BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al An’am Ayat 2

Tafsir Surat Al An’am Ayat 2

Tafsir Surat Al An’am Ayat 2 ini mengembangkan pembahasan sebelumnya. Ketika pembukaan ayat berbicara mengenai kepantasan Allah swt atas pujian karena Dia lah yang menciptakan langit dan bumi secara teratur dan terstruktur tanpa susah payah sedikitpun, pada pembahasan kali ini Allah menyinggung sebagian orang yang tidak mempercayai adanya hari kiamat.


Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al An’am Ayat 1


Dalam Tafsir Surat Al An’am Ayat 2 ini Allah swt merinci proses penciptaan manusia. Perincian tersebut dimulai dari sesuatu yang dianggap mati hingga menjadi manusia yang hidup dan berfikir lalu kemudian kembali seperti sedia kala, yaitu mati. Dan kelak akan dibangkitkan kembali untuk mempertanggung jawabkan perilakukan semasa di dunia.

Sayangnya sebagian orang tidak percaya akan adanya hari kebangkitan. Asumsi mereka mengatakan bahwa setelah mereka mati jasad akan hancur. Lalu bagaimana sesuatu yang hancur itu menjadi utuh kembali. Dalam Tafsir Surat Al An’am Ayat 2 ini Allah menjawabnya dengan mengemukakan proses penciptaan manusia. Apa susahnya menghidupkan sesuatu dari barang mati.

Selain itu dalam Tafsir Surat Al An’am Ayat 2 ini juga dikemukakan teori-teori yang meneliti tentang penciptaan manusia. beragam teori tersbut dikemukakan dengan gamblang dan mudah dimengerti. Dan pada akhirnya hadirnya terori tersebut tidak lain agar manusia menggunakan akalnya untuk berfikir lebih bijak sebagai manusia. Jangan sampai meniru perilaku orang-orang musyrik yang membangkang atas kebenaran.

Pada ayat ini Allah lebih merinci dalam penciptaan-Nya pada makhluk yang banyak memiliki kekuasaan dalam hidupnya di muka bumi ini, yaitu manusia. Allah telah menciptakan nenek moyang manusia, yaitu Adam dari bahan yang sederhana yaitu tanah. Manusia yang sekarang ini menjadi besar dan dewasa juga dari saripati tanah, dan berbagai zat makanan yang ditumbuhkan dari tanah.

Kemudian Allah menetapkan waktu hidupnya di dunia sampai datang waktu ajal dan kematiannya, dan selanjutnya Allah juga menetapkan perjalanan sesudah kematian, yaitu waktu dibangkitkan dari kubur pada hari kebangkitan, meskipun banyak di antara manusia yang masih ragu-ragu.

Manusia yang ragu tentang dibangkitkannya nanti pada hari Kiamat adalah didasarkan pada jalan pikirannya yang pendek dan sederhana, yaitu bagaimana mungkin manusia yang sudah mati dan tubuhnya hancur menjadi satu dengan tanah, atau bahkan menjadi zat bagi tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan kemudian dimakan manusia generasi berikutnya dan menjadi daging ataupun kekuatan bagi manusia lain, bagaimana ini semua dapat dibangkitkan seperti sediakala ketika seseorang itu masih hidup dengan tubuh yang segar dan sehat.

Mestinya apabila kemampuan pikirannya tidak dapat mencapai atau tidak dapat memahami kekuasaan Allah dalam membangkitkan manusia yang sudah mati, seharusnya menyadari bahwa ilmu dan kemampuan pikirannya memang terbatas. Tentang kapan waktu datangnya hari Kiamat pun kita tidak mengetahui. Semua itu adalah bagian dari ilmu dan kekuasaan Allah sebagaiman difirmankan pada Surah al A’raf/7 ayat 187:

اِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّيْۚ  لَا يُجَلِّيْهَا لِوَقْتِهَآ اِلَّا هُوَ

… Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak ada (seorang pun) yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia… (al A’raf/7: 187)

Allah mengarahkan firman-Nya kepada orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah. Allah dalam ayat ini menunjukkan lagi bukti-bukti keesaan-Nya dan kekuasaan-Nya untuk membangkitkan manusia pada hari Kiamat. Dialah yang menciptakan manusia keturunan Adam ini dari saripati tanah. Setiap kejadian manusia pasti mengandung unsur zat tanah.

Jika diperhatikan proses kejadian manusia, lebih jelas lagi bahwa kejadiannya dari tanah. Kejadian manusia dalam rahim diawali dari nutfah, yaitu percampuran antara sel mani laki-laki (sperma) dengan sel telur dari perempuan (ovum). Disebabkan berasimilasi dengan zat makanan, maka nutfah yang sudah bercampur itu berkembang menjadi janin, kemudian keadaan itu berubah sampai menjadi bayi.

Sel hidup itu tersusun dari zat-zat yang bermacam-macam dan zat itu sendiri hakekatnya terdiri dari unsur kimiawi yang mati seperti zat besi, zat air yang berasal dari tanah. Demikian pula zat makanan, baik dari tumbuhan maupun dari daging hewan tersusun dari zat unsur kimiawi yang berasal dari tanah. Dari zat-zat makanan ini pula terbentuk sel mani yang ada pada manusia atau hewan.

Demikian dengan kodrat Allah Yang Mahabesar, unsur kimiawi yang mati itu menjadi sel hidup dan akhirnya menjadi manusia.


Baca juga: Ngaji Gus Baha’: Bisakah Manusia Berdialog dengan Hewan dan Tanah?


Pendapat Scientist tentang Penciptaan Manusia

Sampai saat ini belum ada teori ilmu pengetahuan yang dapat menjelaskan secara langsung bagaimana penciptaan manusia dari tanah. Tetapi secara tidak langsung, beberapa teori yang berkembang tentang asal kehidupan (origin of life) menerangkan bahwa tanah berperan penting di awal proses.

Kebanyakan teori asal kehidupan merupakan pengembangan  konsep lama: Abiogenesis yang diartikan sebagai penurunan kehidupan dari benda mati. Sejak lama Abiogenesis dianggap sebagai konsep yang paling dapat diterima untuk teori asal kehidupan sampai kemudian hukum Biogenesis (omne vivum ex ovo = asal kehidupan dari kehidupan yang lain) lebih  populer seiring dengan perkembangan mikrobiologi modern.

Pendalaman konsep Abiogenesis umumnya mengkaji proses awal mula terbentuknya senyawa-senyawa kimia penting penyusun makhluk hidup (asam amino, protein, dan sebagainya. sampai DNA) secara alami tanpa ada kehidupan sebelumnya.

Keberhasilan yang paling terkenal  adalah teori sup primitif (Soup Theory) ketika percobaan Urey & Miller (1953) berhasil mensintesis molekul-molekul organik dari gas anorganik (Metan, Amonia dan Hidrogen) pada kondisi yang disimulasikan seperti keadaan awal bumi terbentuk. Hasil ini dikembangkan oleh Joan Oro (1961) yang berhasil mensintesis protein  dari larutan Sianida.  Dari beberapa teori Abiogenesis yang berkembang, paling tidak dua diantaranya membicarakan kemungkinan asal kehidupan dari tanah (dan batuan).

Clay theory merupakan teori yang paling mendekati terjemah ayat di atas,  dikembangkan oleh Graham Cairns – Smith (1985) semenjak tahun 1960-an. Clay (Ind.: Liat, lempung) adalah mineral pembentuk partikel tanah dan batuan  yang paling halus terbentuk sebagai hasil pelapukan batuan, yang bisa pula terbentuk dari silikat terlarut.

Mineral liat, sebagaimana mineral lainnya, tetap mempertahankan struktur awal pembentukannya selama pertumbuhan. Masa mineral liat tertentu dapat mempengaruhi lingkungannya sedemikian rupa sehingga terjadi kecenderungan untuk terjadinya replikasi pada proses pembentukan selanjutnya. Mineral liat juga memiliki daya tukar kation yang dapat mengikat berbagai jenis unsur dan molekul baik di  permukaannya maupun di dalam kisi-kisi kristalnya.

Keadaan ini memungkinkan terjadinya suatu proses seleksi alam dimana terjadi penengkapan molekul-molekul tertentu. Suatu molekul proto organik yang cukup kompleks dapat terkatalisasi oleh sifat-sifat permukaan mineral liat. Tahap terakhir dari proses ini adalah terbentuknya senyawa baru (organik) yang juga mampu mereproduksi dirinya sendiri.

Deep hot biosphere. Teori ini dikembangkan oleh Thomas Gold  pada tahun 1990 an yang menyatakan bahwa kehidupan tidak berasal dari permukaan bumi tetapi beberapa kilometer di bawah permukaannya. Kini telah diketahui bahwa kehidupan mikroba cukup banyak ditemukan sampai dengan kedalaman lima kilometer di bawah permukaan bumi dalam bentuk archaea yang umumnya berasal dari umur yang sama atau bahkan lebih awal dari waktu mula terbentuknya bakteri. Dikemukakan bahwa apabila ditemukannya asal kehidupan di bawah permukaan  planet lain pada system tata surya akan meningkatkan kredibilitas teori ini.

Teori lain yang berkembang adalah ”Primitive Extraterrestrial” atau exogenesis yang membahas kemungkinan asal kehidupan dari luar bumi. Perkembangan terakhir, dengan berkembangnya studi tentang DNA, semakin banyak ilmuwan (scientist) yang meyakini bahwa kehidupan hanya bisa terjadi dengan adanya disain yang pintar (brilliant design) dari seorang creator.

Setelah memaparkan pendapat scientist seputar penciptaan manusia dari tanah timbul pertanyaan, jika Allah kuasa menciptakan sel hidup dari zat-zat mati, mengapa Allah tidak kuasa membangkitkan manusia pada hari Kiamat? Bukankah pada proses kejadian manusia itu sendiri terdapat bukti nyata yang menunjukkan kekuasaan Allah untuk mengadakan hari kebangkitan?

Allah menentukan pula dua peristiwa untuk manusia yang tak dapat dielakkan, yaitu waktu kematiannya dan waktu kebangkitannya dari kubur. Baik waktu yang ditetapkan untuk kematian maupun untuk kebangkitan tidak ada yang mengetahui kecuali Allah.

Meskipun orang-orang musyrik mengetahui kejadian diri mereka dengan gamblang dan terbatasnya umur mereka, yang kesemuanya itu membuktikan kekuasaan Allah untuk menentukan hari kebangkitan namun mereka masih tetap ragu. Seharusnya mereka dapat menarik pelajaran dari bukti-bukti itu. Jika Allah berkuasa menciptakan zat-zat yang mati menjadi satu lalu memberinya hidup serta menentukan perkembangannya, tentu Allah juga berkuasa menghimpun kembali zat-zat yang mati dan menghidupkannya sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.


Baca setelahnya: Tafsir Surat Al An’am Ayat 3-5 


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

0
Dalam Islam, setiap waktu memiliki keutamaan dan keberkahan tersendiri. Salah satunya ialah waktu antara Maghrib dan Isya. Di waktu yang singkat tersebut umat Islam...