Kisah Yusuf begitu populer, mulai dari mimpinya, Allah memilihnya sebagai Nabi dan mengajarkan ta’wil mimpi. Namun yang masih asing di telinga kita adalah tentang saudara-saudara Yusuf adalah para Nabi. Ada banyak mufassir yang berpendapat mengenai status kenabian saudara-saudara Yusuf. Mungkin yang membuat perihal ini asing adalah perbuatan aniaya dan tipu daya mereka untuk kebinasaan Yusuf.
Tafsir Surah Yusuf Ayat 6
Bahasan dalam tafsir surah Yusuf ayat 6 ini meliputi: Allah memilih Yusuf sebagai Nabi, mengajakarkan ta’wil mimpi dan sebuah penafsiran bahwa saudara-saudara Yusuf adalah para Nabi. Inilah surah Yusuf ayat 6 berikut penafsirannya:
وَكَذَلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِنْ تَأْوِيلِ الْأَحَادِيثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِ يَعْقُوبَ كَمَا أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِنْ قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (6)
Dan demikianlah, Tuhan memilih engkau (untuk menjadi Nabi) dan mengajarkan kepadamu sebagian dari takwil mimpi dan menyempurnakan (nikmatNya) kepadamu dan kepada keluarga Yaqub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikma-Nya kepada kedua orang kakekmu sebelum itu, yaitu Ibrahim dan Ishaq. Sungguh, Tuhan itu Maha Mengetahui, Mahabijaksana.[6]
Menurut al-Tsa’laby dalam Tafsir al-Tsa’laby (5/198), Allah menyeleksi dan memilih Yusuf, Allah mengajarinya tafsir mimpi, dan Allah menyempurnakan nikmatnya dan keluarga Ya’qub. Allah menyempurkan nikmatNya pada Yusuf sebagaimana sebelumnya Allah menyempurnakan pada kedua kakeknya, Nabi Ibrahim dengan persahabatan dan keselamatannya dari api. Menurut Ikrimah keselamatan Ibrahim dari sembelihan dan menebusnya dengan penyembelihan yang agung. Ulama yang lain berpendapat mengenai hal ini yaitu keselamatan Nabi Ya’qub dan keturunanya dari penyaliban.
al-Tsa’laby mengutip sebuah pendapat mengenai penafsiran akhir dari Yusuf ayat 6 yaitu
إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sungguh, Tuhan itu Maha Mengetahui, Mahabijaksana.
Awal masalah ini (cerita Yusuf dan saudaranya) adalah perdebatan dan awalnya tidak salah. Ketika mimpi Yusuf sampai kepada saudara-saudaranya, maka mereka berbuat dengki kepadanya. Menurut Ibn Zaid: mereka adalah para Nabi dan mereka berkata: tidak rela bersujud kepada Yusuf sampai kedua orang tuanya bersujud kepada Yusuf dan kemudian mereka menghendaki atau mendzalimi dengan permusuhan.
Baca juga: Jalaluddin Rakhmat, Tokoh Tafsir Indonesia Meninggal Dunia
Tafsir Bahr al-Ulum li al-Samarqandy (2/180) mengutip pendapat al-Zujjaj bahwa Ya’qub sendiri menafsirkan mimpi Yusuf, ketika Yusuf bekata saya bermimpi melihat sebelas Bintang. Ya’qub menafsirkannya sebelas orang yang mempunyai keutamaan dan sesungguhnya mereka akan mendapatkan cahaya, karena sesungguhnya Bintang tidak memiliki cahaya. Menafsirkan Matahari dan Bulan dengan kedua orang tuanya, Matahari adalah bapaknya dan Bulan adalah ibunya serta bintang-bintang adalah saudara-saudaranya.
Ya’qub juga menafsirkan Yusuf seorang Nabi dan saudara-saudaranya adalah para Nabi. Sebab Yusuf yang paling mengetahui bahwa Allah akan menyempurnakan nikmatnya dan saudara-saudarnya, sebagaimana Allah menyempurnakan nikmat kedua kakeknya Ibrahim dan Ishaq. Ada ulama yang berpendapat bahwa ketika Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih anaknya dan Allah memerintahkan untuk menebusnya. Maksud Allah Maha megetahui ialah pada apa yang dilakukan saudara-saudara Yusuf dan Maha bijaksana dalam menyempurnakan nikmatnya.
Maksud Dari Ta’wil al-Hadis
al-Tsa’laby juga berpendapat dalam ayat tersebut Allah menggunakan kata ta’wil karena akan menakwilkan atau mengartikan apa yang dilihat Yusuf dalam mimpinya. Fakhruddin al-Razy menyampaikan tiga pendapat.
Baca juga: Penjelasan tentang Kebaikan di Akhirat dalam Surah al-Baqarah Ayat 201
Pertama, mengartikan berbagai kejadian manusia yang ada dalam mimpinya. Kedua, mengartikan kejadian yang terdapat dalam kitab Allah dan kabar yang diriwayatkan oleh para Nabi sebelumnya. Seperti salah satu ulama pada zaman kita yang sibuk dengan penafsiran dan pentakwilan Alquran dan mengartikan hadis-hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw.
Ketiga, Allah mengajarkan Yusuf maksud dari kejadian-kejadian, sedangkan maksud dari kejadian itu pada kekuasaan, penciptaan dan hikmah Allah swt. Jadi maksud dari ta’wil al-ahadis adalah sebuah metode pembuktian pada kekuasaan, hikmah serta keagungan Allah dengan berbagai jenis makhluk ruhani dan jasmani.
Saudara-Saudara Yusuf Adalah Para Nabi
Fakhruddin al-Razy dalam Mafatih al-Ghaib 18/92 membahas dengan detail tentang kenabian saudara-saudara Yusuf. Pengakuan al-Razy bahwa Ia telah susah payah dan menafsirkan mengenai hal ini. Pembahasannya berawal dari pemilihan Yusuf untuk memperoleh derajat yang tinggi, maka al-Razy menafsirkan kesempurnaan nikmat dengan kenabian. al-Razy menguatkan pendapatnya dengan dua argumen.
Pertama, kesempurnaan nikmat adalah terkandung dalam sesuatu yang menjadikannya sempurna dan tidak ada kekurangannya. Kenyataannya pada Manusia tidak ada kesempurnaan ini kecuali kenabian, karena sesusungguhnya semua derajat makhluk selain derajat kerasulan adalah sesuatu yang kurang dengan perbandingan pada kesempurnaan kenabian. Maka kesempurnaan mutlak pada manusia dalam hak manusia tidak ada kecuali kenabian.
Kedua, firman Allah Swt
كَمَا أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِنْ قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ
Sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikma-Nya kepada kedua orang kakekmu sebelum itu, yaitu Ibrahim dan Ishaq.
Sudah diketahui bahwa kesempurnaan nikmat yang menjadi keistimewaan Ya’qub dan Ishaq dalam hak manusia adalah kenabian. Maka maksud kesempurnaan nikmat adalah dengan kenabian. Kemudian al-Razy memberikan perhatian bahwa Ia menafsirkan ayat ini dengan kenabian maka hal yang sama berlaku pada keluarga Ya’qub, mereka adalah para Nabi. Sebagaimana firman Allah swt: Dan Allah menyempurnakan nikmatNya kepadamu dan kepada keluarga Yaqub.
Yusuf juga berkata melihat sebelas Bintang yang berarti sebelas orang yang mempunyai keutamaan dan kesempurnaan. Penduduk bumi akan mendapatkan sinar dari ilmu dan agama mereka. Sejatinya Bintang tidak memiliki cahaya sedangkan para penduduk bumi mendapatkan petunjuk darinya. Maka dengan begitu seluruh anak Ya’qub dihukumi sebagai para Nabi.
Baca juga: Tafsir Ahkam: Dasar Hukum Kewajiban Suami Memberi Mutah Kepada Istri yang Diceraikannya
Mungkin beberapa orang akan bertanya, bukankah saudara-saudara Yusuf telah berbuat dengki dan tipu daya kepadanya? al-Rary sudah menjawab pertayaan ini bahwa kejadian itu terjadi sebelum kenabian, sedangkan menurutnya terpelihara dari dosa (al-‘ishmah) terdapat pada masa kenabian, bukan sebelumnya.
Kesimpulannya, Allah memilih Yusuf untuk menjadi seorang Nabi tetapi menurut Fakhruddin al-Razy Allah memilih Yusuf untuk mendapatkan derajat yang tinggi, maka kesempurnaan nikmat menurut al-Razy adalah kenabian. Sedangkan al-Samarqandy menafsirkan bahwa saudara-saudara Yusuf adalah para Nabi. Al-Samarqandy mengutip pendapat ini dari penafsiran Ya’qub terhadap mimpi Yusuf.
Fakhruddin al-Razy membahas dengan detail status kenabian saudara-saudara Yusuf dengan dua alasan. Pertama, tidak ada kesempurnaan nikmat bagi hak manusia kecuali kenabian. Kedua, Allah menyempurnakan nikmat Yusuf dan keluarga Ya’qub sebagaimana kedua kakeknya Ibrahim dan Ishaq. Sedangkan keistimewaan Ibrahim dan Ishaq dari yang manusia lainnya adalah kenabian. Argumen kedua al-Razy ini sebagaimana terdapat dalam ayat ini. Wallahu a’lam.[]