Ketika al-Qur’an diterima oleh orang selain Arab atau orang yang belum paham tata bahasa arab, maka dalam membaca al-Qur’an, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah tanda waqaf dalam mushaf al-Qur’an (berhenti) dan ibtida’ (memulai). Pedoman utama dalam tanda waqaf adalah kesempurnaan kalimat yang dibaca. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kerancuan maksud dari redaksi ayat al-Qur’an.
Imam Ahmad bin Abdul Karim al-Asymuni dalam kitab Manar al-Huda fi al-Waqf wa al-Ibtida mendefiniskan waqaf sebagai berikut:
قَطْعُ الصّوْتِ عَلَى آخِرِ الْكَلِمَةِ زَمَنًا أوْ هُوَ قَطْعُ الْكَلِمَةِ عَمَّا بَعْدَهَا
Artinya: “Menghentikan suara sejenak pada akhir kalimat atau memutuskan suatu kata dari kata berikutnya”
Adapun Ibtida’ menurut Imam Shalih dalam kitab al-Waqf wa al-Ibtida’ wa Shilatuhuma bi al-Ma’na fi al-Qur’an al-Karim, yaitu memulai untuk membaca al-Qur’an baik itu setelah qath’i ataupun waqaf.
Baca juga: Balaghah Al-Quran: Seni Tata Krama dalam Bahasa Al-Quran
Artikel yang anda baca adalah tentang tanda waqaf yang disepakati oleh para ulama. Tidak terkecuali yang digunakan Kementerian Agama Republik Indonesia dalam penerbitan mushaf al-Qur’an. Akan tetapi, dari semua jenis tanda waqaf yang ada, ternyata tidak semuanya digunakan. Disinilah anda akan menemukan jawaban bahwa beberapa tanda waqaf jarang diketahui para pembaca al-Qur’an. Sebelumnya, penulis jelaskan dahulu tanda waqaf dalam mushaf standar Indonesia.
Tanda Waqaf dalam Mushaf al-Qur’an Kementerian Agama RI
Mushaf standar Indonesia yang diterbitkan Tim Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an Kemenag RI, mengambil riwayat dari Imam Hafs dari Imam ‘Ashim dengan menggunakan Rasm Utsmani.
Tanda waqaf yang akan dibahas di sini adalah bagian dari waqaf ikhtiyari. Artinya, berhenti membaca untuk mengambil napas karena memang disengaja dan tanpa ada sebab. Sebagai informasi tambahan, ada tiga jenis waqaf lain, yaitu waqaf ikhtibari; waqaf intidzari; dan waqaf idhtirari.
Waqaf ikhtibari yaitu berhenti membaca untuk mengambil napas dengan maksud untuk melatih para murid untuk mengetahui cara waqaf yang benar ketika harus berhenti mendadak. Adapun waqaf intidzari yakni berhenti untuk mengumpulkan jenis-jenis qira’at dari berbagai riwayat. Waqaf ini dikhususkan bagi yang mempelajari macam-macam qira’ah (bacaan) baik qira’ah sab’ah ataupun qira’ah ‘asyr. Sementara waqaf idhtirari yaitu berhenti membaca karena terpaksa, seperti napas yang tidak kuat, lupa, tidak mampu meneruskan bacaannya, dan sebagainya.
Baca juga: Memahami Konsep Sakralitas Al-Quran dan Berbagai Sikap Terhadapnya
Tanda waqaf ikhtiyari yang digunakan dalam mushaf tersebut terdiri dari enam tanda sebagai berikut:
- Waqaf Lazim ( م ), yaitu tanda yang menunjukkan bacaan wajib berhenti dan tidak boleh washal (dilanjutkan)
- Waqaf Ja’iz ( ج ), yaitu tanda yang menunjukkan bacaan boleh berhenti boleh juga diteruskan. Karena keduanya sama-sama bagusnya.
- Al-Waqfu al-Aula (قلى), yaitu tanda menunjukkan kebolehannya berhenti atau meneruskan bacaan. Akan tetapi lebih utama (baik) berhenti.
- Al-Washlu al-Aula ( صلى ), yaitu tanda yang menunjukkan bolehnya berhenti atau diteruskannya bacaan. Akan tetapi lebh utama untuk diteruskan.
- Lā Waqfa fihi atau Lā Taqif ( لا ), tidak boleh berhenti pada tanda ini kecuali di akhir ayat.
- Waqaf Mu’annaqah (tanda titik tiga berjejer dua) yaitu berhenti pada salah satu titik tiga tersebut dan tidak boleh pada keduanya.
Selain enam tanda tersebut, ada dua tanda waqaf yang juga terdapat dalam mushaf. Yaitu saktah (س) yang berarti berhenti sejenak tanpa mengambil napas dan tanda waru (۵) seperti dalam QS. al-Fatihah[1]: 7. Tanda ini menjadi perbedaan jumlah ayat dalam periwayatan ahli qiraat. Imam Ashim, sebagaimana digunakan riwayatnya oleh Kemenag, menyatakan bahwa tanda tersebut bukanlah untuk akhir ayat.
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ
Tujuh Tanda Waqaf Lain dalam Kaidah Waqaf
Dalam Buku Petunjuk Praktis Tahsin al-Qur’an Metode Maisûrâ karya dari Dr. KH. Ahmad Fathoni, LC, MA, ada tujuh tanda waqaf lain. Beliau menukil dari kitab Bughyatu ‘Ibad ar-Rahman li Tahqiqi Tajwid al-Qur’an karya Muhammad bin Syahadah al-Ghul. Ketujuh rumus (tanda) waqaf lainnya yaitu sebagai berikut:
- Waqaf Mutlaq (ط), yaitu tanda waqaf yang menunjukkan diperbolehkannya untuk berhenti dan bagus (baik) memulai dengan lanjutan bacaannya.
- Waqaf Mujawwaz (ز), tanda yang menunjukkan bolehnya berhenti (waqaf) pada satu bacaan akan tetapi lebih baik diteruskan (washal). Tanda ini yang kemudian banyak diganti dengan Al-Washlu al-Aula ( صلى ) pada mushaf-mushaf yang banyak beredar. Contohnya pada QS. al-Baqarah[2]: 86.
أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱشْتَرَوُا۟ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا بِٱلْأخِرَةِ ۖ فَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ ٱلْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنصَرُونَ
- Waqaf Murakhkhas Ḍarurah (ص) yaitu diperbolehkan untuk berhenti (waqaf) pada kalimat yang sudah sempurna. Karena biasanya pembaca al-Qur’an yang tidak kuat napasnya atas ayat yang terlalu panjang. Namun tanda waqaf ini dalam banyak cetakan mushaf diganti dengan Waqaf Ja’iz ( ج ) Contohnya pada QS. al-Baqarah[2]: 177.
وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ ۚ وَالْمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ اِذَا عَاهَدُوْا ۚ
- Waqaf Qif (قف), yaitu tanda yang menunjukkan lebih baik waqaf dari pada Karena sama dengan Al-Waqfu al-Aula (قلى), maka tanda waqaf keempat ini diganti penulisannnya dengan Al-Waqfu al-Aula (قلى).
- Tanda Waqaf (ق), dalam pendapat para ulama ahli waqaf tanda ini tidak boleh waqaf (berhenti).
- Tanda Waqaf ك)كذالك), ketika ada tanda tersebut, maka hukum waqafnya mengikuti dengan tanda sebelumnya. Contohnya ketika tanda waqaf (ك) didahului oleh tanda Waqaf Ja’iz ( ج ), maka tanda yang kedua sama halnya dengan tanda Waqaf Ja’iz ( ج ).
- Tanda waqaf (وقفة) tanda ini sebenarnya mirip dengan tanda saktah, hanya saja berhentinya sedikit lebih lama. Pada banyak percetakan mushaf al-Qur’an, tanda ini diganti dengan tanda al-Washlu al-Aula ( صلى ).
Demikian tadi tujuh tanda waqaf yang mungkin belum kita ketahui. Karena pada mushaf-mushaf yang kita baca merupakan bentuk standarisasi Tim Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an dari Kementerian Agama Republik Indonesia. Darimana pun penerbitya, mushaf al-Qur’an di Indonesia terlebih dahulu harus melalui tashih dari Kemenag RI.
Baca juga: Huruf Muqathaah: Cara Baca dan Pembagiannya dalam Ilmu Tajwid
Keterangan catatan kaki dari buku Ahmad Fathoni menyebutkan, tanda-tanda waqaf yang tidak lagi digunakan di Mushaf Kemenag, masih bisa ditemukan dalam Mushaf al-Qur’an “Pojok” terbitan Menara Kudus dan terbitan Bombay (sebelum era 1980an). Menurut M. Ulil Albab Arwani, terkait waqaf ibtida’, Mushaf Pojok Kudus mengikuti mazhab Imam al-Sijawandi(w. 560). Mushaf al-Qur’an “Pojok” dari Kudus juga menambahkan tanda untuk membantu pembaca dalam waqaf dan ibtida’ ketika napasnya tidak sampai pada akhir kalimat.