BerandaUlumul QuranUnsur-Unsur dan Dimensi-Dimensi Perbuatan Ihsan

Unsur-Unsur dan Dimensi-Dimensi Perbuatan Ihsan

Saya awali uraian ini dengan menyampaikan unsur-unsur dan dimensi-dimensi perbuatan Ihsan. Ihsan itu memiliki 3 unsur, yaitu: Pertama, Muhsin, adalah orang yang melakukan perbuatan Ihsan. Agar perbuatan perbuatan Ihsan yang dilakukan menjadi sempurna dan diterima oleh Allah sebagai kebaikan, maka Muhsin harus ikhlas.

Kedua, Muhsan Bih, adalah perbuatan Ihsan yang diberikan oleh Muhsin kepada pihak yang menerima Ihsan, baik dalam bentuk materi, seperti uang, makanan, minuman, atau dalam bentuk nonmateri, seperti ucapan salam, nasehat, ilmu yang diajarkan, atau jasa. Ketiga, Muhsan Ilaihi, adalah pihak yang menerima perbuatan IHSAN, seperti kedua orang tua, guru, fakir, dan miskin. Dengan demikian, perbuatan IHSAN tidak akan terjadi apabila ketiga unsur itu tidak terpenuhi.

Setiap Ihsan yang dilakukan oleh Muhsin memiliki empat dimensi pokok. Dimensi ini berkaitan dengan hubungan antara Muhsin dengan Muhsan Ilaihi. Seseorang yang melakukan perbuatan IHSAN adalah pelaku IHSAN (MUHSIN), sedangkan pihak-pihak yang menerima perbuatan IHSAN Anda adalah objek IHSAN (MUHSAN ILAIHI). Semua IHSAN yang dilakukan oleh seseorang dalam empat dimensi itu akan kembali kepada diri pelaku IHSAN (MUHSIN) itu.

Keempat dimensi pokok IHSAN itu adalah sebagai berikut: Pertama, dimensi untuk DIRI ANDA SENDIRI, yaitu perbuatan IHSAN yang dilakukan oleh Anda untuk kemaslahatan Anda dan untuk kebaikan diri Anda. Hasil dari perbuatan IHSAN Anda itu akan kembali kepada diri Anda.

Kedua, dimensi untuk SESAMA MANUSIA, yaitu perbuatan IHSAN ditujukan kepada orang lain, seperti kepada kedua orang tua Anda, kepada guru Anda, kepada isteri Anda, kepada teman Anda, dan kepada siapa pun. Hasil dari perbuatan IHSAN Anda itu akan kembali kepada diri Anda.

Ketiga, dimensi untuk MAKHLUK ALLAH YANG LAIN, yaitu perbuatan IHSAN yang dilakukan oleh Anda kepada makhluk Allah yang lain, seperti kepada hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda yang ada di sekitar Anda. Hasil dari perbuatan IHSAN Anda itu akan kembali kepada diri Anda.

Keempat, dimensi untuk ALLAH, yaitu perbuatan IHSAN yang Anda lakukan yang ditujukan untuk Allah sebagai Tuhan Anda, seperli melakukan ibadah-ibadah kepada Allah, baik ibadah wajib, maupun ibadah sunnat. Hasil dari ibadah-ibadah Anda itu akan kembali kepada Anda.

Ini menunjukkan bahwa setiap perbuatan ihsan yang Anda lakukan, dalam 4 dimensi itu, maka hasilnya akan tetap kembali kepada Anda. Jadi, semua amal IHSAN yang Anda lakukan, apa pun dimensinya, pasti Anda mendapatkan hasilnya, yaitu pahala dan ganjaran dari Allah swt.

Kemudian bagaimana contoh perbuatan Ihsan? Saya dapat memberikan beberapa contoh perbuatan IHSAN. Di antaranya sebagai berikut:

Pertama, jika Anda telah melakukan amal-amal wajib yang telah diwajibkan oleh Allah kepada Anda, misalnya kewajiban salat fardu, kewajiban puasa, kewajiban zakat, dan kewajiban haji, maka Anda telah menunaikan tugas dan kewajiban Anda. Ini bahagian dari amal baik (saleh) Anda kepada Allah, dan juga merupakan IHSAN Anda kepada Allah. Hasil dari amal IHSAN Anda ini akan kembali kepada Anda dengan menerima pahala dari Allah. Oleh sebab itu, menunaikan semua kewajiban adalah perbuatan baik Anda kepada Allah dan perbuatan IHSAN Anda untuk diri Anda. Jika Anda tidak menunaikan kewajiban Anda, maka Anda zalim terhadap Allah.

Kedua, jika Anda telah melakukan amal-amal sunnat yang dianjurkan kepada Anda untuk dilakukan, seperti melaksanakan salah sunnat rawatib sebelum dan sesudah salat fardu, dan semua amal sunnat yang lain, maka Anda telah melakukan suatu perbuatn IHSAN untuk diri Anda, bukan untuk siapa-siapa. Orang yang tidak pernah melakukan ibadah-ibadah sunnat, adalah orang yang tidak berbuat ihsan untuk dirinya. Orang seperti ini adalah orang yang paling pelit untuk dirinya. Jika Anda tidak melakukan amal sunat, maka Anda tidak memiliki IHSAN kepada Allah. Anda pun tidak akan mendapatkan pahalanya.

Ketiga, kita tahu bahwa kewajiban zakat harta itu adalah 2,5% dari harta kita yang disimpan selama setahun. Jika Anda mengeluarkan 2,5% dari harta itu, maka Anda baru menunaikan kewajiban Anda, dan ini adalah IHSAN Anda kepada Allah. Jika Anda mengeluarkan 3% dari harta Anda, maka Anda sudah menunaikan lebih dari kewajiban Anda. Maka nilai 0,5% yang Anda keluarkan itu adalah IHSAN Anda untuk diri Anda. Jika Anda tidak mengeluarkan zakat 2,5%, maka Anda telah zalim kepada Allah. Jika Anda tidak mengeluarkan lebih dari kewajiban Anda, maka Anda tidak melakukan perbuatan IHSAN untuk diri Anda. Anda pun tidak akan mendapatkan hasil/pahalanya.

Keempat, kalau Anda naik Taksi dari suatu tempat ke suatu tujuan Anda, lalu sewa Taksi yang terlihat di Argometer sebanyak Rp 200 ribu rupiah. Lalu Anda membayar sejumlah itu, maka Anda baru membayar kewajiban Anda kepada Sopir Taksi itu. Jika Anda menambah Rp 10 ribu rupiah dari jumlah itu, maka yang Rp 10 ribu adalah IHSAN Anda kepada Sopir Taksi. Hasil/pahala dari IHSAN Anda itu akan kembali kepada diri Anda. Jika Anda membayar sewa taksi itu kurang dari Rp 200 ribu, maka Anda telah berbuat zalim kepada Sopir Taksi itu. Jika Anda tidak membayar lebih dari Rp 200 ribu, maka Anda tidak berbuat IHSAN kepadanya. Anda pun tidak akan mendapatkan pahalanya.

Kelima, kalau Anda memiliki pembantu dan Anda menggajinya setiap bulan sebanyak Rp 2 juta, lalu Anda membayarnya sesuai dengan gajinya itu, maka Anda baru menunaikan kewajiban Anda. Belum ada IHSAN Anda. Kalau Anda menambah RP 100 ribu dari gajinya itu sehingga dia terima sebanyak Rp 2,1 juta, maka yang Rp 100 ribu itu adalah IHSAN Anda kepadanya. Jika Anda membayar gajinya kurang dari Rp 2 juta, maka Anda telah berbuat zalim kepada pembantu Anda. Jika Anda tidak memberikan tambahan dari gajinya, maka Anda tidak berbuat IHSAN kepadanya. Anda pun tidak akan mendapatkan pahalanya.

Karena itulah, maka Ihsan itu disebut “PERBUATAN BAIK YANG LEBIH.” Kalau Anda melakukan perbuatan yang pas-pasan sesuai dengan ketentuan atau kewajiban Anda, maka Anda baru berbuat baik (salih), belum berbuat IHSAN. Kalau Anda memberikan lebih dari ketentuan/kewajiban Anda, baru Anda berbuat IHSAN. Begitu banyak lapangan perbuatan IHSAN yang dapat Anda lakukan dalam kehidupan ini. Selamat ber-IHSAN

Demikian dimensi-dimensi dan beberapa contoh perbuatan Ihsan. Semoga uraian ini dapat menambah wawasan kita dan kita mampu mengamalkannya. Aamiin. Wallaahu a’lam bi al-shawaab.

Ahmad Thib Raya
Ahmad Thib Raya
Guru Besar Pendidikan Bahasa Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran (PSQ)
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...