Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 220

tafsir surat al baqarah
Penamaan “Surat Al-Baqarah”

Kemudian dalam ayat ini, Allah swt sekaligus menjawab pertanya-an tentang masalah anak-anak yatim. Anak-anak yatim yaitu anak-anak yang tidak berbapak lagi, karena sudah meninggal.

Timbulnya pertanyaan mengenai anak-anak yatim ini pada masa Rasulullah saw dari orang-orang yang selama ini hidup bersama anak yatim, bercampur hartanya dengan harta mereka, serta sama-sama makan dan minum dalam satu rumah. Dengan jalan begitu, terpeliharalah anak-anak yatim, baik makan maupun kesejahteraannya, tetapi kemudian turunlah ayat ini:

اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا ۗ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًا ࣖ

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (an Nisa′/4: 10)

Dengan turunnya ayat itu, maka mereka ragu-ragu, kalau perbuatannya terhadap anak-anak yatim selama ini zalim, termasuk memakan harta anak yatim itu. Ayat 220 ini menjelaskan bahwa yang pokok dalam hal ini adalah pemeliharaan yang baik terhadap anak-anak yatim, jangan sampai tersia-sia hidupnya. Jangan sampai mereka terlantar serta tak terjamin ketenteraman dan kesejahteraannya.

Semua macam pemeliharaan dan penjagaan anak-anak yatim adalah merupakan kebaikan. Andaikata mereka dibawa tinggal serumah itu pun juga baik, sebab dengan tinggal bersama-sama sudah merupakan hidup bersaudara. Seolah-olah anak yatim itu merupakan saudara kecil, dipelihara kesehatannya seperti memelihara saudara, atau anak kandung sendiri. Jadi boleh mencampur harta anak-anak yatim dengan harta orang yang memeliharanya, asal ada niat untuk keselamatan mereka dan tidak untuk merugikan mereka.

Perkara niat seseorang dan apa yang disimpan di dalam hatinya, hanya Allah-lah yang tahu, sebab Allah Maha Mengetahui siapa yang baik dan siapa yang jahat. Banyak terjadi, orang mengatakan berniat baik memelihara anak yatim, tetapi kenyataannya dia menganiaya dan menyiksanya.

Dalam memelihara anak yatim, tergantung kepada kemampuan yang memelihara, namun yang pokok adalah terjaminnya keselamatan anak-anak yatim tersebut, dan jangan sampai mereka itu tersia-sia, baik mengenai keperluan makan minumnya, pakaian dan tempat tinggalnya, serta pendidikan dan kesehatannya, lebih-lebih mengenai harta bendanya, bila ada. Itu harus dipelihara sebaik mungkin. Apabila anak-anak yatim itu sampai tersia-sia, niscaya hal itu akan menimbulkan kemurkaan Allah swt. Sesungguhnya Dia Mahaperkasa lagi Mahabijaksana dalam mengatur kemaslahatan hamba-Nya.

(221) Di dalam ayat ini ditegaskan larangan bagi seorang Muslim mengawini perempuan musyrik dan larangan mengawinkan perempuan mukmin dengan laki-laki musyrik, kecuali kalau mereka telah beriman. Walaupun mereka itu cantik dan rupawan, gagah, kaya, dan sebagainya, budak perempuan atau budak laki-laki yang mukmin lebih baik untuk dikawini daripada mereka. Dari pihak perempuan yang beriman tidak sedikit pula jumlahnya yang cantik, menarik hati, dan berakhlak.

Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda:

لاَ تَنْكِحُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسٰى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلاَ تَنْكِحُوْهُنَّ عَلَى أَمْوَالِهِنَّ فَعَسٰى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَانْكِحُوْهُنَّ عَلَى الدِّيْنِ فَـَلأَمَةٌ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِيْنٍ أَفْضَلُ

(رواه ابن ماجه عن عبد الله بن عمر)

Jangan kamu mengawini perempuan karena kecantikannya, mungkin kecantikan itu akan membinasakan mereka, janganlah kamu mengawini mereka karena harta kekayaannya, mungkin harta kekayaan itu akan menyebabkan mereka durhaka dan keras kepala. Tetapi kawinilah mereka karena agamanya (iman dan akhlaknya). Budak perempuan yang hitam, tetapi beragama, lebih baik dari mereka yang tersebut di atas. (Riwayat Ibnu Majah dari Abdullah bin Umar)

Dalam hadis lain, Rasulullah saw bersabda:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِِلأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

(رواه البخاري ومسلم عن أبي هريرة)

Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Pilihlah perempuan yang beragama, maka engkau akan beruntung. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Perkawinan erat hubungannya dengan agama. Orang musyrik bukan orang beragama, mereka menyembah selain Allah. Dalam soal perkawinan dengan orang musyrik ada batas larangan yang kuat, tetapi dalam soal pergaulan, bermasyarakat itu biasa saja. Sebab perkawinan erat hubungannya dengan keturunan dan keturunan erat hubungannya dengan harta warisan, makan dan minum, dan ada hubungannya dengan pendidikan dan pembangunan Islam.

Perkawinan dengan orang musyrik dianggap membahayakan seperti diterangkan di atas, maka Allah melarang mengadakan hubungan perkawinan dengan mereka. Golongan orang musyrik itu akan selalu menjerumuskan umat Islam ke dalam bahaya di dunia, dan menjerumuskannya ke dalam neraka di akhirat, sedang ajaran-ajaran Allah kepada orang-orang mukmin selalu membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

(Tafsir Kemenag)