BerandaTafsir TematikKeistimewaan Buah Delima (Ar-Rumman) yang Disebut dalam Al-Quran

Keistimewaan Buah Delima (Ar-Rumman) yang Disebut dalam Al-Quran

Di antara nama buah-buahan yang disebutkan al-Qur’an, terdapat nama buah delima. Nama delima dimasukkan ke dalam kalam Tuhan bukan tanpa sebab. Di balik peyebutannya, ternyata dapat ditemukan makna-makna filosofis dan saintifik.

Artikel ini akan mengulas tentang buah ini dan keistimewaannya dalam al-Qur’an. Penulis menggunakan pendekatan saintifik dan historis untuk menguraikan penjelasan dalam ayat-ayat al-Quran terkait buah delima.

Penyebutan term ar-Rummān

Ar-Rummān alias buah delima (Punica granatum), disebut sebanyak tiga kali dalam al-Qur’an, yakni pada ayat-ayat berikut:

  1. (QS. Al-An’am[6]: 99).

وَهُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَخۡرَجۡنَا بِهِۦ نَبَاتَ كُلِّ شَيۡءٖ فَأَخۡرَجۡنَا مِنۡهُ خَضِرٗا نُّخۡرِجُ مِنۡهُ حَبّٗا مُّتَرَاكِبٗا وَمِنَ ٱلنَّخۡلِ مِن طَلۡعِهَا قِنۡوَانٞ دَانِيَةٞ وَجَنَّٰتٖ مِّنۡ أَعۡنَابٖ وَٱلزَّيۡتُونَ وَٱلرُّمَّانَ مُشۡتَبِهٗا وَغَيۡرَ مُتَشَٰبِهٍۗ ٱنظُرُوٓاْ إِلَىٰ ثَمَرِهِۦٓ إِذَآ أَثۡمَرَ وَيَنۡعِهِۦٓۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكُمۡ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ  ٩٩

  1. (QS. Al-An’am[6]: 141).

۞وَهُوَ ٱلَّذِيٓ أَنشَأَ جَنَّٰتٖ مَّعۡرُوشَٰتٖ وَغَيۡرَ مَعۡرُوشَٰتٖ وَٱلنَّخۡلَ وَٱلزَّرۡعَ مُخۡتَلِفًا أُكُلُهُۥ وَٱلزَّيۡتُونَ وَٱلرُّمَّانَ مُتَشَٰبِهٗا وَغَيۡرَ مُتَشَٰبِهٖۚ كُلُواْ مِن ثَمَرِهِۦٓ إِذَآ أَثۡمَرَ وَءَاتُواْ حَقَّهُۥ يَوۡمَ حَصَادِهِۦۖ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ  ١٤١

  1. (QS. Ar-Rahman[55]: 68).

فِيهِمَا فَٰكِهَةٞ وَنَخۡلٞ وَرُمَّانٞ  ٦٨

Dalam beberapa kesempatan, kata rummān dimaknai sebagai fākihah ma’rūfah yu’kalu habbuha (buah yang dikenal secara umum yang bijinya dapat dimakan). (Ibrahim: 1988). Sedangkan menurut penjelasan yang lain, ia dideskripsikan dalam bentuk ‘pohon delima’, bukan buah delima. (Husain al-Baghawi: 2002).

Baca Juga: Mengenal Kuliner Neraka dalam Al-Quran, dari Buah Zaqqum hingga Shadid

Mengenai sedikit perbedaan tersebut, penulis cenderung sesuai dengan pandangan Ibrahim Madzkur yang memaknai kata ar-rummān sebagai buah delima, dan makna ini yang akan dipegangi oleh penulis dalam menguraikan keistimewaan dari penyebutan ar-rummān.

Melihat kemunculan Delima sebagai Fakta Historis

Dalam perspektif ilmu pengetahuan, delima berasal dari kawasan yang sekarang bernama Negara Iran.  Buah delima konon telah mulai dibudidayakan sejak masa Nabi Musa. Pohon ini kemudian menyebar secara cepat, bahkan disebut sebagai tumbuhan asli di sekitar Himalaya dan India Utara.

Pustaka kuno menyatakan bahwa buah ini juga banyak ditemukan di China, Mesir, dan Yunani. Masyarakat China biasa menghidangkan buah delima pada upacara pernikahan. Buah delima juga banyak digunakan oleh masyarakat kuno sebagai simbol yang melambangkan banyak anak, fertilitas, keabadian, dan kemakmuran.

Masyarakat Mesir kuno juga menyertakan buah delima dalam prosesi penguburan jenazah. Sedangkan pada mitologi Yunani, buah ini dikaitkan dengan hilangnya Persephone; putri Demeter; Dewa Tanah.  Konon, Persephone diculik oleh dewa di bawah tanah, Hades, sebab ia telah memakan sebutir biji buah delima. (LPMA dan LIPI).

Pada masa Nabi Musa, tumbuhan ini banyak di tanam di Palestina, Suriah, dan Libanon. Bahkan terdapat kota bernama rimmon, kota ini terletak disekitar Hebron, alkisah penamaan nama rimmon juga dinisbahkan kepada kata ar-rummān (delima).  Penamaan kata rimmon disinyalir dikarenakan karena kota tersebut merupakan penghasil utama dari buah delima.

Apakah hanya itu saja rahasia dibalik penyebutan buah delima? Makna yang lebih menadalam akan tersampaikan melalui data-data saintifik dalam bagian selanjutnya.

Keistimewaan Delima

Sebagaimana kurma dan zaitun, delima banyak digunakan sebagai makanan sehat karena kandungan protein dan lemaknya yang sangat kecil.

Sebaliknya, delima kaya akan sodium, riboflavin, thiamin, niasin, vitamin C, kalsium dan fosfor. Delima juga dipercaya mampun untuk memperlambat penuaan, sekaligus dapat menjadi pertahanan tubuh terhadap penyakit jantung dan kanker.

Di samping sebagai makanan, delima diketahui mempunyai khasiat sebagai obat. Hal ini dibuktikan berdasarkan tulisan dalam Unani Tibb, yakni suatu sistem pengobatan berdasarkan data ilmiah dan prinsip holistik dan pengobatan Yunani, Mesir, Arab, dan India yang dinamai sebagai homeopathy. (LPMA: 2010).

Adapun peyebutan dua nama buah secara khusus, yakni kurma dan delima dalam (QS. Ar-Raḥmān[55]: 68) bukan tanpa sebab. Keduanya memang mempunyai keistimewaan tersendiri jika dibandingkan dengan jenis buah yang lainnya.

Menurut sudut pandang ilmu modern, isi dan perasan dari buah delima mengandung asam sitrat dengan kadar yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan jenis buah-buahan lainnya. Asam sitrat yang terkandung yang terkandung dalam buah delima juga dapat membantu membentuk batu ginjal.

Selain itu, kulit buah delima juga mempunyai kegunaan karena mengandung astringen yang dapat melindungi perut dari buang air, dan sekaligus ia dapat dimanfaatkan untuk membasmi cacing pita. (Quraish Shihab: 2005).

Beberapa data sejarah dan data saintifik yang telah dipaparkan di atas, secara tidak langsung menunjukkan bahwa buah delima sarat akan manfaat dan nilai filosofis.

Baca Juga: Kekhasan Al-Quran Sebagai Mukjizat Bagi Nabi Muhammad Saw

Dalam sudut pandang saintifik, delima mengandung banyak khasiat, mulai dari mencegah penyakit jantung, dampai kanker. Sedang dalam sudut pendang sejarah, delima tidak hanya dimaknai sebagai sebuah makanan bagi masyarakat saat itu, namun buah tersebut melambangkan nilai-nilai yang luhur.

Di sisi lain, fakta sejarah di atas juga menunjukkan bahwa kesitimewaan delima bukan hanya disebabkan karena ia disebutkan dalam al-Qur’an, namun ternyata delima juga menjadi bagian dalam mitologi Yunani.

Dua argumen ini memberikan pengajaran bahwa keistimewaan al-Qur’an tidak terbatas pada satu aspek saja, sebut saja bahasa. Meski sejak awal ia diciptakan sebagai mukjizat yang penuh dengan dimensi kebahasaan yang tinggi, namun tidak berarti keistemawaannya berhenti sampai di situ.

Al-Qur’an akan selalu menampilkan makna yang beragam jika ia dibaca melalui pembacaan yang beragam pula (baca; multi-perspektif). Karena hakikatnya, al-Qur’an itu ḥamālatul aujuhin. Di mana, ia akan senantiasa menarik untuk diperbincangkan dan dipelajari sampai akhir zaman. Wallahu A’lam bis Showāb.

Moh. Nailul Muna
Moh. Nailul Muna
Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Alumni Penerima Beasiswa PBSB S1 Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga dan Alumni Pesantren Mahasiswa LSQ Ar-Rohmah Yogyakarta.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...