BerandaTafsir TematikTafsir TarbawiTafsir Tarbawi: Pentingnya Perencanaan Bagi Guru Sebelum Mengajar

Tafsir Tarbawi: Pentingnya Perencanaan Bagi Guru Sebelum Mengajar

Dalam proses belajar mengajar (PBM), perencanaan pembelajaran merupakan hal yang sangat fundamental demi menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran dengan baik. Namun demikian, banyak sekali dari para guru yang “gagal” mempersiapkan perencanaan pembelajaran, sehingga yang menjadi korban tentu adalah peserta didik. Bahkan, saking pentingnya perencanaan ini, sampai-sampai Imam al-Zarnuji menulis satu kitab yang kini menjadi rujukan utama di semua pesantren, yaitu Ta’lim al-Muta’allim, sebuah kitab yang mengulas panjang lebar adab (tata krama) menuntut ilmu, meluruskan niat, memilih seorang guru, metode belajar, mempersiapkan pembelajaran, dan sebagainya.

Melalui perencanaan yang optimal, seorang guru dapat menentukan strategi, metode, dan cara penyampaian seperti apa yang tepat digunakan kepada peserta didiknya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, dan terhindar dari “kegagalan” pembelajaran. Karena itu, artikel ini mengulas tentang pentingnya perencanaan mengajar bagi seorang guru dengan merujuk pada Tafsir Surat Al-Hasyr ayat 18 yang dikaitkan dengan pendidikan Islam.

Tafsir Surat Al-Hasyr ayat 18

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Hasyr [59]: 18).

Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Epistemologi Burhani dalam Pendidikan Islam

Pada artikel ini kami fokus kepada redaksi wal tandzur nafsun ma qaddamat ligad yang terkait dengan pendidikan Islam. Al-Tabari dalam Jami’ al-Bayan menafsirkan redaksi wal tandzur nafsun ma qaddamat ligad adalah

يقول: ولينظر أحدكم ما قدّم ليوم القيامة من الأعمال، أمن الصالحات التي تنجيه أم من السيئات التي توبقه؟. وبنحو الذي قلنا في ذلك قال أهل التأويل. ذكر من قال ذلك: حدثنا بشر، قال: ثنا يزيد، قال: ثنا سعيد، عن قتادة، قوله: { اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ ما قَدَّمَتْ لِغَدٍ }: ما زال ربكم يقرّب الساعة حتى جعلها كغد، وغدٌ يوم القيامة

“Dan hendaklah salah seorang di antara kamu melihat amalan-amalan yang akan diperlihatkan pada hari kiamat nanti, apakah amalan kebaikan tersebut akan menyelamatkanmu ataukah justru keburukan yang menolaknya?. Demikianlah yang dikatakan ahli takwil. Sebagaimana kami tuturkan seperti yang diceritakan Basyar, juga Yazid, Sa’id, dari Qatadah tentang firman-Nya “Wal tandzur nafsun maq qaddamat ligad” yaitu Tuhan kalian masih dan akan terus mendekatkan momentum itu sehingga datanglah hari esok, dan hari esok itu adalah hari kiamat”.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Qatadah dan al-Dhahhak. Tidak jauh berbeda, al-Zamakhsyari dalam Tafsir al-Kasyaf memaknai redaksi tersebut bahwa di dalam ayat ini Allah swt mengulangi, menegaskan, sekaligus menguatkan perintah takwa dalam konteks perintah wajib kepada Allah. Takwa yang dimaksud adalah meninggalkan perbuatan maksiat karena menyangkut ancaman dan dosa kepada hambanya. Yang dimaksud ghad (hari esok) dalam ayat tersebut adalah hari kiamat. Bagi al-Zamakhsyari, hari kiamat akan terus mengikuti seorang manusia dan mendekatinya hingga waktunya seperti hari esok.

Hal senada juga disampaikan al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib. Bagi al-Razi, makna ma qaddamat lighad merujuk pada introspeksi diri sejauh mana bekal yang telah dipersiapkan untuk menyongsong hari esok (hari kiamat) nanti. Dikatakan, hari esok tidak diketahui seberapa dahsyat kejadiannya. Begitupun pemaknaan al-Mahalli dan al-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain, ma qaddamat ligad adalah hari kiamat.

Lebih jauh, Al-Mawardi dalam Al-Nukat wa al-‘Uyun menyampaikan hal serupa terkait pemaknaan redaksi ma qaddamat lighad. Ia menukil qaul Ibn Zaid, ma qaddamat yang dimaksud adalah perhatikanlah perbuatanmu, baik perbuatan baik maupun buruk (ma qaddamat min khairin au syarrin). Sedikit berbeda dari mufassir di atas, jikalau al-Tabari, al-Razi, al-Zamakhsyari memaknai lighad dengan hari kiamat, maka al-Mawardi lebih menekankan makna ghad pada hari kemarin. Artinya, untuk menyongsong hari esok maka bekal yang harus dipersiapkan haruslah hari ini, dan hari kemarin (baca: di dunia) sebagai bahan refleksi sejauh mana kemampuan diri sendiri mampu menyambut hari esok dengan baik dan terencana.

Dalam konteks demikian, tidak salah kiranya jika Ibn Atiyyah dalam al-Muharrar al-Wajiz memaknai lighad dengan hari kematian (li yaumil maut). Menurutnya, setiap manusia haruslah mempersiapkan diri dan merefleksi diri sejauh mana bekal yang dipersiapkan, baik bekal kebaikan atau bahkan mencukupkan keburukan, untuk menempuh perjalanan hari esok.

Pentingnya Perencanaan bagi Guru sebelum Mengajar

Dari penafsiran di atas dapat dipahami bahwa begitu pentingnya perencanaan atau persiapan bagi manusia dalam menghadapi hari esok. Sebegitu pentingnya perencanaan tersebut, Allah swt sampai-sampai meminta manusia mempersiapkan diri dengan baik, baik bekal ketakwaan maupun amal perbuatan. Jika makna ma qaddamat lighad dikontekstualisasikan dalam pendidikan Islam, perencanaan tersebut dapat diartikan sebagai perencanaan pembelajaran bagi seorang guru.

Perencanaan pembelajaran meliputi serangkaian kegiatan perumusan tujuan yang hendak dicapai dalam proses belajar mengajar (PBM), metode yang digunakan, materi yang akan disajikan, cara penyampaiannya, media atau alat yang digunakan, demi mencapai tujuan pembelajaran dengan baik. Dalam hal ini, perencanaan pembelajaran tidak terbatas pada hal-hal yang material seperti RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), dan segala administrasi pembelajaran lainnya, melainkan hal-hal yang esensial seperti penguasaan materi, cara menyampaikan dan sebagainya. Baik buruknya suatu proses belajar mengajar, menurut hemat kami, ditentukan oleh kesiapan dan kualitas guru dalam merencanakan dan mempersiapkan pembelajaran dengan baik.

Harus diakui, selama ini, sebagian pendidik – untuk tidak mengatakan semuanya – sangat minim dalam mempersiapkan dan merencanakan pembelajaran sehingga peserta didiklah yang menjadi korbannya. Tentu hal ini sangat miris. Pentingnya perencanaan sebelum mengajar ini juga disampaikan KH. Achmad Chalwani dalam NU Online. Beliau mengutip kisah ulama besar yang sangat ‘alim, yakni KH. Dimyathi bin Abdullah bin Abdul Manan Dipomenggolo, Tremas, Pacitan terkait persiapan mengajar.

Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Epistemologi Bayani dalam Pendidikan Islam

Beliau itu, kata KH. Chalwani, suatu ketika habis bepergian tidak sempat muthala’ah (menelaah, membaca ulang) padahal beliau hendak mengajarkan Fathul Qarib, lalu turunlah ia dari mobil dan berkata kepada para santrinya, “Anak-anak ngajinya libur dulu ya, saya lupa tidak muthala’ah”. Sebegitu pentingnya muthala’ah atau mempersiapkan materi dulu, sehingga sampai-sampai KH. Dimyathi yang terkenal ‘alim meliburkan pengajiannya.

“Jangan sampai bagi seorang guru, besok mengajar, kok malamnya tidak muthala’ah, itu pasti yang ia ajarkan materi seadanya, jangan begitu ya, sebab yang jadi korban adalah anak didik kita”, begitu pesan KH. Achmad Chalwani. Orang sealim KH. Dimyathi saja beliau sangat berhati-hati dalam persoalan mempersiapkan materi yang hendak diajarkan. Semoga untaian kisah beliau dapat menjadi refleksi kita bersama sehingga dapat mempersiapkan diri dengan penuh perencanaan yang matang agar peserta didik dapat dengan mudah menangkap materi dan pesan yang disampaikan. Wallahu A’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

Metodologi Fatwa: Antara Kelenturan dan Ketegasan

0
Manusia hidup dan berkembang seiring perubahan zaman. Berbagai aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang teknologi, sosial, ekonomi, dan budaya terus berubah seiring berjalannya waktu....