Kurikulum merupakan jantung dari suatu instansi pendidikan, baik di pendidikan umum maupun keagamaan seperti pesantren. Kurikulum pesantren menjadi perhatian serius oleh para kiai dan pengemban kebijakan agar apa yang diajarkan dan yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan syariat serta kebutuhan umat. Salah satu bidang keilmuan yang diajarkan adalah ‘ulumul Qur’an, suatu perangkat untuk memahami kandungan Alquran. Dalam tulisan ini akan diuraikan ‘ulumul Qur’an dalam tinjauan kurikulum pesantren dulu dan kini.
Gus Dur dalam buku Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren menyebut bahwa kurikulum dalam pesantren bertujuan untuk mencapai standar minimal bagi lulusannya di bidang keagamaan. Baginya, kurikulum pesantren hanya mengantarkan pada ilmu dasar belaka. Maka, seseorang perlu melakukan pendalaman lebih lanjut untuk bisa disebut sebagai ‘alim-‘ulama atau kiai. Gus Dur juga menekankan pentingnya perjenjangan atau graduasi dalam pengajaran di pesantren. Sehingga santri akan dikelompokkan mana yang masuk kategori dasar, menengah pertama dan menengah atas.
Baca Juga: Pentingnya Mencatat Sejarah Ulumul Quran Pesantren
Kurikulum ‘Ulumul Qur’an Pesantren Dulu
Catatan mengenai kurikulum ‘ulumul Qur’an terdahulu ada dalam buku Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat. Ia menyebut bahwa kurikulum ‘ulumul Qur’an muncul belakangan setelah kurikulum tafsir berjalan.
Ia menunjukkan bahwa di tahun 1886-an Van den Berg hanya mencatat kurikulum tafsirnya saja, tanpa ‘ulumul Qur’an. Sementara Martin baru saja menulis di tahun 1990-an dan mencatat ada 2 kitab ‘ulumul Qur’an yang digunakan yakni Itmam ad-Dirayah li Qurra’ an-Niqayah dan al-Itqan fî ulûm al-Qur’an. Kedua kitab ini merupakan kitab yang sama-sama ditulis oleh Jalaluddin As-Suyuthi, ulama dan penulis abad pertengahan yang produktif.
Apa yang ditemukan oleh Martin van Bruinessen sebenarnya hanyalah sampel dari beberapa pesantren saja. Tetapi, dalam pelacakan saya di pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang di tahun 2023, salah satu pengajar menyebut bahwa pada tahun 1980-an sudah menggunakan Manzhumah at-Tafsir Az-Zamzami sebagai bagian kurikulum. Kitab yang digunakan ini tidak tercatat dalam pelacakan Martin van Bruinessen.
Baca Juga: Az-Zamzami, Sastrawan Abad Pertengahan yang Berperan Penting dalam Ulumul Quran
Sementara pengajar pesantren Tambakberas yang memberikan informasi secara lisan kepada saya adalah KH. Abdul Rohim penulis syarah Manzhumah at-Tafsir Az-Zamzami,. Ia menceritakan bahwa saat ia menyantri sudah mendapatkan kurikulum Manzhumah at-Tafsir Az-Zamzami.
Kurikulum ‘Ulumul Qur’an Pesantren Kini
Di era saat ini, kebijakan terkait kurikulum ‘ulumul Qur’an di pesantren telah ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, terutama dalam konteks pendidikan diniyah formal. Dalam kebijakan yang disebut sebagai Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum (KDSK) Pendidikan Diniyah Formal Wustha (setara dengan Sekolah Menengah Pertama) dan Ulya (setara dengan Sekolah Menengah Atas), terdapat serangkaian kitab ‘ulumul Qur’an yang menjadi bagian integral dari kurikulum.
Tujuan dari penyelenggaraan kurikulum ‘ulumul Qur’an klasik ini adalah untuk memungkinkan peserta didik memahami dengan baik ilmu-ilmu yang digunakan oleh ahli tafsir dalam menafsirkan Alquran secara benar, sekaligus untuk mendorong mereka mengamalkan ajaran yang terkandung dalam Alquran. Hal ini penting karena memahami ilmu tafsir atau ‘ulumul Qur’an dapat mencegah seseorang untuk menafsirkan Alquran secara sembrono dengan menggunakan akalnya semata.
Baca Juga: Sejarah Kemunculan Tafsir Pesantren
Kerangka dasar dan struktur kurikulum menekankan penggunaan kitab-kitab yang dianggap sebagai rujukan utama dan memiliki otoritas di lingkungan pesantren. Kurikulum untuk tingkat Wustha meliputi kitab Itmam ad-Dirayah li Qurra’ ‘an Niqayah karya Jalaluddin As-Suyuthî, Manzhumah Tafsir karya Abdul Aziz Az-Zamzami, Nahju at-Taysîr karya Sayyid Muhsin al-Musawa al-Hadhrami al-Falimbani, Mawâqi’ al-‘ulûm fi Mawâqi’ an-Nujûm karya Jalaluddin al-Bulqînî, dan at-Tafsir fi Qawâ’id ‘ilm at-Tafsir karya Muhammad bin Sulaiman al-Kâfiji. Sedangkan untuk tingkat Ulya, kitab yang diajarkan meliputi Al-Itqân fî ‘ulûm al-Qur’an dan Itmâm ad-Dirâyah karya Jalaluddin As-Suyuthî, serta Mabâhits fî ‘ulûm al-Qur’an karya Subhi Shalih.
Penjagaan Tradisi Kurikulum Pesantren
Dari catatan di atas, kurikulum ‘ulumul Qur’an pesantren yang telah digunakan sejak lama tetap dipertahankan hingga era kini, seperti kitab Al-Itqan, Itmam, dan Manzhumah Tafsir. Meskipun begitu, kurikulum sekarang memberikan tambahan kitab yang digunakan, termasuk kitab ‘ulumul Qur’an yang ditulis oleh orang Indonesia, yakni Sayyid Muhsin Al-Musawa dengan judul Nahju at-Taysîr.
Penjagaan tradisi kurikulum pesantren seperti ini merupakan aplikasi dari kredo Al-muhafadhotu ala al-qadimi as-salih wal akhdzu bil Jadidil aslah (menjaga tradisi yang baik dan tetap berinovasi dengan mengambil hal baru yang lebih baik).
Wallahu a’lam.