BerandaTafsir TematikTafsir Tarbawi: Pendidik Harus Tahan Banting

Tafsir Tarbawi: Pendidik Harus Tahan Banting

Tahan banting adalah sifat yang harus dimiliki oleh pendidik. Pendidik harus tahan banting, mempunyai kesabaran, ketelatenan, kesehatan fisik dan psikis yang lebih daripada umumnya. Menjadi pendidik adalah panggilan hati. Tidak semua manusia mempunyai jiwa pendidik, meskipun pada satu waktu kita berperan sebagai peserta didik, pada waktu yang lain berposisi sebagai pendidik.

Dengan memiliki sifat tahan banting, seorang pendidik tidak gampang menyerah, letih, lesu apalagi putus asa hingga menyebabkan depresi dan trauma yang berkepanjangan.

Karena itu, ganjaran (kesejahteraan) dari Allah swt kepada-Nya sangatlah besar. Memang berprofesi sebagai pendidik tidaklah mudah, ada banyak sekian rintangan dan cobaan yang harus dilewati sebagaimana kisah Rasul saw yang dilukiskan dalam Q.S. al-Qalam [68]: 2,

مَآ اَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُوْنٍ

Dengan karunia Tuhanmu engkau (Muhammad) bukanlah orang gila. (Q.S. al-Qalam [68]: 2)

Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Pentingnya Penguasaan Teknologi Bagi Pendidik

Tafsir Surat al-Qalam Ayat 2

Ayat ini turun dalam rangka sebagai pelipur lara Nabi Muhammad saw tatkala beliau dicerca oleh kaum musyrikin. Dalam suatu riwayat yang berasal dari Ibnu Mundzir, dari Ibnu Juraij sebagaimana yang termaktub dalam Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul bahwa kaum kafir Quraisy menuduh Rasul saw sebagau orang gila, bahkan setan. Maka turunlah ayat ini sebagai bantahan atas ucapan mereka itu.

Ibnu Katsir menerangkan bahwa segala puji bagi Allah swt, Rasul saw bukanlah orang gila sebagaimana yang dituduhkan oleh orang-orang jahil kafir Quraisy yang mendustakan apa yang Rasul saw dakwahkan kepada mereka yakni berupa petunjuk dan kebenaran yang hak, karenanya mereka mencap Rasul saw sebagai orang gila.

Sedangkan Muhammad ‘Ali al-Shabuny dalam Shafwah al-Tafasir dan al-Baghawy dalam Tafsir al-Baghawy sepakat menafsirkan bahwa ayat ini merupakan bantahan atas perkataan orang kafir Quraisy dalam Q.S. al-Hijr [15]: 6,

وَقَالُوْا يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْ نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ اِنَّكَ لَمَجْنُوْنٌ ۗ

Dan mereka berkata, “Wahai orang yang kepadanya diturunkan Al-Qur’an, sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar orang gila. (Q.S. al-Hijr [15]: 6)

Dalam ayat ini surah al-Qalam ayat 2, al-Shabuny mengatakan bahwa yang dimaksud bini’mati rabbika adalah kata alhamdulillah. Artinya segala puji bagi Allah swt yang telah menjadikan Nabi Muhammad sebagai orang yang fadhil (memiliki keutamaan). Sedangkan al-Baghawy lebih kepada nubuwwah (kenabian).

Redaksi bini’mati rabbika dalam penjelasan Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Dzilal al-Qur’an dapat dipahami dalam arti nikmat Tuhanmu engkau bukanlah orang gila. Mereka melabeli Nabi saw gila sebab menyampaikan ayat-ayat Alquran yang antara lain mengecam terhadap kepercayaan mereka yang diyakini kebenarannya selama turun temurun. Ada juga yang mempersepsikan Nabi gila bukan karena menerima wahyu Alquran, melainkan terganggu atau tersusupi oleh jin atau setan sehingga menjadi gila.

Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Keharusan Bersikap Sabar Bagi Peserta Didik

Adapun Hamka dalam Tafsir al-Azhar memahaminya sebagai bujukan, hiburan dan pelipur lara oleh Allah swt setelah beliau berdakwah, mengajarkan tauhid dan akhlak mulia, mencela segala perbuatan jahiliyah mereka atas semua yang distigmakan kepadanya di mana memang konsekuensinya Nabi harus rela menerima dan bersabar terhadap semua distigmakan kepadanya, di antaranya adalah stigma bahwa Nabi saw gila.

Sayyid Quthb sendiri juga memaparkan bahwa Allah swt menetapkan nikmat-Nya atas nabi-Nya yang diungkapkan dengan kalimat yang mengesankan sehingga kedekatan dan kecintaan Allah swt kepadanya amatlah dekat. Dia menisbatkan beliau dengan diri-Nya dengan redaksi rabbika (tuhanmu). Dia meniadakan sifat yang dilekatkan orang musyrik kepada Nabi saw yang tidak sinkron dengan nikmat-Nya yang diterima oleh Nabi saw. Yang mengherankan bagi Sayyid Quthb, di satu sisi mereka membenci, menghujat, mencerca dan mencaci maki Nabi saw, tetapi di sisi yang lain mereka mempelajari riwayat hidup Nabi saw, mereka menerima Nabi saw sebagai hakim di antara mereka dalam hal peletakan Hajar Aswa beberapa tahun sebelum Nabi saw. diangkat menjadi Nabi, mereka juga sepakat menerima dan mengakui gelar al-Amin yang disandang Nabi saw, karena beliau dapat dipercaya.

Kata ni’mah, bagi al-Razi dalam Tafsir al-Kabir Mafatih al-Ghaib adalah nikmat Allah yang tampak pada diri Nabi saw di antaranya kefasihan berbicara, kesempurnaan akal, kehidupan yang bahagia nan harmonis, selamat dari segala cobaan dan perangai yang mulia, sehingga wujud tamtsil di atas dapat menegasikan sifat gila pada diri beliau. Sedangkan al-Qurthuby memaknai ni’mah dengan subhanakallahumma wa bihamdika (Maha suci Engkau, Ya Allah Tuhanku dengan memuji-Mu).

Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Pendidikan Pertama Berasal dari Pendidikan Keluarga

Pendidik Harus Tahan Banting

Sebagaimana yang kita ketahui, Rasul Muhammad saw selain sebagai Rasul, beliau merupakan pendidik bagi umatnya. Karenanya, beliau selalu mengingat pesan Allah swt dan konsekuensi bahwa dalam mendidik dan membina umat, pasti akan dihadapkan dengan problematika seperti ketidakpatuhan murid terhadap guru, cercaan, makian, fitnah, cemoohan dan hujatan oleh sebagian orang yang tidak menyukainya, sehingga Rasul saw harus siap rela menerima konsekuensi yang “mengelus dada”.

Oleh karena itu, guru harus memiliki kesabaran maksimalis, amarah dan emosi minimalis, rasa percaya diri yang kuat, berani, semangat dan tangguh, bersungguh-sungguh dan pantang menyerah dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Rasul saw sebagai manusia terbaik nan sempurna dan kekasih Allah saja tak luput dari cobaan dan rintangan yang ada, apalagi kita sebagai manusia biasa pasti mengalami hal serupa.

Karenanya pendidik harus dibekali kokoh secara keilmuan, mental dan spiritual untuk menopang dan mengatasi segala problem-problem yang ada. Namun, dibalik kepahitan semua itu, ada nikmat Allah swt yang sangat besar yang dikaruniakan kepada Nabi Muhammad saw selaku pendidik. Bini’matika rabbika (dengan nikmat Tuhanmu) siap menyambut kita dengan penuh cinta dan kasih sayang abadi. Wallahu A’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...