Pencetakan al-Quran menjadi hal yang sangat jarang disinggung daripada tema-tema kesejarahan al-Quran yang lain. Bahasan tentang sejarah al-Quran lebih sering berhenti pada tahap penyalinan, penyeragaman bacaan al-Quran dan penggandaan al-Quran di masa Usman. Padahal pencetakan al-Quran itu memiliki andil yang tidak kalah penting dalam episode perjalanan al-Quran hingga sekarang. Berikut sekilas ulasan mengenai sejarah pencetakan al-Quran yang kami kutip dari buku Hamam Faizin, Sejarah Pencetakan al-Quran.
Pencetakan Al-Quran Awal
Al-Quran dengan berbahasa Arab lengkap pertama kali dicetak di Venice, Italia sekitar tahun 1537-1538 dengan the moveable type. (jenis mesin cetak yang ditemukan oleh Johannes Gutenberg w. 1468 sekitar 1440 di Mainz, Jerman) oleh Paganino dan Alessandro Paganini (ayah dan anak, keduanya adalah ahli pencetakan dan penerbitan, namun belum diketahui tahun meninggalnya).
Al-Quran Cetakan Hamburg
Pencetakan al-Qur’an berikutnya adalah pada tahun 1694 di Hamburg oleh Abraham Hinckelmann (1652-1695), seorang Kepala Pastur yang mendapat pendidikan istimewa di Oriental Studies di Wittenberg dari 1668-1672. Pendidikan ini yang membawanya pada kegiatan mengumpulkan manuskrip-manuskrip al-Qur’an hingga kemudian berhasil menerbitkan teks al-Qur’an dengan judul Alcoranus s. Lex Islamitica Muhammadis, filii Abdallae pseudoprophetae. Cetakan ini tidak menyertakan terjemahan, hanya dilengkapi kata pengantar berbahasa Latin. Cetakan ini merupakan cetakan al-Qur’an pertama yang dilengkapi dengan tanda baca, tanda huruf dan penomoran ayat.
Pencetakan ini diikuti oleh pendeta Ludovico Maracci empat tahun kemudian (1698) di Padua dengan diberi judul Alcorani Textus Universus. Cetakan edisi ini dilengkapi dengan terjemahan bahasa Latin dan komentar-komentar Maracci yang berisi penolakannya terhadap Islam. Pada tahun 1721, terjemahan latin versi Marracci ini diterbitkan lagi dalam edisi yang lebih kecil (handy Octavo edition) oleh ahli teolog Protestan, Christian Reineccius di Leipzig.Baca Juga: Tradisi Mendengar Lantunan Bacaan Al-Quran dari Orang Lain
Al-Quran Cetakan St. Petersburg
Lama berselang, pada tahun 1787 baru muncul lagi cetakan al-Qur’an di St. Petersburg di bawah instruksi Ratu Rusia, Tsarina Catherine II (w. 1796). Pencetakan ini dalam rangka sikap toleransi keagamaan Ratu Tsarina pada keturunan Muslim Turki agar mudah mengakses kitab suci mereka, karena pada masa ini Rusia yang menguasai sejumlah wilayah Turki setelah terjadinya perang Rusia-Turki (1768-1774). Al-Quran cetakan ini di-tahqiq oleh sarjana-sarjana Islam dan disertai kutipan-kutipan keterangan dari kitab tafsir. Kemudian edisi ini dicetak lagi pada tahun 1789, 1790, 1793, 1796 dan 1798. Pada tahun 1905 al-Qur’an dicetak lagi di sini dengan format yang lebih bagus, menggunakan khat Kufi (dikatakan hampir mirip dengan al-Qur’an yang dimiliki khalifah Usman) untuk dipresentasikan pada para pejabat.
Tidak hanya itu, sebagai jaminan, pada tahun 1786/1787 di St. Petersbug didirikan seni cetak Tatar dan Turki dan sebagai penanggung jawabnya, ditunjuklah Sarjana domestik, Mullah Osman Ismail. Salah satu produk yang pertama kali dicetak adalah al-Qur’an.
Al-Qur’an Cetakan Maula Ottoman/Usmani
Kebijakan Ratu Chaterine II menunjuk Mullah Osman Ismail sebagai penanggung jawab percetakan merupakan benih awal pencetakan al-Qur’an yang ditangani oleh umat Islam sendiri. Sebelumnya, kekaisaran Ottoman melarang orang-orang Islam untuk mencetak al-Qur’an hingga tahun 1726 ketika percetakan resmi didirikan.pada tahun 1726. Kekaisaran Ottoman sendiri baru mencetak al-Qur’an pada pertengahan kedua abad ke-19 di Mesir dan Istanbul bersamaan dengan pencetakan al-Qur’an di India. Pada masa ini juga mulai dicetak beberapa kitab tafsir seperti al-Baydawi dan al-Jalalyn. Cetakan ini sudah mulai dibuat untuk mengaji dan tidak hanya dibuat manuskrip.
Al-Qur’an Cetakan Leipzig
Leipzig juga mencatatkan namanya dalam perjalanan pencetakan al-Qur’an. tepatnya pada tahun 1834, al-Qur’an dicetak dan diterjemahkan oleh orientalis Jerman, Gustav Flugel (1802-1870) dengan judul Corani texn Arabicus. Tahun ini merupakan peristiwa penting dalam kajian Islam di Eropa, karena edisi Flugel ini dianggap yang paling baik dari sebelum-sebelumnya, cetakan ini pun kemudian banyak dijadikan rujukan oleh sarjana-sarjana Barat hinga abad 20. Selain itu, cetakan ini juga banyak yang sudah menyebar secara luas di dunia Islam setelah Perang Dunia I, meski orang-orang Islam menilai adanya ketidak sesuaian dengan al-Qur’an yang digunakan umat Islam pada umumnya, terutama pada penomoran surat. Edisi ini dicetak lagi pada tahun 1841, 1855, 1867, 1870, 1881 dan 1893. Beberapa tahun kemudian, Flugel juga menerbitkan concordance of the Qur’an (indeks al-Qur’an) yang merupakan kontribusi yang sangat besar bagi kajian keislaman.
Al-Qur’an Cetakan Mesir
Pencetakan al-Qur’an di Mesir dilaksanakan pada tahun 1923 dan diterbitkan pada 10 Juli 1924 M. (7 Dzul Hijjah 1342 H.) di Kairo. Cetakan Mesir ini merupakan agenda dari pemerintahan yang kemudian menunjuk Muhammad b. ‘Ali al-Husayni al-Haddad sebagai ketua panitia. Edisi ini dicetak lagi kemudian pada tahun 1936 yang populer dengan edisi Faruq yang ketika itu menjadi Raja. Pencetakan ini juga difokuskan pada keseragaman qira’at, yaitu Hafsh yang diriwayatkan dari ‘Ashim. Edisi ini kemudian menyebar luas di dunia Islam dan sedikit demi sedikit menggantikan edisi Flugel di kalangan akademisi. Adapun Arab Saudi mulai mencetak al-Qur’an pada tahun 1970-an. Hasil cetakannya kemudian disebar luaskan ke seluruh dunia. Cetakan Mesir dan Arab Saudi ini telah berhasil melakukan standarisasi final bagi al-Qur’an.Baca Juga: Pengumpulan Al-Quran dan Kisah Diskusi Alot Abu Bakar, Umar bin Khattab
Al-Qur’an Cetakan Indonesia
Di Nusantara, mushaf al-Qur’an cetakan tertua berasal dari Palembang, yaitu produk cetak batu Haji Muhammad Azhari bin Kemas Haji Abdullah yang selesai dicetak pada 21 Ramadlan 1264 H. (21 Agustus 1848 M.). cetakan ini sekaligus menjadi cetakan al-Qur’an tertua di Asia Tenggara. Tinggalan yang sampai saat ini hanya ada pada koleksi Abd Azim Amin. Azhari juga memproduksi cetakan al-Qur’an lagi enam tahun kemudian (1270/1854) yang sekarang dimungkinkan ada dalam koleksi Perpustakaan Nasional RI.
Ada juga yang mengatakan bahwa yang mencetak adalah Ibrahim bin Husain di toko percetakan milik Muhammad Azhari di Palembang. Versi lain mengatakan berbeda, pencetakan al-Qur’an di Indonesia dimulai sekitar tahun 1950 oleh penerbit Salim Nabhan dari Surabaya (berdiri pada tahun 1904) dan Afif dari Cirebon. Sebelum mencetak al-Qur’an penerbit Salim adalah pemasok buku-buku berbahasa Arab
Rekaman perjalanan pencetakan al-Qur’an di atas menunjukkan bahwa penyebaran al-Qur’an di masa itu sudah semakin luas dan persinggungannya dengan banyak orang dan budaya, tidak hanya Islam, juga semakin intens. Sungguh perjalanan yang tidak sederhana.