BerandaTafsir TematikTafsir TarbawiTafsir Tarbawi: Tiga Zikir yang Harus Diamalkan oleh Pelajar

Tafsir Tarbawi: Tiga Zikir yang Harus Diamalkan oleh Pelajar

“Perumpamaan orang yang berzikir kepada Tuhannya dengan orang yang tidak berzikir kepada Tuhannya adalah seperti orang yang hidup dengan orang yang mati,” demikianlah sabda baginda Rasul saw. yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari. Bagi pelajar, mendawamkan zikir sama halnya memperkuat signal kepada Allah. Semakin kuat signal kepada Allah, semakin banyak kucuran nikmat yang Allah berikan kepadanya. Untuk memperkuat signal tersebut, wajib bagi pelajar untuk beristikamah dalam berzikir.

Artikel ini mengulas tiga amalan zikir yang harus didawamkan oleh pelajar sebagai penopang kemudahan belajar dan keberkahan ilmunya dengan melandaskannya pada ayat-ayat Alquran di bawah ini.

Selawat Kepada Nabi Muhammad saw.

Zikir pertama yang harus diistikamahkan pelajar adalah berselawat kepada kanjeng Nabi Muhammad saw.. Hal ini sebagaimana ditegaskan Allah Swt. dalam firman-Nya,

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (Q.S. al-Ahzab [33]: 56)

Ayat di atas menunjukkan bahwa sebelum Allah memerintahkan manusia untuk berselawat kepada Nabi Muhammad saw., Dia beserta malaikatnya lebih dulu berselawat kepada Nabi. Begitu istimewanya Rasul saw. sehingga Allah beserta malaikat memujinya sedemikian rupa. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa ayat dan perintah Allah ini sungguh unik. Tidak ada satupun perintah yang diperintahkan Allah, yang Maha Kuasa itu menyampaikan bahwa Dia pun melakukan, bahkan telah melakukan apa yang diperintahkannya itu — tidak ada satu yang demikian — kecuali selawat kepada Nabi Muhammad saw.

Karena itu, jikalau Allah beserta para malaikatnya saja berselawat, maka wajib bagi pelajar untuk mendawamkan selawat ini dalam rangka memunculkan keberkahan ilmunya dan kemudahan dalam proses belajar.

Baca juga: Tiga Lingkungan Belajar yang Harus Diperhatikan Oleh Pelajar

Selain itu, makna berselawat dari Allah Swt. berarti memberi rahmat, dari malaikat berarti memohonkan ampunan, dan dari orang-orang mukmin berarti berdoa agar diberi rahmat, seperti perkataan Allāhumma ṣalli ‘alā Muhammad. Dengan mengucapkan perkataan seperti Assalāmu ‘alaika ayyuhan-nabi yang berarti ‘’semoga keselamatan terlimpah kepadamu, wahai Nabi.”

Lebih lanjut, Kiai Said Aqil Siradj menegaskan bahwa umat Islam berselawat dan mendoakan Nabi Muhammad bukan berarti dia membutuhkan doa kita. Ketika kita selawat kepada Nabi, kita akan mendapatkan pahala dan manfaatnya akan kembali untuk kita sendiri.

Istighfar

Dzikir kedua adalah beristighfar (memohon ampun) kepada Allah Swt.. Tidak ada manusia di dunia ini yang bersih dari dosa. Apalagi sebagai pelajar. Rasa malas, pandangan mata yang liar melihat sesuatu yang diharamkan, dan setumpuk dosa tidak luput darinya. Karena itu, wajib baginya untuk beristighfar, memohon ampunan kepada Allah Swt. sebagaimana ditegaskan-Nya dalam Q.S. Alanfal [8]: 33.

وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَاَنْتَ فِيْهِمْۚ وَمَا كَانَ اللّٰهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ

“Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama engkau (Nabi Muhammad) berada di antara mereka dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama mereka memohon ampunan.’ (Q.S. al-Anfal [8]: 33)

Dalam Tafsir al-Misbah, Quraish Shibab memaparkan bahwa ayat ini seakan menegaskan kepada kita tentang dua faktor yang dapat menghindarkan jatuhnya siksa. Pertama, keberadaan Rasul saw. di tengah mereka (kaum musyrikin, ahli maksiat, dan semacamnya) dan kedua, istighfar memohon ampun. Rasul saw. bersabda: “Allah menurunkan untukku dua faktor rasa aman bagi umatku.”

Baca juga: Memanfaatkan Nikmat Umur di Dunia dengan Banyak Beristighfar

Lalu beliau membaca ayat di atas dan melanjutkan: “Kalau aku telah pergi (wafat) maka aku meninggalkan istighfar untuk mereka” (HR. at-Tirmidzi). Menurut Shihab, “keberadaan Rasul” dapat diperluas tafsirnya sehingga bukan saja dalam arti keberadaan fisik beliau/semasa hidup beliau, tetapi juga masih berlanjut hingga kini bagi yang berselawat dan menghayati serta mengamalkan ajaran Rasul saw.. Bukankah para syuhada, apalagi Rasul saw. hidup hingga kini? Bukankah disebutkan dalam satu riwayat bahwa “Siapa yang berselawat dan menyampaikan salam kepadaku maka Allah memperkenankan aku menjawab salamnya.”

Kedua, istighfar. Selama manusia masih memohon ampunan kepada Allah swt maka Allah tidak akan menurunkan siksa kepadanya. Ringkasnya, dalam konteks pelajar, selama orang itu masih beristighfar sekalipun dilanda kesusahan, maka Allah akan memberikannya jalan keluar. Bukankah janji Allah itu pasti, di dalam kesulitan Aku sertakan kemudahan. Seorang pelajar tidak perlu khawatir berlebihan ketika bekal dalam menuntut ilmu kian menipis, baik di sekolah, pesantren maupun perguruan tinggi. Beristighfarlah, Insya Allah akan dicukupi dan dibantu oleh-Nya.

Bertasbih

Zikir ketiga adalah bertasbih (memuji) kepada Allah Swt. Allah Swt. Berfirman:

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمٰوٰتُ السَّبْعُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهٖ وَلٰكِنْ لَّا تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْۗ اِنَّهٗ كَانَ حَلِيْمًا غَفُوْرًا

“Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya senantiasa bertasbih kepada Allah. Tidak ada sesuatu pun, kecuali senantiasa bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (Q.S. Alisra’ [17]: 44)

Ayat ini dipahami oleh Thabathaba’i dalam Tafsir al-Mizan sebagaimana dikutip Quraish Shihab, sebagai penyempurna argumentasi ayat yang lalu (lihat ayat 42-43) dan memiliki keterkaitan yang erat antara ayat ini dengan ayat yang lalu. Seakan-akan ayat yang lalu dan ayat ini menyatakan: Seandainya ada tuhan-tuhan bersama-Nya pastilah kekuasaan-Nya menjadi rebutan, tetapi kekuasaan di langit dan di bumi serta siapa yang berada di dalamnya, semuanya menyucikan-Nya dan menyaksikan bahwa tiada sekutu bagi-Nya karena kesemuanya tidak bermula dan tercipta kecuali oleh-Nya dan tidak berakhir kecuali kepada-Nya. Tidak juga dapat berlanjut wujudnya kecuali dengan sebab-Nya dan tidak pula sujud kecuali kepada-Nya. Dan dengan demikian tidak ada yang memiliki kekuasaan dan tidak ada pula yang wajar menyandangnya kecuali Allah swt. karena tiada tuhan selain Dia.

Baca juga: Tafsir Tarbawi: Tiga Jenjang Belajar dalam Menuntut Ilmu

Tasbih langit dan bumi dipahami oleh para ulama dalam arti majazi (makna kiasan), yakni dalam arti kepatuhannya mengikuti hukum-hukum Allah yang berlaku. Keserasian ciptaan Allah itu menunjukkan bahwa ciptaan Allah amat sempurna, jauh dari segala kekurangan dan bahwa Pencipta dan Penguasanya hanya Allah, tiada sekutu bagi-Nya.

Dengan demikian, jikalau ciptaan Allah yang ada di langit dan di bumi semuanya bertasbih (memuji) kepada Allah, maka sungguh manusia harus semakin bertasbih kepada-Nya. Bukankah Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi, bukankah pula seorang pelajar telah diberi kesempatan waktu dan kesehatan untuk dapat menuntut ilmu? Karena itu, Imam al-Suyuthi dalam Jami’ al-Ahadits, mengutip perkataan Sayyidina Ali yang ia dengar dari Nabi saw:

عن على: أنه سمع النبى – صلى الله عليه وسلم – يقول من سره أن ينسأ فى عمره وينصر على عدوه ويوسع عليه فى رزقه ويوقى ميتة السوء فليقل حين يمسى وحين يصبح ثلاث مرات

“Barang siapa yang ingin bahagia hidupnya, menang atas musuhnya, diperluas rezekinya, dan dicegah dari kematian yang buruk, hendaklah dia mengucapkannya tiga kali di waktu petang dan pagi hari,

سُبْحَانَ اللهُ مِلْءَ الْمِيْزَان وَمُنْتَهَى الْعِلْمِ وَمَبْلَغَ الرِّضَا وَزِنَةَ الْعَرْشِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مِلْءَ الْمِيْزَانِ وَمُنْتَهَى الْعِلْمِ وَمَبْلَغَ الرِّضَا وَزِنَةَ الْعَرْشِ وَاللهُ أَكْبَرُ مِلْءَ الْمِيْزَانِ وَمُنْتَهَى الْعِلْمِ وَمَبْلَغَ الرِّضَا وَزِنَةَ الْعَرْشِ (الديلمى، ونظام الدين المسعودى فى الأربعين)

“Maha suci Allah, sepenuh mizan (timbangan) dan sepanjang batas ilmu pengetahuan, serta sejumlah besar keridaan, dan seindah dekorasi hiasan ‘arsy. Tiada tuhan selain Allah, sepenuh mizan (timbangan) dan sepanjang batas ilmu pengetahuan, serta sejumlah besar keridaan, dan seindah dekorasi hiasan ‘arsy. Maha Besar Allah, sepenuh mizan (timbangan) dan sepanjang batas ilmu pengetahuan, serta sejumlah besar keridaan, dan seindah dekorasi hiasan ‘arsy”. (HR. al-Dailamy).

Sebagai penutup, Syekh al-Zarnuji dalam Ta’lim Muta’allim berpesan kepada pelajar agar senatiasa setiap waktu dan kesempatan digunakan untuk zikir. Mengingat Allah, dengan cara berdoa, mendekatkan diri kepada-Nya, berselawat kepada Nabi saw, istighfar, membaca tasbih, membaca Alquran, dan sedekah karena sedekah dapat menghindarkan dari bala’ (bahaya). Laki-laki dan perempuan yang banyak berzikir kepada Allah, maka Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (Q.S. Alahzab [33]: 35). Wallahu a’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...