Meski bagi sebagian ulama waktu isra mikraj masih menjadi perbedaan, semisal di Tafsir Al-Qurtubi yang dinyatakan bahwa isra mikraj terjadi pada tangggal 27 Rabiul Awal, namun mayoritas umat Islam memperingati isra mikraj Nabi Muhammad Saw. tersebut di tanggal 27 Rajab. Euforia peringatan isra mikraj banyak dihadirkan kembali di tanggal ini, mulai dari mengisahkan kembali peristiwa bersejarah tersebut, menguak hikmah hingga meneladaninya, termasuk membincang sisi lain dari isra mikraj.
Peristiwa bersejarah ini sudah terdokumentasi rapi dalam Al-Quran surah Al-Isra ayat 1. Al-Quran menceritakan isra mikraj dengan diawali kalimat tasbih, kalimat takjub atas kuasaNya,
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
“Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.“
Setidaknya ada tiga sisi lain dari isra mikraj yang disampaikan oleh beberapa ulama ketika memperingati salah satu mukjizat Nabi Muhammad Saw. tersebut.
Baca Juga: Peristiwa Isra Mikraj Nabi Muhammad Saw Menurut Ulama Tafsir
Isra mikraj adalah persiapan Nabi Muhammad sebelum hijrah ke Madinah
Syekh Ali Jum’ah dalam suatu kesempatan menyampaikan hikmah dan sisi lain dari isra mikraj, sebagaimana video yang diunggah di channel youtube SANAD MEDIA. Di situ Syekh Ali Jum’ah menyampaikan bahwa isra mikraj adalah persiapan bagi Nabi Muhammad Saw untuk mengawali fase baru dalam kenabiannya.
Nabi Muhammad yang awalnya bergaul dengan kaumnya di Makkah, setelah isra mikraj sang Nabi akan berpindah, bertemu dan berkumpul dengan kaum barunya di Madinah. Kaum ini yang nantinya mengelilingi Nabi dan di tanah kaum ini pula Nabi akan dimakamkan, yaitu kaum Anshar. Nabi mulai membangun Negara di Madinah, memperkenalkan Islam lebih luas lagi, mengirim pesan dan surat kepada para raja Negara-negara tetangga. Inilah awal baru bagi sejarah dakwah Nabi, era baru bagi umat Islam
Sisi lain dari isra mikraj yang juga disinggung Syekh Ali Jumah yaitu perihal kisah Nabi Muhammad yang mengimami Nabi-Nabi yang lain ketika dalam perjalanan isra. Ketika menafsirkan surah Al-Isra ayat 1, At-Thabari juga menyinggung ini. Tepat di bagian ini, syekh Ali Jum’ah memaknainya sebagai bukti nyata bahwa Nabi Muhammad adalah pemimpin para Nabi sekaligus Nabi terakhir.
Sebagai Nabi terakhir, Nabi Muhammad mengemban amanah yang tidak mudah, yaitu menyatukan umat, menjadi umat yang satu, ber-Tuhan pada Dzat yang Maha Esa, Nabinya satu, kiblatnya satu yaitu Ka’bah, kitabnya satu, ibadahnya pun satu (salat, puasa, haji dan seterusnya).
Berdasar pada ini, selama seseorang itu ahlul kiblat (berkiblat ke ka’bah) maka dia adalah umat Islam, tidak peduli kelompok dan madzhabnya, baik sunni, syi’i, dzahiri dan lainnya, apalagi jika hanya berbeda partai politiknya. ‘Jangan sampai kita mengkafirkan sekelompok orang karena mereka telah berbuat kerusakan di bumi, mereka hanya tersesat’ begitu pesan Syekh Ali Jum’ah.
Baca Juga: Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 97-98 tentang Hijrah
Mikraj Nabi Muhammad Saw: kepedulian Nabi-Nabi terdahulu terhadap umat Nabi Muhammad
Sisi lain dari isra mikraj berikutnya datang dari syekh Yusri Rusydi. Cerita kisah ini dapat ditonton di channel youtube SANAD MEDIA. Syekh Yusri menyoroti pertemuan Nabi Muhammad Saw. Khususnya dengan Nabi Ibrahim As. dan Nabi Musa As. dalam perjalanan mikraj. Di bagian ini tidak hanya mengisahkan tentang silaturahim Nabi Muhammad dengan oara pendahulunya, tetapi juga memperlihatkan kepedulian Nabi-Nabi terdahulu terhadap kita semua, umat Nabi Muhammad.
Nabi yang telah wafat seperti Nabi Musa As masih bisa mengajari orang yang masih hidup, dalam konteks mikraj yaitu memberi pendapat kepada Nabi Muhammad Saw., akhirnya kita umat Nabi Muhammad yang masih hidup ini mendapat faidah dari Nabi Musa As, meski setelah wafatnya. Sebagaimana diketahui riwayat yang sudah sangat populer, bahwa perintah salat awalnya berjumlah 50 waktu sebelum Nabi Muhammad Saw. diberi saran oleh Nabi Musa As. untuk memohon kepada Allah untuk menguranginya. Akhirnya kewajiban salat menjadi 5 waktu, satu waktu salat berpahala 10, jadi pada hakikatnya tetap 50.
Nabi Ibrahim yang juga sudah wafat, di alam barzakh masih dapat mengajari dan membimbing kita. Diceritakan bahwa Nabi Ibrahim mengirim salam kepada kita, umat Muhammad seraya memberi tahu amalan atau dzikir yang bisa mengarahkan seseorang menuju surga, yaitu subhanallah wal hamdulillah wa la ilaha illallah wallahu akbar. Berawal dari kisah ini, kita membaca shalawat ibrahimiyah dalam setiap shalat kita, tepatnya ketika tasyahud akhir. Ini dalam rangka menjawab salam dari Nabi Ibrahim As.
Baca Juga: Akhlak Nabi saw yang Mempersatukan Umat dan Tafsir Surat At-Taubah Ayat 107-109
Allah tidak butuh waktu, jangan samakan Allah dengan manusia
Sisi lain dari isra mikraj kali ini disampaikan oleh mufasir Indonesia, Quraish Shihab. Ia mengungkap sisi menarik dari ayat deklarasi isra mikraj ini yang berkaitan erat dengan surah sebelumnya, yaitu surah An-Nahl. Hal ini dapat kita dengarkan di podcast beliau, Quraish Shihab
Quraish Shihab menganalisa ayat 1 surah Al-Isra ini dengan ilmu munasabah. Menurutnya, muqaddimah uraian tentang peristiwa isra mikraj ini sudah disampaikan oleh Al-Quran di surah An-Nahl, tepatnya di ayat 1.
…..اَتٰىٓ اَمْرُ اللّٰهِ فَلَا تَسْتَعْجِلُوْهُ
‘Telah datang ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta agar dipercepat (datang)nya……’
Ayat ini menurut Quraish Shihab dapat membantu memudahkan kita untuk memahami isra, khususnya tentang durasi waktu isra mikraj yang di luar nalar manusia. Bagaimana mungkin peristiwa selama itu terjadi dalam waktu yang sangat singkat? Di sini menurut Quraish Shihab bisa berlaku rumus relativitas waktu.
Namun untuk Allah, Ia tidak butuh waktu. Melalui awal surah An-Nahl ini Allah mengisyarakan bahwa Allah itu tidak butuh waktu, berbeda dengan manusia. Oleh sebab itu, frasa awal surah An-Nahl tadi bisa dikomentari dengan ‘telah datang ketetapan Allah –walaupun manusia menganggap belum datang-’.
Di ayat lain juga disampaikan, di akhir surat Yasin disampaikan bahwa Apabila Allah menghendaki sesuatu, maka sesuatu itu pasti terjadi (kun fatakun). ‘Jadi jangan pernah mengukur kemampuan Tuhan dengan kemampuan manusia.’ Begitu pesan Quraish Shihab.
Demikian sekilas tentang sisi lain dari isra mikraj Nabi Muhammad Saw. Sangat yakin bahwa masih banyak sisi-sisi lain yang belum diungkap dari peristiwa kuasa Allah tersebut. Akhir kata, selamat memperingati isra mikraj Nabi Muhammad Saw., semoga kita senantiasa bisa meneladani beliau dan mendapat syafaat beliau kelak di hari kiamat. Amin