Living Qur’an sebagai kajian yang tenar digandrungi sarjanawan bukanlah menjadi kajian yang hanya spesifik dikaji di Indonesia. Sesuai dengan namanya, ide gagasan penelitian ini adalah bahwa adanya kajian atas Alquran yang bukan hanya berkutat pada teks saja.
Secara garis besar, kajian ini mencakup dua dimensi: oral dan teks. Banyak istilah yang digunakan untuk memotret fenomena ini, misalnya, Natalia K. Suit menyebutnya Quranic Matters (Materialitas Alquran) (Qur’anic Matters: Material Mediations and Religious Practice in Egypt [Bloomsbury Studies in Material Religion). Sementara itu, meskipun Farid Essack belum secara spesifik menamai fenomena ini, ia telah menyadarinya dan menorehkannya pada buku yang berjudul The Qur an: A User’s Guide pada bab 1.
Pada prinsipnya, apa yang disebut materialitas Alquran ini merupakan sebuah fenomena yang ada bahkan sejak zaman Nabi Saw., dan tidak selalu linier atau termaktub dalam teks Alquran, namun eksistensinya ada dan terus berkembang seiring perkembangan zaman. Tulisan ini hendak melihat tulisan William Graham dan Kermani yang berjudul “Recitation and Ashtetic Reception” dalam The Cambridge Companion To The Qur’an.
Baca Juga: Memposisikan Kajian Living Qur’an: Sebuah Refleksi Akademik
Pertama-tama, tulisan ini secara garis besar mencakup dua pembahasan besar: pertama, objek material, yakni ragam temuan Graham terhadap fenomena pembacaan Alquran dalam berbagai kondisi dan aspek. Kedua, analisis. Pada bagian ini ia melihat makna yang terselubung atas adanya fenomena pada pembahasan pertama.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, dua dimensi yang ada pada Alquran: oral dan teks. Pada bagian pertama, penjelasan terkait fenomena pembacaan Alquran dijelaskan dalam sepuluh keadaan, mulai dari hal-hal yang bersifat privat sampai publik.
Pertama, membaca Alquran (Qiraah/tilawah) merupakan satu bentuk kesalehan yang telah melekat bagi tiap muslim. Dalam tulisannya, ia juga mengulas bahwa adanya varian dialek pembacaan Alquran yang disebut dengan qiraah. Pembacaan yang lain adalah dengan melihat makna, struktur bahasa atau biasa disebut dengan tafsir. Tak lupa, ia mengulas tajwid dan qiraah.
Aspek lainnya yang menjadi sorotan adalah pembacaan Alquran dalam praktik kesalehan muslim tiap harinya. Selain itu, pembacaan Alquran juga mnejadiritual wajib pada peribadatan muslim seperti salat. Alquran juga dipraktikkan pada pendidikan tiap uslim mana kala ia tumbuh. Ia dipelajari, mula-mulanya, tidak untuk memahami maknanya, melainkan untuk dapat membacanya dengan tartil. Hal itu terjadi pada muslim baik itu yang faham bahas arab maupun tidak.
Dari banyak sisi Alquran itu dibaca, ia juga hidup baik di komunitas komunal maupun kehidupan privat. Sebagai contoh, perlombaan membaca Alquran, membaca Alquran pada malam bulan ramadhan atau menjelang salat wajib di masjid adalah beberapa fenomena yang ada di kehidupan komunal. Sementara itu, pada kehidupan yang lebih privat, Alquran dibaca pada ritual seperti zikir, pada momen melahirkan, dan kematian.
Baca Juga: Living Quran; Melihat Kembali Relasi Al Quran dengan Pembacanya
Resepsi Estetik Alquran
Bagian kedua menjelaskan tentang aspek resepsi dari semua objek material yang telah dijelaskan sebelumnya. Sederhananya, resepsi adalah bentuk penerimaan atas seusatu. Pertanyaannya, apa nilai resepsi estetik pada Alquran?
Selain sebagai kitab pedoman yang harus diikuti isinya, Alquran memuat nilai-nilai estetik. Hal ini dapat dilihat dengan feomena sebelumnya, bagaimana masyaratkat meembacanya secara tartil. Hal itu bukanlah berjalan dengan sendiri, melainkan perintah tuhan (Allah) yang termaktub dalam kitab ini (Muzammil [73] ayat 4).
Untuk itu, Graham juga menyinggung bahwa praktik membaca Alquran secara tartil telah dipraktikkan pada zaman Nabi Saw. dan berhasil menarik banyak orang, khususnya masyarakat Arab untuk masuk Islam. Hal itu bukan karena isi atau ajarannya, melainkan mereka tertarik dari sisi estetiknya.
Baca Juga: Konsep Fungsi Informatif dan Performatif Alquran ala Sam D. Gill
Hal yang tak luput dari penjelasan Graham adalah mengenai i’jaz Alquran. Sebagai teks yang berasal dari tuhan, keistimewaan Alquran ada pada keindahan bahasa dan tak dapat ditiru baik dari isi maupun struktur kalimat. Ia juga memperkaya perbendaharaan Bahasa Arab. Banyak karya sastra maupun ilmu kebahasaan yang muncul pasca diturunkannya Alquran.