan-utusannya mana jalan yang benar dan mana jalan yang salah. Sebagaimana firmannya dalam QS. Al-Insan: 3 yang berbunyi:
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.
Dalam tafsirnya, M. Quraish Shihab menggaris bawahi kata fatara yang menurutnya berbeda dengan kata khalaqa maupun ja’ala yang sama-sama berarti menciptakan. Fatara bermakna menciptakan dari ketiadaan atau penciptaan yang pertama kali. Ini mengisyaratkan bahwa Allah Swt adalah yang pertama kali menciptakan manusia dan kelak kepadanya pulalah terakhir kali mereka akan dikembalikan.
Kita semua berasal dari Allah Swt. Kita dan segala nikmat yang kita rasakan hakikatnya milik Allah Swt semata, maka ketika masanya telah tiba, semua akan kembali kepadanya. Filosofi ini yang agama Islam ajarkan ketika seseorang menghadapi musibah. Dalam QS. Al-Baqarah Allah Swt berfirman:
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
(Orang-orang yang sabar) yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (Sesungguhnya kami milik Allah Swt dan kepadanyalah kami akan kembali).
Adapun Husein Tabataba’i menilai kutipan akhir ayat yang berbunyi “yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan” merupakan ancaman kepada penduduk Antokiah akan datangnya hari kembali. Bahwa Allah Swt akan menghitung semua amal yang telah mereka perbuat dan kemudian akan membalasnya satu per satu; baik maupun buruknya.
Demikianlah kiranya tafsir singkat dari surat Yasin ayat 22 yang penulis sarikan dari berbagai kitab tafsir populer. Untuk kisah selanjutnya tentang ‘lelaki dari pinggiran kota’, para utusan dan kaum Antokiah dapat dibaca pada pembahasan tafsir surat Yasin selanjutnya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bis sawab.