BerandaKisah Al QuranThe Pharaoh Complex dalam Alquran: Sikap Autokrat Hingga Gangguan Psikis (2)

The Pharaoh Complex dalam Alquran: Sikap Autokrat Hingga Gangguan Psikis (2)

Pada bagian pertama telah dipaparkan tentang karakter negatif Firaun yang termaktub pada Q.S. Al-Baqarah [2]: 49 dan Q.S. Al- A’râf [7]: 141, yaitu tiadanya rasa empati kepada orang lain yang tidak lain adalah rakyatnya sendiri. Tiadanya rasa empati tersebut disebabkan gangguan sistem saraf sehingga mengakibatkan adanya praktik kekerasan dan dehumanisasi yang dapat membuat para pemimpin tidak peka.

Kompleksitas Firaun: Penolakan akan Tanda-tanda Ilahi dan Eksploitasi Kekuasaan

Bagian kedua dalam artikel ini akan mengulas tentang Kompleksitas Firaun (The Pharaoh Complex) yang berupa rasa congkak, sombong, penolakan Firaun akan tanda-tanda Ilahi, dan eksploitasi kekuasaan. Karakter ini disinggung dalam Q.S. Al- A’râf [7]: 103, yang berbunyi:

ثُمَّ بَعَثْنَا مِنْۢ بَعْدِهِمْ مُّوْسٰى بِاٰيٰتِنَآ اِلٰى فِرْعَوْنَ وَمَلَا۟ىِٕهٖ فَظَلَمُوْا بِهَاۚ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِيْنَ

Kemudian, Kami utus Musa setelah mereka dengan membawa tanda-tanda (kekuasaan) Kami kepada Fir‘aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Lalu, mereka mengingkarinya. Perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.

 dan Q.S. Yûnus [10]: 88 yaitu:

وَقَالَ مُوْسٰى رَبَّنَآ اِنَّكَ اٰتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلَاَهٗ زِيْنَةً وَّاَمْوَالًا فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۗ رَبَّنَا لِيُضِلُّوْا عَنْ سَبِيْلِكَۚ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلٰٓى اَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوْا حَتّٰى يَرَوُا الْعَذَابَ الْاَلِيْمَ

Musa berkata, ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberikan kepada Fir‘aun dan para pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan (yang banyak) dalam kehidupan dunia. Ya Tuhan kami, (akibat pemberian itu) mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka dan kunci matilah hati mereka sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat azab yang sangat pedih.”

Diceritakan dalam Q.S. Al-A’râf [7]: 103, Firaun dan rezimnya secara keliru menolak tanda-tanda ilahi, menunjukkan kecongkaan dan kesombongan yang mendalam dan penolakan untuk mengakui otoritas yang lebih tinggi. Hal ini lebih lanjut ditekankan dalam Q.S. Yûnus [10]: 88 di mana Musa menyoroti bagaimana Firaun dan para rezimnya menyalahgunakan kemegahan dan kekayaan mereka untuk menyesatkan orang-orang.

Penolakan akan Tanda-tanda Ketuhanan

Abû Hayyân al-Andalûsi memaklumkan bahwa Musa—demikian pula saudaranya, Harun—diutus oleh Allah kepada Bani Israil dengan dibekali tanda-tanda ilahiah (mu’jizât) yang luar biasa. Bahkan, Abû Hayyân menilai bahwa mu’jizât Musa adalah yang paling besar yang belum pernah dimiliki oleh nabi-nabi sebelumnya. Disebut demikian karena Musa diutus kepada umat manusia yang paling banyak melakukan praktik manipulasi, kriminal, protes, dan kebodohan; yaitu Yahudi. (al-Bahru al-Muhîth, jilid 10, 223)

Demikian selaras dengan keterangan Ahmad Mushthafâ al-Marâghî dalam tafsirnya, Tafsîr al-Marâghî, bahwa Musa diutus dengan membawa mukjizat kepada Firaun yang memiliki kekuasaan dan kekuatan yang besar dari para pengikut (atbâ’) dan rezimnya (mala’). Imbasnya adalah perilaku sombong, kufur, dan ingkar dari mereka, sampai berani menentang tanda-tanda kebesaran Allah serta berpaling dari keimanan. Karenanya, salah satu misi Musa adalah melenyapkan sihir dan para pelakunya dengan mukjizat. (Tafsîr al-Marâghî, jilid 09, 22-23)

Lebih lanjut, Buya Hamka menjelaskan bahwa Musa datang dengan membawa ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah, mukjizat yang akan “melawan” kekuatan dan kekuasaan rezim Firaun. Tetapi apa yang terjadi? Penggalan ayat fadhalamû bihâ memperlihatkan akan penentangan dan penolakan rezim Firaun terhadap tanda-tanda kekuasaan tersebut. Mereka tidak ingin tunduk dan tetap bersikeras pada kekuasaan mereka. (Tafsir al-Azhar, jilid 04, 2465)

Baca juga: The Pharaoh Complex dalam Alquran: Sikap Autokrat Hingga Gangguan Psikis (1)

Kesombongan ini, terang V.A. Mohamad Ashrof, dapat dikaitkan dengan fenomena psikologis yang dikenal sebagai efek Dunning-Kruger, di mana individu dengan pengetahuan atau kompetensi terbatas melebih-lebihkan kemampuan mereka sendiri. Persepsi diri Firaun sebagai otoritas yang tidak perlu dipertanyakan lagi menyebabkan disonansi kognitif (cognitive dissonance) ketika dihadapkan dengan tanda-tanda ilahi, yang menyebabkannya menggandakan perilaku opresinya. (Unskilled and Unaware of it: How Difficulties in Recognizing One’s Own Incompetence Lead to Inflated Self-Assessments. Journal of Personality and Social Psychology, 77 (6), 1132)

Pengabaian Firaun terhadap Musa dan tanda-tanda ilahi merupakan contoh klasik dari kesombongan otoriter. Penyangkalan terhadap otoritas eksternal (di luar kekuasaannya) dan kepercayaan pada kesempurnaan dirinya sendiri.

Eksploitasi Kekuasaan

Q.S. Yûnus [10]: 88 menyoroti permohonan Musa kepada Allah untuk menghentikan tirani yang dilakukan oleh Firaun dan para pengikutnya. Secara khusus, ia menunjukkan bagaimana mereka menyalahgunakan kekuasaan dan kekayaan mereka—yang seharusnya menjadi amanah—untuk menindas rakyatnya, serta membelokkan mereka dari ajaran Allah.

Baca juga: Menelusuri Aspek Historis Firaun dalam Alquran

Dalam hal ini, al-Marâghî kian menegaskan bahwa permohonan Musa kepada Allah merupakan sebentuk “sikap amarahnya” atas kelakuan Firaun serta pengikut-pengikutnya. Mereka bersikap demikian sebab mereka telah melampaui batas, dengan tidak mempergunakan harta kekayaan untuk rakyat. Karenanya, Musa lebih memilih membawa keluar Bani Israil yang tertindas dari Mesir, dan mengajak mereka yang ingin ikut akan mengimani satu Tuhan, Tuhan Musa dan Harun, yaitu Allah. (Tafsîr al-Marâghî, jilid 11, 147-148)

Demikian, terang Al-Marâghî, sikap sombong, congkak, angkuh, dan melampaui batas merupakan sunnatullah yang disebabkan oleh bergelimangnya harta. Imbasnya, meminjam istilah Karl Max, adalah kaum borjuis (arbâb) mempergunakan kaum proletar (riqâb al-nâs) sebagai budak dan tawanan mereka. (Tafsîr al-Marâghî, jilid 11, 147-148)

Dari pada hal tersebut, ditegaskan dalam Q.S. Al-Qashash [20]: 4 yang mendeskripsikan bagaimana Allah menyoroti sikap Firaun yang melampaui batas. Dalam firmannya, Allah menyebut bahwa “Sesungguhnya Firaun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah. Dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil). Dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuannya. Sesungguhnya dia (Firʻaun) termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.

Baca juga: Meski di Bawah Pimpinan Firaun, Allah Tak Perintahkan Nabi Musa Untuk Berontak

Dalam Q.S. Al-Qashash [20]: 4, Firaun digambarkan sebagai seseorang yang meninggikan dirinya di bumi dan membagi rakyatnya menjadi beberapa kelas dan menindas beberapa golongan tertentu dari Bani Israil. Strategi ini merupakan ciri khas autokrasi yang bertujuan untuk melemahkan perlawanan kolektif dan memastikan dominasi absolut. Demikian, Firaun berupaya memanipulasi agama untuk melayani tujuannya sendiri, menuduh Musa menggunakan sihir untuk melemahkan dewa-dewa yang telah ada

Oleh karenanya, kemuliaan dan kekayaan yang Firaun dan rezimnya miliki digunakan sebagai sarana untuk memperkuat dominasi politik dan ideologis mereka, menciptakan rasa kebenaran yang salah mengenai kekuasaan mereka. Musa menyadari bahwa ini bukan sekadar bentuk ketidakadilan sosial, tetapi juga bentuk penindasan religius yang terstimulasi secara spiritual yang merusak iman rakyat, dan dengan demikian ia berdoa agar Allah sepenuhnya menghilangkan pengaruh merugikan mereka.

Moh. Saiful Huda
Moh. Saiful Huda
Santri di Pondok Pesantren Annuqayah Latee dan Sarjana Ilmu Al-Quran dan Tafsir Universitas Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

The Pharaoh Complex dalam Al-Qur’an: Sikap Autokrat Hingga Gangguan Psikis Seorang Pemimpin

The Pharaoh Complex dalam Alquran: Sikap Autokrat Hingga Gangguan Psikis (3-Selesai)

0
Q.S. Al-A’râf : 123-124, Q.S. Thâhâ : 71, dan Q.S. Asy-Syu’arâ` : 49 merupakan serangkaian narasi Alquran yang membicarakan terkait penindasan dan ketidakadilan yang...