Termasuk cara dakwah Islam yang termuat dalam Al-Quran ialah memberi janji dan ancaman terhadap orang yang didakwahi. Salah satunya, ada pada Surat Al-Mulk ayat 16-18. Dalam Tafsir Al-Munir, Wahbah Az-Zuhayli menyebutkan bahwa tiga ayat ini menjelaskan ancaman Allah berupa kemungkinan terjadinya fenomena bumi menelan manusia dan badai. Tak hanya itu, kelompok ayat ini juga memuat ibrah umat terdahulu, yang dapat menjadi renungan bagi manusia.
Ancaman Bagian dari Metode Dakwah
Dalam Al-Quran, kita menjumpai beberapa metode dakwah. Yang populer tentu saja Surat Al-Nahl ayat 125, yang setidaknya mengandung tiga hal; bil hikmah (dahwah dengan bijaksana), maw’idzatil hasanah (penyampaian yang baik), dan jadilhum billati hiya ahsan (berdebat dengan baik).
Baca juga: Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 12-14: Allah Maha Mengetahui Sesuatu, Sekalipun Isi Hati Manusia
Tiga-tiganya terwujud dalam berbagai cara penyampaian. Antara lain, berupa pertanyaan kontemplatif, sehingga kemudian orang yang didakwahi merenunginya, seperti pertanyaan tentang hari kiamat (QS. An-Nazi’at: 42). Ada pula yang berupa penjelasan fenomena alam, seperti fenomena langit terbelah (QS. Al-Infitar: 1). Ada pula berupa sumpah yang mengindikasikan pentingnya objek yang dibuat sumpah, seperti saat Allah bersumpah demi waktu Ashar (QS. Al-‘Ashr: 1-3), agar manusia lebih menghargai waktu dengan mengerjakan amal baik.
Ancaman juga termasuk dari cara berdakwah yang cukup sering Allah gunakan, terutama dalam konteks mendakwahi orang kafir. Ancaman dalam bahasa Al-Quran diistilahkan dengan al-wa’id, dan sering beriringan dengan janji (al-wa’d). Contoh dari ancaman itu antara lain ada pada surat An-Nisa ayat 173, tentang ganjaran berlimpah bagi mukmin yang beramal saleh, serta azab pedih bagi siapa saja yang sombong.
Lalu, mengapa ancaman jadi salah satu cara dakwah? Karena, ancaman dapat menimbulkan efek takut dan khawatir bagi orang yang didakwahi. Cara ini tentu saja lebih efektif digunakan saat menghadapi orang kafir, karena dengan kecenderungannya terhadap keingkaran mereka pasti sulit menerima dakwah yang dibumbui janji manis berupa surga atau keselamatan dari api neraka. Sehingga, ancaman berupa kesengsaraan duniawi dan ukhrawi lebih mampu mencuri perhatian mereka.
Baca juga: Tafsir Surat al-Mulk Ayat 15: Berkelanalah! Hingga Sadar Kefanaan Dunia dan Kekekalan Allah
Ancaman Bagi Orang yang Tak Patuh
Ancaman Allah bagi orang yang tak patuh terhadapNya antara lain ada pada Surat Al-Mulk ayat 16 dan 17 berikut ini:
ءَأَمِنتُم مَّن فِي ٱلسَّمَآءِ أَن يَخۡسِفَ بِكُمُ ٱلۡأَرۡضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ
أَمۡ أَمِنتُم مَّن فِي ٱلسَّمَآءِ أَن يُرۡسِلَ عَلَيۡكُمۡ حَاصِبٗاۖ فَسَتَعۡلَمُونَ كَيۡفَ نَذِيرِ
“Sudah merasa amankah kamu, bahwa Dia yang di langit tidak akan membuat kamu ditelan bumi ketika tiba-tiba ia terguncang?”
“Atau sudah merasa amankah kamu, bahwa Dia yang di langit tidak akan mengirimkan badai yang berbatu kepadamu? Namun kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku”
Mengutip Jami’ul Bayan fi Ta’wili Ayil Quran milik at-Thabari, ayat ini turun untuk mengancam orang kafir Quraish. Allah menyindir lewat pertanyaan itu karena mereka tidak kunjung mengikuti ajakan Nabi. Seakan mereka merasa aman-aman saja sebab tak ada azab yang menimpa mereka seperti malapetaka berupa hilangnya jasad mereka karena ditelan bumi. Dan juga, tidak datang kepada mereka badai bebatuan.
Ibnu ‘Asyur dalam at-Tahrir wat-Tanwir menjelaskan fenomena pertama dengan goncangan yang sangat dahsyat, sebab dataran bumi terbalik. Sedangkan, fenomena kedua ditafsiri Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Quranul ‘Adzim berupa badai yang memuat kerikil dan bisa menghancurkan manusia.
Bila dicermati, dua azab ini pernah diturunkan kepada kaum terdahulu. Wahbah Az-Zuhayli menyebutkan, azab berupa guncangan dataran bumi hingga menelan manusia, pernah Allah timpakan pada Qarun. Sementara azab berupa badai kerikil pernah Allah turunkan pada Kaum Sodom dan Pasukan Gajah yang dipimpin Raja Abrahah dahulu kala saat menyerang Ka’bah.
Pertanyaan pada dua ayat tersebut bermakna pengingkaran terhadap sikap orang kafir. Sebagaimana yang disebutkan Ibnu ‘Asyur, dua pertanyaan ini adalah sebagai wujud negasi atas keimanan kafir terhadap azab-azab Allah. Dua ayat tersebut juga menjadi bukti kasih sayang dan kelapangan Allah. Ia tidak langsung menurunkan azab kepada mereka sekalian orang kafir, tetapi lebih memilih mengancamnya dahulu dengan apa yang menimpa umat sebelum mereka, umat yang telah hancur peradabannya sebab ingkar terhadap Allah. Demikianlah yang disampaikan Ibnu Katsir dan Az-Zuhayli.
Sementara yang dimaksud nadzir pada akhir ayat ke-17 ialah Nabi Muhammad SAW, yang selain ditugaskan oleh Allah sebagai mubasysyir (pemberi kabar gembira terhadap siapa yang beriman), juga ditugaskan menjadi mundzir (pemberi peringatan terhadap yang ingkar). Pendapat ini disampaikan Ar-Razi berdasarkan hadis riwayat Ibnu ‘Abbas dan ad-Dhahhak. Maka mereka yang ingkar dari kaum Qurasih akan mengetahui bagaimana akibat dari ancaman Allah terhadapnya, yakni yang dibuktikan dengan Al-Quran dan kehadiran Nabi SAW.
Baca juga: Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 5-7: Balasan Bagi yang Tak Patuh Perintah
Selanjutnya, Allah mempertegas ancamannya terhadap sekalian kaum kafir dengan Surat Al-Mulk ayat 18:
وَلَقَدۡ كَذَّبَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ فَكَيۡفَ كَانَ نَكِيرِ
“Dan sungguh, orang-orang yang sebelum mereka pun telah mendustakan (rasul-rasul-Nya). Maka betapa hebatnya kemurkaan-Ku!”
Pada awal ayat, tertera lam dan qad yang menunjukkan pengukuhan terhadap sikap dusta yang dilakukan umat terdahulu. Dalam Tafsir Al-Munir disebutkan, Mereka, yakni kaum ‘Ad, Tsamud, dan umat-umat sebelum Nabi Muhammad menyampaikan risalah, menyaksikan langsung azab Allah, dan pada akhirnya memusnahkan peradaban mereka. Hal ini sekaligus semakin mempertegas ancaman Allah terhadap siapapun yang ingkar kepadaNya.
Lalu, mengapa Allah mengamcam kafir Quraish dengan apa yang menimpa umat terdahulu?
Menurut Ibnu ‘Asyur, agar mereka lebih mudah mengambil pelajaran dari kaum-kaum itu. Sebab, Masyarakat Arab mengetahui dengan baik bagaimana sejarah peradaban kaum ‘Ad Tsamud, dan lain sebagainya. Selanjutnya, Ibnu ‘Asyur menegaskan, pemungkas ayat berupa ‘Betapa hebatnya kemurkaanKu’ adalah untuk memperingatkan Kafir Quraish bahwa kemurkaan Allah terhadap umat terdahulu juga bisa menimpa mereka Ketika mereka tidak mau beriman.
Demikianlah strategi dakwah Allah terhadap kaum yang ingkar. Dengan memberi ancaman, orang yang memusuhiNya, lebih mudah mempengaruhinya kemudian meluluhkan hatinya dan membuatnya patuh terhadap perintah. Dan dari sini kita tahu, bahwa teknik ancaman tidak selalu berkonotasi negatif, asal tetap dalam koridor bil hikmah dan maw’idhah hasanah. Wallahu a’lam[]