Nama lengkapnya adalah Yusuf Abdullah al-Qaradhawi, ia dilahirkan pada tanggal 9 September 1926 di sebuah desa yang bernama Shafath Turaab, daerah Mahallah al-Kubra Provinsi al-Garbiyah Republik Arab Mesir. Syekh Yusuf al-Qaradhawi, biasa orang menyebut, berasal dari kalangan keluarga yang taat beragama dan hidup sederhana.
Ayahnya adalah seorang petani yang wafat pada saat al-Qaradhawi berusia dua tahun, sehingga ia diasuh oleh pamannya dan hidup bergaul dengan putra-putri pamannya yang dianggap sebagai saudara kandungnya sendiri.
Ketika berusia lima tahun, Yusuf al-Qaradhawi dimasukkan ke salah satu lembaga pendidikan al-Quran “al-Kuttab” di desanya. Kemudian saat berusia sepuluh tahun, pada pagi hari ia belajar pada sekolah “al-Ilzamiyah” yang berada di bawah Departemen Pendidikan Mesir dan sore harinya ia belajar al-Quran di “al-Kuttab”. Di sekolah ini, ia belajar pengetahuan umum seperti matematika, ilmu sejarah, ilmu pengetahuan alam, ilmu kesehatan dan sebagainya.
Pada usia sepuluh tahun, ia telah hafal al-Quran dan menguasai ilmu tilawah. Suaranya merdu dan bacaannya fasih. Sejak saat itu, Yusuf al-Qaradhawi sering diangkat menjadi imam oleh penduduk desanya, terutama dalam sholat berjama’ah al-jahriyah (Maghrib, Isya’ dan Shubuh). Setelah tamat dari sekolah “al-Ilzamiyah”, ia melanjutkan pendidikannya ke Ma’had al- I’dadiyah, kemudian di Ma’had S|anawi di Propinsi Thanta Mesir.
Setelah itu, al-Qaradhawi terus melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar pada tahun 1952-1953 dan lulus dengan predikat terbaik. Setelah itu, ia memperdalami kembali kemampuan bahasa Arabnya di Fakultas Bahasa Arab Universitas al-Azhar selama dua tahun dan memperoleh ijazah internasional dan sertifikat mengajar.
Pada tahun 1957, ia melanjutkan pendidikannya di Ma’had al-Buhuts wa al-Dirasat al-Arabiyah al-‘Aliyah (Lembaga Tinggi Riset dan Kajian Kearaban). Pada tahun yang sama, ia melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Ushuluddin program Pascasarjana di Universitas al-Azhar dengan konsentrasi Tafsir-Hadis, dan tamat pada tahun 1960.
Setelah berhasil memperoleh gelar Magister, ia melanjutkan studi pada program Doktor dengan disertasi Al-Zakat fi al-Islam wa Atsaruha fi Hall al-Masyakil al-Ijtima’iyah. Disertasi itu direncanakan akan selesai dalam waktu dua tahun, namun karena terjadi krisis politik di Mesir, sehingga harus ditunda penyelesaiannya selama tiga belas tahun. Akhirnya pada tahun 1972, ia berhasil mendapat gelar Doktor dengan predikat cumlaude.
Dalam pengembaraan ilmiahnya, al-Qaradhawi banyak menelaah pendapat para ulama terdahulu seperti al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Syaikh al-Bakhi al-Khauli, Muhammad Abdullah Darraz serta Syaikh Mahmud Syaltut. Ia juga sangat menghayati pengajaran dan perjuangan salah satu panutannya, Hasan al-Bana (Pendiri Gerakan Islam al-Ikhwan al-Muslimun pada tahun 1928 di Propinsi Ismailiyah Mesir).
Berdasarkan informasi yang diterima, al-Qaradhawi sering mendengar ceramah Hasan al-Bana ketika ia datang ke Thahta, tempat ia sekolah di Madarasah I’dadiyah. Bahkan al-Qaradhawi juga selalu mengikuti kunjungan al-Bana ke beberapa daerah untuk mendengarkan ceramah ceramahnya.
Yusuf al-Qaradhawi juga membaca hampir seluruh tulisan al-Bana, baik dalam bentuk buku maupun artikel yang sering dimuat dalam majalah al-Syabab. Menurutnya, karya-karya hasil pikiran al-Bana sederhana bahasannya, menyenangkan menyentuh akal dan hati, serta mudah dipahami oleh semua lapisan masyarakat.
Selain mengembangkan misi berkhidmat kepada Islam, berceramah, menyampaikan masalah-masalah aktual dan keislaman dalam pergerakan Islam kontemporer di berbagai tempat belahan dunia, al-Qaradhawi pernah memegang berbagai jabatan penting seperti pengawas Pendidikan Agama pada Kementerian Wakaf di Mesir, Biro Umum Bidang Kebudayaan Islam di Universitas Al-Azhar di Mesir, Dekan Fakultas Syariah dan Studi Islam di Universitas Qatar, Direktur Kajian Sunnah dan Sirah di Universitas Qatar, serta Ketua Persatuan Ulama Internasional yang berpusat di Qatar sampai sekarang.
Sebagai seorang intelektual muslim, Yusuf al-Qaradhawi memiliki karya yang jumlahnya sangat banyak dalam berbagai dimensi keislaman dan hasil karangan yang berkualitas, seperti masalah-masalah; fiqh dan ushul fiqh, ekonomi Islam, ulum al-Quran dan al-Sunnah, akidah dan filsafat, fiqh prilaku, dakwah dan tarbiyah, gerakan dan kebangkitan Islam, penyatuan pemikiran Islam, pengetahuan Islam umum, serial tokoh-tokoh Islam, sastra dan lainnya.
Sebagian dari karyanya itu telah diterjemahkan ke berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia, tercatat sedikitnya 55 judul buku karya al-Qaradhawi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Di antara karya-karyanya tersebut antara lain: Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Halal dan Haram dalam Islam), Fiqh al-Zakat, yang berasal dari Disertasinya yang berjudul Al-Zakat fi al-Islam wa Atsaruha fi Hall al-Masyakil al-Ijtima’iyah (Zakat dalam Islam dan Pengaruhnya bagi Solusi Problematika Sosial), Al-Ijtihad fi al-Syari‘at al-Islamiah ma’a Nazarat Tahliliyah fi al-Ijtihadi al-Mu‘ashir (Ijtihad dalam Syari’at Islam dan Beberapa Ijtihad Kontemporer), Musykilat al-Faqr wa Kaifa ‘Alajaha al-Islam (Problema Kemiskinan dan Bagaimana Solusinya Menurut Islam), Ri’ayah al-Bi’ah fi Syari’ah al-Islam (Merawat Lingkungan Menurut Syari’at Islam), Kaifa Nata‘amal ma‘a al-Sunnah al-Nabawiyyah (Bagaimana Berinteraksi dengan Sunnah), Kaifa Nata‘amal ma‘a al-Qur’an al-‘Azim (Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Qur’an) dan lainnya.
Ciri khas dari karya-karya yang dihasilkan oleh Yusuf al-Qaradhawi ialah pada upayanya untuk menelaah sumber-sumber primer Islam dan mencoba menghasilkan sebuah produk pemikiran baru yang sejalan dan responsif terhadap perkembangan zaman serta bahasa penyajian yang mudah untuk dipahami.
Hal ini merupakan wujud dari kekaguman al-Qaradhawi pada al-Bana yang selalu berupaya melahirkan karya ilmiah yang mudah dipahami tanpa terbatas pada sasaran pembaca tertentu namun diharapkan isinya mampu berimplikasi besar terhadap kehidupan masyarakat.
Sampai saat ini Yusuf al-Qaradhawi masih aktif dalam dunia akademik dan produktif dalam menghasilkan karya-karya. Sebagaimana beberapa artikel singkatnya yang bisa diakses langsung di web resmi miliknya.
Tentunya sebagai akademisi, semangat Yusuf al-Qaradhawi yang tetap produktif mengkaji dan menghasilkan perbendaharaan bagi khazanah Islam di usianya yang sudah sangat senja (94 tahun) harus diteladani dan diilhami bahwa belajar adalah kerja seumur hidup. Wallahu a’lam.