BerandaTafsir TematikTafsir Surah Yasin Ayat 37: Siang dan Malam Sebagai Tanda Kekuasaan Allah...

Tafsir Surah Yasin Ayat 37: Siang dan Malam Sebagai Tanda Kekuasaan Allah Swt

Pada artikel sebelumnya telah berbicara mengenai tanda-tanda kekuasaan Allah swt. Salah satunya adalah Allah berkuasa menghidupkan tanah yang mati dengan menumbuhkan aneka macam tumbuhan. Selain itu Allah swt juga berkuasa menjadikan seluruh makhluknya berpasang-pasangan tanpa terkecuali. Selaras dengan hal itu, pada artikel kali ini akan membahas juga mengenai kekuasaan Allah swt yang lainnya, yaitu adanya siang dan malam.

Siang dan malam merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah lainnnya. Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa dengan adanya siang dan malam (gelap dan terang) manusia bisa mengambil manfaat dari keduanya. Untuk lebih jelasnya mari kita tadabburi bersama surah Yasin ayat 37 berikut:

وَاٰيَةٌ لَّهُمُ الَّيْلُ ۖنَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَاِذَا هُمْ مُّظْلِمُوْنَۙ

“Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari (malam) itu, maka seketika itu mereka (berada dalam) kegelapan,”

Beberapa literatur berbeda-beda dalam memfokuskan penjelasan surat Yasin ayat 37 ini. Khususnya terkait dengan padanan ayat dalam surah yang lain. Ibnu Jarir al-Tabari, sebagaimana juga dikutip oleh Suyuti dan Ibnu Katsir, mengatkan bahwa menurut Qatadah ayat 37 ini senada dengan ayat enam dalam surat al-Hadid, yakni:

يُوْلِجُ الَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَيُوْلِجُ النَّهَارَ فِى الَّيْلِۗ وَهُوَ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ

“Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati.”

Makna ungkapan Naslakhu minhu al-Nahar (نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ) sama halnya dengan kata yuliju al-lail fi al-Nahar (يُوْلِجُ الَّيْلَ فِى النَّهَارِ). Secara tidak langsung, Qatadah memaknai kata naslakhu (نَسْلَخُ) dengan kata yuliju (يُوْلِجُ) yang berarti memasukkan malam kepada siang.

Baca Juga: Mengenal Jami’ al-Bayan, Pelopor Tafsir Al-Quran Dalam Islam Karya Ibnu Jarir At-Thabari

Wahbah Zuhaili dalam al-Tafsir al-Munir mengatakan bahwa ayat 37 ini semisal dengan ayat 54 dalam surat al-‘Araf, yaitu:

…يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهٗ حَثِيْثًا الأية

“…Dia menutupkan malam dengan kegelapannya kepada siang yang mengikutinya dengan cepat…”

Wahbah Zuhaili mengambil kesimpulan dari kalimat Naslakhu minhu al-Nahar (نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ) sebagai pergantian terus menerus antara malam dan siang dengan menghilangnya cahaya siang berganti malam dan begitupun sebaliknya datangnya cahaya (siang) menggantikan malam.

Sedangkan Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir mengatakan bahwa ayat 37 surat Yasin ini semisal dengan ayat 54 dalam surat al-‘Araf, yaitu:

… يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَۗ الأية

“…Dia menutupkan malam kepada siang….”.

Menurut Ibnu ‘Asyur ungakapan Naslakhu minhu al-Nahar (نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ) seakan-akan bermakna terkelupasnya siang sehingga tampaklah kegelapan (malam hari), sebagaimana terkelupaskan kulit hewan dari jasadnya sehingga menyisakan daging dan tulang. Hal ini terjadi karena kata salakha (سلخ) pada umumnya dipakai untuk mendeskripsikan pergantian kulit atau proses pengelupasan kulit hewan. Hal ini senada juga disampaikan oleh al-Zamakhsyari.

Siang diibaratkan dengan kulit hewan dan malam diibaratkan dengan daging dan tulang pada hewan. Hal senada juga diungkapkan oleh Quraish Shihab dalam Al Misbah yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menguliti hewan adalah mengeluarkan kulitnya dari jasadnya. Dengan ini bisa disimpulkan bahwa kegelapan (malam) mendahului siang. Hal tersebut juga diamini oleh Ali al-Sabuni dalam Safwah al-Tafasir.

Namun Ibnu ‘Asyur menegaskan bahwa ayat tersebut tidak serta merta menyatakan bahwa kegelapan merupakan asal dari segala sesuatu. Hal itu hanya ungkapan yang dipilih al-Qur’an agar sesuai dengan penglihatan manusia secara lahir. Faktanya memang sumber cahaya dari bumi adalah matahari dan matahari terpisah dari bumi. Maka di luar matahari dan bumi adalah kegelapan. Itulah yang dimaksud dengan kegelapan mendahului cahaya.

Baca Juga: Muhammad Thahir Ibnu ‘Asyur dan Empat Prinsip Penafsirannya

Terlepas dari perbedaan-perbedaan di atas, mayoritas mufassir sepakat bahwa tujuan Allah dalam ayat 37 ini untuk menunjukkan salah satu bentuk kekuasaan Allah swt. Izzat Darwazah dalam al-Tafsir al-Hadist mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan kasih sayang Allah swt kepada makhluknya serta sebagai sarana agar manusia selalu bersyukur atas nikmat dan karunia Allah swt selama ini.

Tanpa adanya siang dan malam mustahil manusia bisa bertahan sampai detik ini. Menurut Wahbab Zuhaili dalam pergatian siang dan malam terdapat manfaat dan kebaikan seluruh makhluknya, khususnya manusia. Ia bisa beristirahat dan menenangkan diri dari rutinitas kerja seharian pada malam hari dan ketika fajar meyingsing ia siap memulai hari baru dengan ribuan nikmat, kebahagiaan dan rizqi yang telah Allah sediakan.

Sekian penjelasan tafsir surah Yasin ayat 37 ini. Nantikan penjelan dalam artikel-artikel berikutnya. Wallhu A’lam []

Maqdis
Maqdis
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pegiat literasi di CRIS Foundation.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU