BerandaTafsir TematikTafsir Surat Al-Waqiah Ayat 7-12: Merenungi Tiga Macam Kondisi Manusia

Tafsir Surat Al-Waqiah Ayat 7-12: Merenungi Tiga Macam Kondisi Manusia

Masih seputar gambaran tentang keadaan di hari kiamat, surat Al-Waqiah ayat 7-12 menjelaskan tentang klasifikasi kondisi orang-orang pada saat itu. Pada kelompok ayat ini disampaikan bahwa manusia akan dibedakan menjadi tiga golongan, ashab al-maimanah (golongan kanan), ashab al-masy’amah (golongan kiri) dan as-sabiqun as-sabiqun.

Surat Al-Waqiah ayat 7-12 berbunyi,

وَكُنْتُمْ أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً (7) فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ (8) وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ (9) وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ (10) أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ (11) فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (12

dan kamu menjadi tiga golongan, (7) yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu,  (8) dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu, (9)  dan orang-orang yang paling dahulu (beriman), (10) merekalah yang paling dahulu (masuk surga).(11) Mereka itulah orang yang dekat (kepada Allah), Berada dalam surga kenikmatan, (12)

Sebagaimana diinformasikan dalam redaksi ayat, pada hari kiamat manusia akan terbagi menjadi tiga kelompok. kelompok pertama disebut ashab al-maimanah, kelompok kedua dinamakan ashab al-masy’amah, dan kelompok ketiga disebut as-sabiqun as-sabiqun. Klasifikasi ini ada yang menyebutnya dengan tempat atau kedudukan manusia di hari kiamat, seperti penjelasan yang dikutip dalam Tafsir At-Tabari. Jadi, ada dua kelompok yang bertempat di surga dan satu kelompok di neraka. Demikian lanjutan penjelasan At-Tabari.

Baca Juga: Kenali Kandungan Surat Al-Waqiah dan Beberapa Keutamaannya

Siapa itu ashab al-maimanah, ashab al-masy’amah dan as-sabiqun as-sabiqun?

Penggunaan kanan dan kiri dalam surat Al-Waqiah ayat 7-12 ini tidak lain mengambil dari bagian yang sudah familiar dengan kehidupan manusia yaitu sisi kanan dan kiri. Dalam tradisi di masyarakat, menurut Ibnu Asyur sisi kanan biasa diidentikkan dengan kebaikan, kemuliaan, pertolongan dan keberkahan; sedang sisi kiri sebaliknya, diasosiasikan dengan kejelekan. kemudharatan, tidak bermanfaat dan semacamnya. Di sinilah Al-Quran berinteraksi dengan sedikit kebiasaan masyarakat Arab saat itu.

Beragam penjelasan telah disampaikan oleh para mufasir dalam mendefinsikan tiga kelompok di atas. Al-Qurthubi senidri menyajikan banyak versi tentang identitas ashab al-maimanah, ashab al-masy’amah dan as-sabiqun. Ashab al-maimanah yaitu mereka yang dibawa di sisi kanan menuju ke surga, sedang ashab al-masy’amah adalah mereka yang dibawa di sisi kiri menuju ke neraka.

Selain itu, Al-Qurthubi juga mengutip beberapa identitas lain dari ashab al-maimanah yaitu mereka yang berada di sebelah kanan Nabi Adam yang kelak akan masuk surga. As-Samarqandi dalam Bahrul Ulum menambahkan bahwa posisi di sebelah kanan Nabi Adam itu ketika di hari kiamat; mereka juga orang-orang yang diberikan catatan amalnya dengan tangan kanan.

Ashab al-maimanah juga sebutan untuk ahl al-hasanat (orang-orang yang berbuat kebaikan) dan berkomitmen untuk selalu berbuat kebaikan. Syeikh Nawawi Al-Bantani juga menuturkan pengertian yang terakhir ini. Sementara untuk ashab al-masy’amah, singkatnya adalah kebalikan dari semua hal yang diidentikkan dengan ashab al-maimanah.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Waqiah Ayat 1-6: Hari Kiamat itu Pasti, Inilah Visualisasinya

Kemudian, bagaimana dengan kelompok as-sabiqun? Jika ashab al-maimanah adalah simbol kebaikan dan ashab al-masy’amah adalah simbol kejelekan, lalu as-sabiqun simbol dari apa? Ada yang menyebut as-sabiqun dengan mereka yang pernah shalat menghadap dua kiblat (masjid al-aqsha dan ka’bah di masjid al-haram) yang berarti generasi awal Islam, lebih dulu beriman kepada Allah dan rasulNya, lebih dulu melakukan perintah-perintah Allah dan RasulNya. Kurang lebih demikian intisari penjelasan dari para mufasir tentang as-sabiqun.

Selain beberapa pengertian di atas, ada keterangan tambahan dari At-Thabari yang menarik dan sedikit berbeda dalam mendefinisikan tiga kelompok di atas. Pengertian ini dikaitkan dengan ilmu dan hawa nafsu. Mereka yang memenangkan ilmunya daripada hawa nafsunya adalah as-sabiqun, mereka yang bisa menyeimbangkan antara ilmu dan hawa nafsunya ialah ashab al-maimanah dan mereka yang ilmunya tunduk pada hawa nafsunya disebut dengan ashab al-masy’amah.

Penafsiran yang sedikit berbeda juga ditambahkan oleh Al-Qurthubi. Orang-orang yang dari awal istiqamah berbuat kebaikan hingga akhir umurnya maka ia disebut dengan as-sabiqun. Orang-orang yang berbuat dosa yang kemudian menyadari kesalahannya dan bertaubat, mereka lah ashab al-maimanah. Orang-orang yang berbuat dosa, tidak pernah mau menyadari kesalahannya dan juga tidak mau bertaubat dan memperbaiki diri, mereka itu ashab al-masy’amah.

Dari beberapa pengertian di atas, kita juga dapat mengambil petunjuk bahwa hidup bahkan mati pun tidak hanya tentang kebaikan dan kejelekan, melainkan ada sesuatu yang lebih dari itu, di atas kebaikan yaitu kemuliaan. Tidak hanya ashab al-maimanah dan ashab al-masy’amah, tetapi ada pula as-sabiqun.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 8-11: Penyesalan Orang yang Ingkar di Hari Kiamat

Keadaan Manusia di Akhirat Berkaitan Erat dengan Amal Perbuatannya di Dunia

Terkait dengan macam kondisi manusia dalam surat Al-Waqiah ayat 7-12, Ar-Razi dalam Mafatih Al-Ghaib mengaitkannya dengan ayat yang lain, tepatnya di surat Fatir ayat 32 yang juga menyinggung tentang tiga klasifikasi keadaan manusia. Bedanya pada ayat ini konteks ayat tidak sedang menggambarkan keadaan kiamat, melainkan tentang respon penerimaan umat Muhammad terhadap Al-Quran.

Di situ disampaikan bahwa ada tiga respon penerimaan umat Muhammad terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi. Pertama, dhalim li nafsih (mendzalimi dirinya sendiri), kedua, muqtasid (pertengahan), ketiga sabiq bi al-khairat (lebih dulu berbuat kebaikan).

Ibn Abbas sebagaimana dikutip oleh Ibn Katsir dan juga At-Tabari menjelaskan keterkaitan tiga macam penerimaan ini dengan keadaan mereka di akhirat nanti. Dhalim li nafsih ditafsirkan dengan orang yang dzalim pada dirinya sendiri yang kelak akan diampuni (terkecuali syirik dan jika orang itu bertaubat), muqtasid yaitu mereka yang kelak mudah penghitungan amalnya sedang sabiq bi al-khairat adalah mereka yang masuk surga tanpa hisab.

Dengan begitu, keadaan manusia di hari kiamat seperti yang telah dijelaskan dalam surat Al-Waqiah ayat 7-12 itu tidak tiba-tiba saja terjadi tanpa proses dan sebab. Segala keputusan dan perbuatan di dunia juga ikut menentukan keadaan dan nasib mereka di akhirat, sebagaimana disiratkan dalam surat Fatir ayat 32.

Baca Juga: Tafsir Surah Yasin Ayat 32: Pada Akhirnya Semua Akan Menghadap Allah SWT

Selain itu, surat Al-Zalzalah ayat 7-8 semakin memperjelas relasi antara amal perbuatan manusia di dunia dan balasan di akhirat. Pada dua ayat ini, masih mengikut penafsiran At-Tabari dijelaskan bahwa -seakan- Allah menyatakan ‘Maka siapa (di dunia) mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya (di akhirat)’, ‘dan siapa mengerjakan (di dunia) kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya (di akhirat).

Demikian berarti bahwa mengaji tentang keadaan manusia di hari kiamat kelak, khususnya surat Al-Waqiah ayat 7-12 secara tidak langsung meminta kita untuk mengevaluasi amal perbuatan kita selagi masih di dunia. Semoga kita tergolong dari orang-orang yang baik dan mulia.

Wallahu A’lam

Limmatus Sauda
Limmatus Sauda
Santri Amanatul Ummah, Mojokerto; alumni pesantren Raudlatul Ulum ar-Rahmaniyah, Sreseh Sampang
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...