BerandaTafsir TematikTiga Cara Kerja Allah dalam Mengatur Kehidupan

Tiga Cara Kerja Allah dalam Mengatur Kehidupan

Manusia sering terjebak dalam pola pikir sebab-akibat yang terbatas. Ketika jalan keluar tidak tampak, muncul rasa putus asa, bahkan menyalahkan takdir. Padahal, cara kerja Allah Swt. dalam mengatur kehidupan tidak selalu sejalan dengan logika manusia. Dalam banyak kasus, Allah Swt. mengatur kehidupan melalui cara-cara yang tak terduga dan melampaui nalar. Memahami cara kerja Allah Swt. berarti membuka diri terhadap kemungkinan yang tidak selalu bisa dijelaskan secara rasional. Justru saat semua terlihat buntu, di situlah cara kerja Allah Swt. dalam mengatur kehidupan sering mulai terlihat dengan jelas.

Dalam hal ini, setidaknya terdapat tiga cara kerja Allah Swt. dalam mengatur kehidupan yang patut dipahami, yaitu; melalui sebab, tanpa sebab, dan melawan sebab. Ketiga cara tersebut menunjukkan bahwa logika manusia bukan satu-satunya ukuran dalam membaca kehendak-Nya. Beberapa bentuk cara kerja Allah Swt. telah dipaparkan dalam Alquran, baik secara eksplisit maupun melalui kisah-kisah teladan yang penuh pelajaran.

Melalui Sebab

Allah Swt. mengatur kehidupan melalui hukum sebab-akibat yang bisa dipahami manusia. Usaha membuahkan hasil, kerja keras membuka jalan, dan doa menjadi penggerak perubahan. Dalam pola ini, Allah Swt. membungkus kuasa-Nya melalui proses-proses duniawi yang rasional dan terukur. Ini merupakan bentuk yang paling umum dari cara kerja-Nya. Contoh nyatanya, ketika seseorang bekerja untuk mencari nafkah, maka Allah memberikan rezeki sesuai dengan ketetapan-Nya. Hal ini telah dijelaskan dalam Alquran, salah satunya dalam surah al-Mulk ayat 15:

هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلْأَرْضَ ذَلُولًا فَٱمْشُوا۟ فِى مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا۟ مِن رِّزْقِهِۦ ۖ وَإِلَيْهِ ٱلنُّشُورُ

Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjuru-Nya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya kamu dibangkitkan.

Baca juga: Bolehkah Seorang Muslim Overthinking?

Dalam Tafsir Al-Misbah (jilid 14/356) dijelaskan bahwa Allah Swt. menegaskan sekali lagi tentang kuasa-Nya sekaligus lemah lembut-Nya dalam pengaturan makhluk termasuk manusia, agar mereka mensyukuri nikmat-Nya. Dari firman-Nya dapat dipahami, Dialah sendiri yang menjadikan untuk kenyamanan hidup bumi sehingga seseorang menjadi mudah sekali untuk melakukan aneka aktivitas baik berjalan, bertani, berniaga dan lain-lain.

Ayat di atas secara kuat mendukung prinsip bahwa “Allah bekerja melalui sebab.” Allah menyediakan berbagai sebab seperti bumi, potensi dan rezeki yang melimpah sebagai sarana bagi manusia untuk hidup dan berusaha. Manusia kemudian diperintahkan untuk berikhtiar, menjalankan berbagai aktivitas. Namun, hasil akhir dari usaha tersebut tetap berada dalam kekuasaan Allah.

Tanpa Sebab

Terkadang, pertolongan Allah Swt. datang begitu saja. Tanpa ada usaha besar, tanpa alasan yang jelas, tapi hasilnya nyata. Inilah murni rahmat dan kehendak Allah Swt. Contohnya dapat dilihat dari kisah Maryam salamun’alaiha. Ia berada dalam ruang khusus untuk beribadah, tak keluar, tak mencari, tetapi Allah Swt. tetap menyediakan makanan di sisinya. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam surah Ali ‘Imran ayat 37:

…كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا ٱلْمِحْرَابَ وَجَدَ عِندَهَا رِزْقًا ۖ قَالَ يَٰمَرْيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَا ۖ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ يَرْزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

…Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata: ‘Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?’ Maryam menjawab: ‘Makanan itu dari sisi Allah.’ Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.

Baca juga: Tawakal dan Rezeki: Menyeimbangkan Kepasrahan dan Usaha

Quraish Shihab menjelaskan bahwa percakapan antara Nabi Zakariya dan Maryam dalam ayat tersebut menunjukkan hubungan yang sangat akrab antara Allah Swt. dan Maryam, ada rahasia di balik anugerah yang dilimpahkan pada Maryam, yang tidak perlu diketahui orang, sebagaimana dapat dipahami dari pernyataan Maryam bahwa “Makanan itu dari sisi Allah” dan tidak menjelaskan bagaimana beliau memperolehnya. Memang tidak semua pengalaman ruhani dapat diceritakan kepada orang lain, karena kata-kata sering kali tidak mampu mewadahi pengalaman ruhani itu, bahkan memunculkan sebuah kerancuan dalam pemahaman (Tafsir Al-Misbah, Jilid 2/83)

Melawan Sebab

Inilah yang paling mengejutkan, saat semua tanda menunjukkan kegagalan, justru Allah Swt. hadirkan kemenangan. Ketika logika berkata “tidak mungkin”, Allah Swt. membuktikan sebaliknya. Cara kerja ini melampaui nalar manusia dan hanya bisa dipahami dengan iman. Salah satu contohnya ialah ketika Nabi Ibrahim alaihissalam tidak terbakar oleh api, dijelaskan dalam surah al-Anbiya’ ayat 69 yang berbunyi:

قُلْنَا يَٰنَارُ كُونِى بَرْدًا وَسَلَٰمًا عَلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ

Kami berfirman, Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.

Menurut Quraish Shihab, perintah Allah kepada api agar menjadi dingin dan keselamatan bagi Nabi Ibrahim dinamakan amr takwiniy (perintah perwujudan). Dengan demikian, Allah mencabut potensi panas dan pembakaran dari api, menjadikannya dingin tetapi tidak melampaui batas, maka perintah menjadi dingin itu disertai dengan perintah keselamatan sehingga tidak membahayakan Nabi Ibrahim.

Memang pembahasan aqliyah menyangkut peristiwa-peristiwa alam yang biasa terjadi dapat dijangkau manusia melalui pengetahuannya terkait hukum sebab–akibat, serta pengalaman keseharian yang terjadi berkali-kali kapan dan di mana pun. Adapun peristiwa luar biasa yang hanya terjadi sekali dan tidak dapat diketahui hakikatnya oleh manusia, maka tidak ada tempat untuk pembahasan aqliyah menyangkut hal itu. (Tafsir Al-Misbah, Jilid 8/476-477)

Penutup

Memahami cara kerja Allah Swt. dalam mengatur kehidupan bukan hanya memperkaya keimanan, tetapi juga membentuk cara pandang yang lebih lapang dan bijaksana. Ketika segala usaha tampak buntu, ketika logika tak mampu menjelaskan keadaan, di situlah ruang keimanan diuji dan keyakinan pada cara kerja-Nya menjadi cahaya penuntun. Sebab, pada akhirnya, hidup bukan hanya tentang apa yang tampak, tetapi juga tentang siapa yang mengatur segala sesuatu.

Aulia Amalia
Aulia Amalia
Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Proklamasi Tauhid: La Ilaha illa Allah sebagai Pernyataan Kemerdekaan Personal

0
Bagi seorang muslim, proklamasi kemerdekaan yang paling hakiki bukanlah yang diperingati setahun sekali, melainkan yang diikrarkan setiap hari. Inilah Proklamasi Tauhid, suatu pernyataan kemerdekaan...