BerandaKisah Al QuranAkhlak Nabi saw yang Mempersatukan Umat dan Tafsir Surat At-Taubah Ayat 107-109

Akhlak Nabi saw yang Mempersatukan Umat dan Tafsir Surat At-Taubah Ayat 107-109

Salah satu sifat yang sangat terpuji yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah adalah sikapnya untuk mempersatukan umat. Pada tahun 606 Masehi telah terjadi kebakaran Ka’bah yang diikuti oleh banjir besar yang menyebabkan runtuhnya Ka’bah, termasuk Hajar Aswad yang ada di dinding Ka’bah.

Ka’bah lalu dibangun kembali, dan pada saat akan diletakkan kembali Hajar Aswad itu di tempatnya, terjadi pertentangan yang seru di antara para kabilah. Setiap kabilah menyatakan bahwa merekalah yang paling berhak untuk meletakkan Hajar Aswad itu pada tempatnya.

Peristiwa ini hampir saja menimbulkan pertumpahan darah di antara mereka. Untuk menentukan siapa yang berhak untuk meletakkan Hajar Aswad, dipilihlah Abu Umayyah Ibn Al-Mughirah, yang dipandang sebagai yang tertua di antara mereka.

Abu Umayyah mengusulkan agar orang yang pertama kali masuk melalui pintu Babussalam esok harinya yang dapat memutuskan siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad. Orang yang pertama kali masuk melalui pintu ternyata Muhammad saw.

Diputuskanlah bahwa Muhammad saw yang menjadi hakim dalam pertikaian tersebut. Beliau lalu membuka kain selempangnya lalu dihamparkannya di hadapan kerumunan orang sambil meminta kepada para pemimpin kabilah untuk memegang setiap ujung selempangnya. Beliau lalu memegang batu itu lalu meletakkannya di tengah-tengah kain selempang lalu memerintahkan mereka untuk mengangkat selempang itu menuju ke arah tempat Hajar Aswad.

Baca Juga: Surat Al-‘Alaq Ayat 1-5: Allah Swt mengangkat Muhammad Saw Menjadi Rasul

Sesampai di tempat yang dimaksud, Muhammad saw lalu mengambilnya dan meletakkannya di tempatnya. Peristiwa ini terjadi ketika beliau berusia 35 tahun, lima tahun sebelum beliau diangkat menjadi Rasul. Peristiwa ini menambah kharisma dan penghormatan kaumnya kepada Muhammad sebagai sosok yang mempersatukan umat.

Setelah berhijrah ke Madinah, sikap yang menonjol dalam mempersatukan umat juga telah ditunjukkan Nabi Muhammad. Ketika Nabi saw baru saja sampai di Madinah, Ia menyadari bahwa kaum yang dipimpinnya sangat heterogen.

Masyarakat Madinah terdiri atas berbagai kelompok yang berbeda, dan bahkan saling bermusuhan satu sama lainya sebelumnya. Bersama Rasulullah dari Makkah adalah masyarakat muhajirin yang terdiri atas berbagai kabilah juga. Kaum yang bineka ini, jika tidak ditangani secara baik, maka boleh jadi akan terjadi pertikaian dan permusuhan.

Sesampainya di Madinah kegiatan pertama yang dilakukan untuk mempersatukan umat itu adalah membangun masjid sebagai wadah pembinaan rasa kebersamaan dan persatuan. Rasulullah saw bersama kaumnya membangun satu masjid dengan nama Masjid Quba’. Hingga kini Masjid Quba’ menjadi salah satu tempat yang diziarahi oleh para jamaah haji setiap tahunnya.

Masjid ini tidak hanya dibangun untuk beribadah, tetapi juga menjadi tempat untuk menyelesaikan semua persoalan umat. Masjid yang dibangun oleh Rasulullah dan para sahabatnya atas dasar ketakwaan dan keimanan serta untuk mempersatukan umat. Hal ini seperti yang digambarkan oleh Allah dalam Al-Quran, surat At-Taubah Ayat 108 yang berbunyi:

لَا تَقُمۡ فِيهِ أَبَدٗاۚ لَّمَسۡجِدٌ أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقۡوَىٰ مِنۡ أَوَّلِ يَوۡمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِۚ فِيهِ رِجَالٞ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُواْۚ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُطَّهِّرِينَ ١٠٨

“Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”

Bukanlah masjid yang dibangun untuk tujuan merusak dan memecah belah persatuan umat, seperti yang digambarkan Allah dalam Al-Quran surat At-Taubah Ayat 107 yang berbunyi:

وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مَسۡجِدٗا ضِرَارٗا وَكُفۡرٗا وَتَفۡرِيقَۢا بَيۡنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَإِرۡصَادٗا لِّمَنۡ حَارَبَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ مِن قَبۡلُۚ وَلَيَحۡلِفُنَّ إِنۡ أَرَدۡنَآ إِلَّا ٱلۡحُسۡنَىٰۖ وَٱللَّهُ يَشۡهَدُ إِنَّهُمۡ لَكَٰذِبُونَ ١٠٧

“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah: “Kami tidak menghendaki selain kebaikan”. Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).”

Karena itu, Allah Swt mlalu melarang Rasulullah untuk melakukan salat di dalamnya, dalam ayat 108 surat at-Taubah, yang berbunyi: لا تقم فيه أبدا. (Janganlah engkau salat di dalamnya selama-lamanya).

Baca Juga: Tafsir At-Taubah 128; Potret Cinta Nabi Muhammad Saw pada Umatnya

Allah mempertanyakan tentang perbandingan orang yang membangun masjid berdasarkan takwa dan orang yang membangun masjid untuk tujuan memberi mudarat itu, seperti yang telah digambarkan oleh Allah dalam Al-Quran, surat at-Taubah Ayat 109 yang berbunyi:

أَفَمَنۡ أَسَّسَ بُنۡيَٰنَهُۥ عَلَىٰ تَقۡوَىٰ مِنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٍ خَيۡرٌ أَم مَّنۡ أَسَّسَ بُنۡيَٰنَهُۥ عَلَىٰ شَفَا جُرُفٍ هَارٖ فَٱنۡهَارَ بِهِۦ فِي نَارِ جَهَنَّمَۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ ١٠٩

“Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahanam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Dalam negara Madinah, di mana Rasulullah langsung menjadi kepala negaranya, upaya-upaya pembinaan persatuan dan kesatuan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. mendapat perhatian besar. Pembinaan yang dilakukan oleh Rasulullah tidak hanya intern orang-orang yang beriman yang terdiri atas berbagai suku dan kabilah, tetapi juga membina hubungan dan persatuan dengan masyarakat Madinah non-Muslim, yang terdiri atas orang-orang Yahudi.

Untuk itulah Rasulullah mengadakan perjanjian untuk mengikat antara masyarakat muslim dan masyarakat Yahudi, sebagai salah satu unsur yang tak terpisahkan dari warga negara pemerintahan Madinah yang dipimpin beliau. Disini kita melihat salah satu Akhlak Nabi Saw adalah mempersatukan umat.

Semoga bermanfaat.

Ahmad Thib Raya
Ahmad Thib Raya
Guru Besar Pendidikan Bahasa Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran (PSQ)
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian I)

0
Diksi warna pada frasa tinta warna tidak dimaksudkan untuk mencakup warna hitam. Hal tersebut karena kelaziman dari tinta yang digunakan untuk menulis-bahkan tidak hanya...