BerandaTafsir TematikTafsir Surat An-Nisa' Ayat 97-98 tentang Hijrah

Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 97-98 tentang Hijrah

Tahun baru Hijriyyah menjadi momentum yang pas untuk meninggalkan keburukan dan melanjutkan langkah pada kebaikan. Dalam Islam, hal ini bisa disebut dengan hijrah (berpindah). Salah satu ayat yang menyerukan untuk berhijrah ialah Surat An-Nisa’ ayat 97-98. Berikut ini Tafsir surat An-Nisa’ ayat 97-98 tentang hijrah.

Makna Hijrah

Hijrah berasal dari kata hajara–yuhajiru-hijratan yang berarti memutus hubungan (Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, hal. 477-478). Menurut Muhammad ibn Mukarram ibn Manzur kata hijrah dapat pula diartikan dengan berpindah dari satu tempat ke tempat lain (Lisanul ‘Arab Juz 9, hal. 32). Baca juga: Makna Hijrah dalam Al-Quran

Kata Hijrah pun sudah diserap dalam bahasa Indonesia dan diterjemahkan dengan dua pengertian. Pertama, yakni perpindahan Nabi Muhammad Saw. dari Mekah ke Madinah untuk menghindari tekanan kaum Quraisy. Kedua, berpindah atau menyingkir sementara waktu dari satu tempat ke tempat lain. (Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hal. 523).

Tafsir Ayat

Hijrah beserta kata turunannya dalam Al Quran terulang sebanyak 25 kali (Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jamul Mufahras Li Alfazil Qur`an, hal. 730-731). Salah satu ayat yang menjelaskan Hijrah ialah Surat An-Nisa’ ayat 97-98. Berikut ini redaksinya:

اِنَّ الَّذِيْنَ تَوَفّٰىهُمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ ظَالِمِيْٓ اَنْفُسِهِمْ قَالُوْا فِيْمَ كُنْتُمْ ۗ قَالُوْا كُنَّا مُسْتَضْعَفِيْنَ فِى الْاَرْضِۗ قَالُوْٓا اَلَمْ تَكُنْ اَرْضُ اللّٰهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوْا فِيْهَا ۗ فَاُولٰۤىِٕكَ مَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُ ۗ وَسَاۤءَتْ مَصِيْرًاۙ اِلَّا الْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاۤءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ حِيْلَةً وَّلَا يَهْتَدُوْنَ سَبِيْلًاۙ فَاُولٰۤىِٕكَ عَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّعْفُوَ عَنْهُمْ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَفُوًّا غَفُوْرًا 

وَمَنْ يُّهَاجِرْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يَجِدْ فِى الْاَرْضِ مُرٰغَمًا كَثِيْرًا وَّسَعَةً ۗوَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ࣖ

“Sesungguhnya orang-orang yg diwafat kan malaikat dalam keadaan mengania ya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : “Dalam keadaan bagai mana kamu ini?.” Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yg tertindas di negeri (Mekah).” Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?.” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, & Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anakanak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yg luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yg dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Ayat di atas menjelaskan mengenai keadaan sekelompok Muslim Mekah yang tidak berhijrah ke Madinah. Kelompok tersebut bergabung dengan kaum Musyrik dan turut serta memerangi kaum Muslim. Pasca perang banyak dari kelompok Muslim tersebut yang tewas hingga terjadilah dialog antara Malaikat dengan orang-orang yang diwafatkan tersebut. Malaikat pun bertanya dengan nada menyindir “Dalam keadaan bagaimana kamu dahulu?”

Muhammad Quraish Shihab berpendapat bahwa sebagian ulama berbeda pendapat mengenai keadaan orang-orang tersebut. Orang-orang yang diwafatkan tersebut sempat berkelit pada Malaikat bahwa mereka adalah kelompok tertindas di Mekah atau Mustad`afin.

Malaikat pun merespon dengan mengajukan pertanyaan “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kalian bias hijrah di dalamnya?”.  pertanyaan ini bermakna  hijrah dapat menjadi solusi untuk mengamalkan tuntunan ajaran agama juga mencari rezeki. Karena respon inilah orang-orang tersebut menyesal dan dimasukkan dalam neraka jahannam.

Menurut Shihab, ayat ini menjadi dalil bagi orang yang tidak dapat kebebasan dalam menjalankan agama di suatu negeri, maka wajib berhijrah atau bermigrasi ke negeri lain yang terdapat kebebasan dalam menjalankan agama meskipun ke negeri kafir (Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur`an, hal. 681-682).

Namun terdapat pengecualian bagi orang-orang yang disebutkan pada ayat 98. Yakni orang-orang lemah baik pria, wanita maupun anak-anak, orang-orang yang tidak mengetahui jalan keluar serta orang-orang yang tidak dapat berkelit. Kelompok ini bukan termasuk yang diancam sebagaimana ayat 97. Maka, pada ayat ke 99 terdapat redaksi ‘Asa Allah An Ya’fuwa ‘Anhum yang berarti “Mudah-Mudahan Allah mengampuni dosa mereka”.

Menurut Muhammad Tahir ibn ‘Ashur ayat tersebut bermakna bahwa Allah berharap mengampuni dosa orang yang tidak berhijrah karena lemah. (Muhammad Tahir ibn ‘Ashur, Tafsir at-Tahrir Wa at-Tanwir, Juz 3, hal. 177).

Menurut al-Zamakhshari sebagaimana dikutip oleh al-Razi mengenai redaksi ‘Asa bertujuan untuk menjelaskan kepada orang-orang yang meninggalkan hijrah. Bahwa hal itu merupakan perkara sempit, sehingga jika terdapat ketidakbebasan dalam menjalankan agama dapat memunculkan harapan dan motivasi untuk berhijrah. (Muhammad ibn ‘Umar al-Razi, at-Tafsirul Kabir Aw Mafatihul Ghayb, Jilid 6, hal. 12).

Pada penutup ayat Allah menutup dengan menyebutkan sifat-sifat Allah yakni ‘Afuwwan (Maha Pengampun) dan Ghafuran (Maha Penyayang) bagi seluruh hamba-Nya yang diberi pahala (‘Umar ibn ‘Ali ibn ‘Adil al-Dimashqi al-Hanbali al-Lubab Fi ‘Ulumil Qur`an, Juz 6, hal. 594). Baca Juga: Peristiwa Taubat Nabi Adam AS. di Bulan Muharram

Selanjutnya pada ayat 100 Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang berhijrah di jalan-nya akan mendapat hikmah berupa tempat yang luas juga kenyamanan hidup. Ayat ini menjanjikan kebebasan serta kelapangan rezeki bagi orang-orang yang ingin berpindah dari kekufuran.

Menurut Shihab, hijrah dapat pula menjadi sarana bagi pembangunan sebuah peradaban. Para sosiolog berpendapat bahwa peradaban manusia terbentuk dari proses hijrah atau migrasi. Sebagaimana yang terjadi pada bangsa Amerika modern yang nenek moyangnya berasal dari Inggris lalu berhijrah ke benua tersebut hingga mendapatkan kebebasan dan melahirkan tatanan masyarakat baru juga peradaban unggul.

Sama halnya dengan peristiwa hijrahnya Nabi Saw. beserta kaum Muslim dari Mekah ke Madinah. Sehingga menghasilkan tatanan masyarakat serta peradaban baru sebagai implementasi ajaran Islam. (Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur`an, hal. 685).

Semoga dengan adanya hal ini menjadikan kita lebih mawas diri dalam menghadapi hidup. Jika ingin menemukan sesuatu yang lebih baik, maka kata kuncinya adalah berpindah tempat atau hijrah. Wallahu A’lam.

Jaka Ghianovan
Jaka Ghianovan
Dosen di Institut Daarul Qur'an (IDAQU) Tangerang. Aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Mengangkat Alquran: Peran Performatif dan Simbolisme dalam Pelantikan Pemimpin

0
Alquran tidak hanya berfungsi sebagai pedoman ajaran agama, tetapi juga memiliki dimensi performatif yang terwujud dalam berbagai tradisi dan ritual sosial-keagamaan. Salah satu manifestasi...