Di dunia digital yang tak pernah tidur, waktu sering kali terasa semakin singkat. Notifikasi yang terus berdatangan, deadline dunia maya menggerus waktu, tekanan untuk terus produktif, serta budaya hustle di media sosial membuat keseimbangan antara produktivitas dan ketenangan jiwa semakin sulit dijaga. Platform seperti TikTok Live, LinkedIn hustle posts, atau obrolan late-night di Discord seringkali menyita perhatian tanpa disadari, membuat kita larut dalam arus tanpa arah.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2024 telah mencapai 221.563.479 jiwa, atau sekitar 79,5% dari total populasi (apjii.or.id). Dengan penetrasi internet yang terus meningkat, semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya di dunia maya, entah untuk bekerja, mencari hiburan, atau sekadar mengisi kekosongan.
Allah Swt. telah bersumpah atas waktu, menegaskan betapa berharganya detik-detik yang terus berlalu. Dalam surah al-‘Asr, Allah Swt. berfirman:
وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ
“Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.”
Baca Juga: Tafsir Surah Al-Ashr: Waktu yang Hilang Tidak Akan Kembali Lagi
Imam Ath-Thabari dalam Jāmi‘ al-Bayān, juz 24 hlm. 612) menjelaskan bahwa al-‘asr yang disebut dalam surah ini mencakup seluruh rentang waktu, siang, malam, bahkan usia manusia secara keseluruhan. Ini mengisyaratkan bahwa Allah bersumpah atas sesuatu yang amat berharga, yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik, hanya akan membawa penyesalan.
Sementara itu, Fakhruddin Ar-Razi (Mafatih al-Ghayb, juz 32/hlm. 280) menggarisbawahi bagaimana manusia cenderung lebih tertarik pada dunia dibanding akhirat. Kesenangan dunia tampak lebih nyata karena didorong oleh panca indera, syahwat, dan emosi, sedangkan jalan menuju kebahagiaan akhirat sering kali tersembunyi dan memerlukan kesabaran serta usaha. Inilah sebabnya banyak orang terjebak dalam rutinitas duniawi hingga lupa bahwa sejatinya, mereka sedang kehilangan sesuatu yang jauh lebih berharga.
Dalam konteks digital, ini bisa kita lihat dalam fenomena doomscrolling, ketergantungan pada validasi sosial, hingga kebiasaan menunda hal-hal yang lebih bermakna. Padahal, sebagaimana dijelaskan dalam tafsir ar-Razi, manusia hanya akan terbebas dari kerugian jika mereka mengarahkan hidupnya pada sesuatu yang lebih abadi, yakni kehidupan akhirat.
Tidak cukup dengan ayat, Rasulullah saw. juga mengingatkan tentang pentingnya waktu dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari. Nabi Saw. bersabda: “Ada dua nikmat yang banyak manusia tertipu di dalamnya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam di hari kiamat dari sisi Rabbnya, hingga dia ditanya tentang lima perkara: tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia perbuat dari ilmu yang dimilikinya.”
Hadis-hadis ini memperkuat urgensi manajemen waktu di era digital, di mana distraksi dan time-wasting activities menjadi tantangan utama umat saat ini.
Baca Juga: Hikmah Allah Bersumpah dengan Waktu Fajar dalam Surah Al-Fajr
Implementasi Praktis di Era Digital
Iman sebagai Kompas Digital
Di tengah arus informasi yang terus mengalir, iman bisa menjadi filter dalam memilih dan membagikan konten. Sebelum men-scroll feed atau mengunggah sesuatu, coba renungkan: Apakah ini membuat saya lebih dekat kepada Allah? Praktisnya, bisa dimulai dengan hal sederhana, misalnya, mengaktifkan notifikasi adzan di ponsel sebagai pengingat untuk sejenak berhenti, merenung, dan menyegarkan hati di tengah rutinitas digital.
Amal Saleh dalam Dunia Maya
Dunia digital menawarkan begitu banyak ruang untuk berbagi kebaikan. Mungkin lewat konten edukatif, diskusi bermanfaat di grup WhatsApp, atau sekadar menyebarkan informasi yang bisa membantu sesama. Kalau seorang software developer bisa menciptakan aplikasi yang memudahkan ibadah, sementara content creator bisa menghadirkan inspirasi melalui karya mereka. Maka hendaknya setiap klik, unggahan, atau interaksi kita bisa menjadi ladang pahala jika dilakukan dengan niat yang benar.
Kolaborasi Digital untuk Kebaikan
Teknologi membuka peluang untuk membangun komunitas yang saling mendukung. Dari tadarus online di grup Telegram, penggalangan dana melalui platform crowdfunding, hingga webinar kajian Islam, semuanya bisa menjadi bentuk tolong-menolong yang lebih luas dan efektif. Kolaborasi seperti ini bukan hanya memperkuat hubungan sosial, tapi juga menghadirkan manfaat yang nyata bagi banyak orang.
Sabar di Era Serba Instan
Di dunia digital, godaan terbesar sering kali datang dalam bentuk kecepatan scroll tanpa henti, reaksi spontan terhadap provokasi, atau keinginan instan untuk diakui. Membangun ketahanan digital berarti belajar untuk lebih sabar: sabar menahan diri dari doomscrolling, sabar dalam menyaring informasi sebelum membagikannya, dan sabar dalam membangun kehadiran online yang bermakna. Digital detox bisa menjadi cara sederhana untuk menjaga keseimbangan, sekaligus memberi ruang bagi interaksi yang lebih nyata dengan orang-orang terdekat.
Baca Juga: Waktu Pagi dan Keberkahannya dalam Alquran
Refleksi Kesadaran Digital
Ketika Notifikasi Mengalahkan Dzikir: Seberapa sering kita lebih sigap menanggapi pesan WhatsApp dibanding panggilan adzan? Berapa lama kita menghabiskan waktu untuk menelusuri media sosial dibanding membaca Al-Qur’an? Dalam keseharian, tanpa sadar kita sering kali lebih responsif terhadap ping smartphone dibanding seruan spiritual yang mengajak kita mendekat kepada-Nya.
Antara Like dan Ridha Allah: Di era di mana metrik digital menjadi tolok ukur eksistensi, jumlah likes, followers, dan engagement. Sudahkah kita mengukur seberapa banyak amalan yang kita “unggah” ke dalam catatan amal akhirat? Setiap postingan, komentar, dan share bukan sekadar aktivitas duniawi, tetapi juga jejak yang akan bersaksi kelak.
Jejak Digital yang Kekal: Dalam hadis Qudsi, Allah berfirman: “Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku.” Jika setiap interaksi digital kita pandang sebagai peluang beramal, maka dunia maya bisa menjadi sarana dakwah dan ladang pahala. Setiap konten yang menginspirasi, setiap ilmu yang dibagikan, dan setiap ajakan kebaikan yang disebarluaskan, bisa menjadi investasi akhirat yang tak terputus.
Penutup: Menuju Digital Barakah
Surah Al-‘Asr bukan sekadar peringatan tentang waktu, tetapi juga panduan komprehensif untuk navigasi di lautan digital. Setiap notification, setiap scroll, dan setiap post adalah kesempatan untuk meraih ridha Allah swt. Di era di mana dunia maya sering mengalahkan realitas, sudah semestinya umat Muslim menjadikan teknologi sebagai kendaraan menuju surga, bukan jurang kehancuran.
Seperti kata Imam Syafi’i: “Waktu ibarat pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya dengan baik, maka ia akan memanfaatkanmu.” Pilihan ada di tangan kita, dan setiap detik yang berlalu adalah kesempatan untuk memilih: apakah kita akan menjadi bagian dari “illalladzina amanu” (orang-orang yang beriman) atau termasuk dalam “lafi khusrin” (dalam kerugian). Wallahu ‘alam