BerandaTafsir TematikTips dari Alquran agar Doa Terkabul

Tips dari Alquran agar Doa Terkabul

Doa merupakan salah satu bentuk komunikasi terindah bagi seorang hamba dengan Allah sebagai Tuhannya. Dalam Alquran, Allah secara jelas memerintah hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, sekaligus memberi kepastian akan dikabulkannya doa-doa tersebut;

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ

Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (apa yang kamu harapkan.” (Q.S. Ghafir: 60).

Akan tetapi, banyak di antara kita yang masih merasa doanya tak kunjung dikabulkan oleh Allah. Oleh karena itu, Allah memberikan solusi bagi kita yang merasa doanya belum juga diijabah. Allah menjelaskan dalam Alquran kiat-kiat supaya doa terkabul. Di antara kiat-kiat doa terkabul tersebut, banyak yang Allah sajikan melalui kisah-kisah suri teladan para utusan-Nya. Dalam surah al-Anbiya sendiri ada tiga ayat yang menjelaskan kisah tersebut:

  1. Q.S. Al-Anbiya ayat 83-84

وَاَيُّوْبَ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗٓ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَاَنْتَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ ۚ فَاسْتَجَبْنَا لَهٗ فَكَشَفْنَا مَا بِهٖ مِنْ ضُرٍّ وَّاٰتَيْنٰهُ اَهْلَهٗ وَمِثْلَهُمْ مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنْ عِنْدِنَا وَذِكْرٰى لِلْعٰبِدِيْنَ ۚ

(Ingatlah) Ayyub ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku,) sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.”

Maka, Kami mengabulkan (doa)-nya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya, Kami mengembalikan keluarganya kepadanya, dan (Kami melipatgandakan jumlah mereka) sebagai suatu rahmat dari Kami dan pengingat bagi semua yang menyembah (Kami).

Nabi Ayyub a.s. sebelum ditimpa ujian oleh Allah, merupakan seorang yang kaya raya dan baik hati. Beliau gemar berderma kepada orang miskin, menyantuni anak yatim, dan memuliakan tamu, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah. Diceritakan dalam Tafsir Al-Qurthubi, singkatnya pada suatu hari, beliau bersama kaumnya berdakwah kepada suatu kaum yang keras dan kolot. Namun, kaum tersebut memiliki hasil bumi yang bagus. Hal ini membuat Nabi Ayyub menyisipkan niat lain dalam dakwahnya, hingga berdakwah menggunakan kata-kata yang lebih lembut dan sopan untuk meraih simpati mereka.

Baca juga: Agar Doa Cepat Terkabul? Makanlah yang Halal

Akibat pebuatannya, Allah pun segera memberi teguran kepada Nabi Ayyub. Teguran yang Allah berikan juga sangat dahsyat. Dimulai dari hartanya yang lama kelamaan mulai habis. Kemudian, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Ibnu ‘Asyur, beliau juga kehilangan tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuannya dalam sehari. Meskipun demikian, Nabi Ayyub tetap sabar dan menerimanya dengan ikhlas. Allah juga menguji beliau dengan memberinya sakit yang parah (semacam penyakit kusta), yang membuat kulit di tubuhnya terkelupas dan berulat karena membusuk. Bahkan karena sakitnya ini, Nabi Ayyub diasingkan dan diusir oleh penduduk setempat, hanya istrinya saja yang masih setia menemaninya.

Semua ujian tersebut dilalui oleh Nabi Ayyub dengan sabar, tenang, dan selalu berserah diri kepada Allah. Setiap hari, Nabi Ayyub berdoa kepada Allah dengan sepenuh hati, diikuti dengan pengakuan dosa beliau. Beliau berharap agar Allah berkenan mengampuni dosanya dan mengangkat cobaannya. Terkadang Nabi Ayyub juga berbagi cerita kepada para sahabatnya, dengan tetap mengagungkan kebesaran Allah tanpa pernah berburuk sangka kepada-Nya. Berkat kesabaran dan kegigihannya tersebut, Allah mengabulkan doanya dan mengembalikan lagi kejayaannya. Allah sembuhkan penyakitnya. Allah memberinya lagi harta yang bahkan lebih banyak dari sebelumnya. Istrinya juga kemudian mengandung dan melahirkan sejumlah anak.

  1. Q.S. Al-Anbiya ayat 87-88

وَذَا النُّوْنِ اِذْ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادٰى فِى الظُّلُمٰتِ اَنْ لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ  فَاسْتَجَبْنَا لَهٗۙ وَنَجَّيْنٰهُ مِنَ الْغَمِّۗ وَكَذٰلِكَ نُـْۨجِى الْمُؤْمِنِيْنَ

(Ingatlah pula) Zun Nun (Yunus) ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya. Maka, dia berdoa dalam kegelapan yang berlapis-lapis, “Tidak ada tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.”

Kami lalu mengabulkan (doa)-nya dan Kami menyelamatkannya dari kedukaan. Demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang mukmin.

Dalam kegelapan laut pada waktu malam hari, di dalam perut ikan yang juga gelap gulita, Nabi Yunus a.s. dengan setulus hati berdoa kepada Allah sambil mengakui segala kesalahan yang telah ia lakukan. Ia mohon ampun dan pertolongan kepada Allah, sambil senantiasa memuji dan mensucikan-Nya. Allah pun mengabulkan doanya dan menyelamatkannya dari dalam kegelapan perut ikan.

Baca juga: Tafsir Surah An-Nahl Ayat 97: Tips Meraih Hidup Bahagia

Ada banyak riwayat dalam literatur tafsir yang menyebutkan kisah asal muasal Nabi Yunus berada di dalam perut ikan, seperti dalam Tafsir Ibnu Katsir, Al-Qurtubi, Al-Thabari, dan sebagainya. Salah satu riwayat menyebutkan, Nabi Yunus pergi ke laut lalu berujung masuk ke dalam perut ikan setelah marah kepada kaumnya. Nabi Yunus marah karena kaumnya tidak kunjung beriman kepada Allah. Kemarahannya ini tentu karena beliau menginginkan kaumnya agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Akan tetapi, mereka tetap ingkar dan durhaka kepada Allah. Ia mengira dengan kepergiannya, Allah akan mengutus nabi lain untuk menggantikannya dalam berdakwah. Padahal, di situlah letak ujian yang harus dihadapi oleh nabi dan rasul dalam berdakwah menyerukan agama Allah.

  1. Q.S. Al-Anbiya ayat 89-90

وَزَكَرِيَّآ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗ رَبِّ لَا تَذَرْنِيْ فَرْدًا وَّاَنْتَ خَيْرُ الْوٰرِثِيْنَ ۚ  فَاسْتَجَبْنَا لَهٗ ۖوَوَهَبْنَا لَهٗ يَحْيٰى وَاَصْلَحْنَا لَهٗ زَوْجَهٗۗ

 (Ingatlah) Zakaria ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan), sedang Engkau adalah sebaik-baik pewaris. Maka, Kami mengabulkan (doa)-nya, menganugerahkan Yahya kepadanya, dan menjadikan istrinya (dapat mengandung).

Imam Al-Razi mengutip riwayat Ibnu Abbas dalam tafsirnya. Beliau menjelaskan bahwa Nabi Zakaria memohon kepada Allah agar diberi anak atau keturunan. Padahal pada saat itu Nabi Zakaria berusia 100 tahun, sedangkan istrinya berusia 99 tahun. Namun, mereka merasa kesepian dan ingin memiliki keturunan yang kelak bisa menggantikan dan melanjutkan perjuangan dakwahnya. Mereka pun mengadu kepada Allah dan memohon kepada-Nya dengan segala kerendahan hati.

Baca juga: Tips Mendapat Malam Lailatulqadar ala Quraish Shihab

Walaupun tetap berdoa dengan tulus, Nabi Zakaria juga tetap yakin dan percaya pada segala ketetapan Allah. Jikalau Allah tidak menganugerahi keturunan kepadanya, ia ikhlas dan tidak berkecil hati karena Allah akan tetap memelihara agamanya dan memilih orang yang paling tepat untuk menggantikannya. Karena kesungguhan dan amal salehnya ini, Allah kabulkan doanya dan mengaruniakannya seorang putra yang kemudian diberi nama Yahya.

Pada akhirnya, inti dari ketiga ayat ini tercantum di potongan terakhir ayat ke-90 yang berbunyi:

اِنَّهُمْ كَانُوْا يُسٰرِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَّرَهَبًاۗ وَكَانُوْا لَنَا خٰشِعِيْنَ

Sesungguhnya mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.

Menurut Ibnu ‘Asyur, kata ganti “hum” pada lafaz innahum merujuk kepada para nabi yang telah disebutkan di ayat-ayat sebelumnya. Namun, menurut Imam Al-Thabari, kata ganti tersebut justru merujuk kepada Nabi Zakaria, istri, dan anaknya (Nabi Yahya), karena konteks ayat 90 ini menurut beliau masih berkisah tentang Nabi Zakaria yang mengharapkan diberikan keturunan oleh Allah.

Baca juga: Ini Dia Enam Tips Memperlancar Rezeki Menurut Alquran

Terlepas dari perbedaan tersebut, baik Nabi Zakaria, Nabi Ayyub, maupun Nabi Yunus, adalah para kekasih Allah yang selalu bersegera dalam bertakwa, mendekatkan diri kepada Allah dan berbuat macam-macam kebajikan. Walaupun mereka adalah utusan Allah, tetapi ketika berdoa memohon sesuatu kepada Allah, mereka melakukannya dengan segala kerendahan hati dan merendahkan diri kepada-Nya (tadharru’), sambil mengharap ampunan Allah dan takut pada murka maupun siksa-Nya. Mereka juga selalu khusyuk, tawadu kepada-Nya, tidak pernah sombong dan takabur, apalagi sampai mengingkari karunia Allah. Hal inilah yang membuat doa-doa mereka terdengar dan dikabulkan oleh Allah.

Semoga kita bisa meneladani kisah-kisah para nabi Allah dan selalu berusaha menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Para nabi yang mulia memang utusan-utusan Allah, tetapi mereka juga masih manusia ciptaan Allah. Hal-hal manusiawi dan bersifat kebajikan yang mereka lakukan, tentunya dapat pula kita teladani dan ikuti. Wallahu a’lam bisshowab.

Azkiyatuttahiyah
Azkiyatuttahiyah
Alumni Ma’had Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences Indonesia dan Magister Ilmu Al-Qur’an & Tafsir Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Akad Ju’alah dan Legalitasnya dalam Alquran dan Hadis

0
Dinamika kehidupan manusia meniscayakan meningkatnya kebutuhan terdadap materi, baik berupa barang maupun jasa. Dari sini, manusia sering melakukan transaksi untuk memperjual berikan barang dan...