BerandaKisah Al QuranPerdebatan Nabi Musa dengan Fir’aun tentang Hakikat Tuhan

Perdebatan Nabi Musa dengan Fir’aun tentang Hakikat Tuhan

Debat adalah salah satu tabiat manusia. Hal ini ditegaskan dalam Firman Allah “Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak debatannya” (QS. Al-Kahfi [18]:54). Debat adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing untuk mengalahkan argumen lawan (Studi Ilmu-ilmu Al-Quran, halaman 425). Salah satu perdebatan yang dikisahkan al-Quran adalah perdebatan Nabi Musa dengan Fir’aun tentang hakikat Tuhan. Ayat yang menceritakan hal tersebut adalah QS. Al-Syu’arā [26]: 23-29. Dengan mengkaji ayat tersebut, kita dapat mengetahui bagaimana Allah melalui lisan Nabi Musa menjelaskan tentang hakikat dzat-Nya. Kita juga bisa mengetahui bagaimana Allah menunjukkan kebenaran dengan argumen yang kuat.

Adapun ayat-ayat yang menceritakan perdebatan Nabi Musa dengan Firaun tentang hakikat Tuhan adalah sebagai berikut:

قَالَ فِرْعَوْنُ وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ (23) قَالَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِنْ كُنْتُمْ مُوقِنِينَ (24) قَالَ لِمَنْ حَوْلَهُ أَلَا تَسْتَمِعُونَ (25) قَالَ رَبُّكُمْ وَرَبُّ آبَائِكُمُ الْأَوَّلِينَ (26) قَالَ إِنَّ رَسُولَكُمُ الَّذِي أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ لَمَجْنُونٌ (27) قَالَ رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (28) قَالَ لَئِنِ اتَّخَذْتَ إِلَهًا غَيْرِي لَأَجْعَلَنَّكَ مِنَ الْمَسْجُونِينَ (29)

Fir’aun bertanya, “Siapa Tuhan seluruh alam semesta itu?” Dia (Musa) menjawab, “Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu mempercayai-Nya.” Dia (Fir’aun) berkata kepada orang-orang di sekelilingnya,“Apakah kamu tidak mendengar (apa yang dikatakannya)?” Dia (Musa) berkata, “(Dia) Tuhanmu dan juga Tuhan nenek moyangmu terdahulu.” Dia (Fir’aun) berkata, “Sungguh, Rasulmu yang diutus kepada kamu benar-benar orang gila.” Dia (Musa) berkata, “(Dialah) Tuhan (yang menguasai) timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya, jika kamu mengerti.” Dia (Fir’aun) berkata, “Sungguh, jika engkau menyembah Tuhan selain aku, pasti aku masukkan engkau ke dalam penjara.” (QS. Al-Syu’arā [26]: 23-29).

Kisah Perdebatan Nabi Musa dengan Fir’aun

Fir’aun membuka perdebatan dengan mengajukan pertanyaan kepada Nabi Musa “Siapa Tuhan Semesta Alam itu?yang oleh para ulama ditafsirkan secara berbeda. Pendapat pertama sebagaimana dijelaskan di dalam kitab Mafātiḥ al-Ghaib (juz 24, halaman 497) berpandangan bahwa maksud dari pertanyaan Fir’aun adalah mempertanyakan māhiyah (hakikat) dari Tuhan Semesta Alam.

Al-Zamakhsyari dalam Tafsīr al-Kasysyāf (juz 3, halaman 307) memberi penjelasan bahwa pertanyaan semacam ini menuntut pada sesuatu yang bisa disaksikan dan dikenal secara nyata. Sementara itu, Tuhan Semesta Alam (baca: Allah) adalah Dzat yang laisa kamiṣlihi syaik (tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia), sehingga untuk mengetahui hakikat keberadaannya hanya dengan mengetahui af’al Allah dan sifat yang menunjukkan keberadaan Tuhan Semesta Alam. Meskipun begitu, Al-Zamakhsyari memilih pendapat kedua yang menyatakan bahwa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi Musa hanyalah pengingkaran terhadap keberadaan Tuhan Semesta Alam selain dirinya.

Demikian pula Ibn kaṡīr di dalam Tafsīr Ibn Kaṡīr (juz 6, halaman 137) menuuturkan bahwa pertanyaan Fir’aun merupakan bentuk pengingkaran, sangkalan, dan penolakan Fir’aun terhadap Allah. Hal ini menurut Ibn Kaṡīr karena di ayat lain Fir’aun berkata “Aku tidak mengetahui ada Tuhan bagimu selain aku” (QS. Al-Qaṣaṣ [28]: 38). Yang menarik adalah ada pendapat di dalam Mafātiḥ al-Ghaib (juz 24, halaman 497) menyatakan bahwa Fir’aun sebenarnya mengenal Allah, berdasarkan Firman Allah “Dia (Musa) berkata, “Sungguh engkau telah mengetahui bahwa tidak ada yang menurunkan (mukjizat-mukjizat) itu kecuali Tuhan (yang memeliha) langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sungguh aku benar-benar menduga engkau akan binasa.” (QS. Al-Isrā [17]: 102).

Baca juga: Pembagian Warisan Bagi Anak dan Orang Tua Menurut Al-Qur’an

Menurut Penulis, pengingkaran Fir’aun terhadap adanya Tuhan selain dia bukan karena ketidaktahuannya, namun karena sifat takabur. Hal ini sesuai dengan riwayat hadis dari Abdullah ibn Mas’ud di dalam kitab Ṣahīḥ Muslim (hadis nomor 147, juz 1, halaman 93) bahwa takabur adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia dan itulah yang dilakukan Fir’aun. Dia ingkar terhadap Tuhan dan memperbudak Bani Israil.

Terlepas dari pertanyaan Fir’aun untuk menanyakan hakikat Tuhan Semesta Alam atau pengingkaran atas Tuhan, Nabi Musa memberikan jawaban yang sangat logis menurut para ahli ilmu manṭiq (logika). Nabi Musa menjawab “Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu mempercayai-Nya.”. Jawaban tersebut merupakan jawaban yang merujuk langsung pada hakikat Tuhan dengan sifat khusus yang melekat padanya, yaitu Tuhan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya.

Menurut Al-Syaukāni (Fatḥ al-Qadīr, juz 4, halaman 113), jawaban tersebut menunjukkan betapa agung kuasa Allah. Jika demikian, maka siapakah yang lebih agung, Tuhannya Nabi Musa yang menciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya atau Fir’aun yang tidak memiliki andil apapun dalam penciptaan alam semesta?. Akan tetapi, Fir’aun justru berkata kepada orang-orang di sekitarnya “Apakah kamu tidak mendengar (apa yang dikatakannya)?”. Muhammad Ali Al-Ṣābūnī di dalam Ṣafwah al-Tafāsīr (halaman 828) berpandangan bahwa pertanyaan Fir’aun ke orang di sekelilingnya dimaksudkan untuk mengolok-olok dan mengejek Nabi Musa. Hal ini karena Fir’aun bertanya hakikat, Nabi Musa justru menjawab dengan sifat Allah.

Baca juga: Pengamalan Ayat Kursi: Era Nabi Muhammad hingga Kontemporer

Cara Nabi Musa Memberikan Jawaban Kepada Fir’aun

Nabi Musa kemudian memberi jawaban lagi untuk memperkuat argumennya dengan berkata ” (Dia) Tuhanmu dan juga Tuhan nenek moyangmu terdahulu”.  Ali Al-Ṣābūnī di dalam Ṣafwah al-Tafāsīr (halaman 828) bahwa Dia (Tuhan Semesta Alam) adalah Dzat yang menciptakan Fir’aun dan nenek moyangnya dan hal itu merupakan bukti kongkrit adanya Dzat yang Maha Kuasa, yaitu Tuhan. Hal ini berarti Nabi Musa mengubah argumen dari petunjuk umum menunju ke petunjuk yang lebih khusus karena petunjuk yang berkaitan dengan diri mereka lebih dekat daripada petunjuk yang berlkaitan dengan alam. Logikanya, jika Fir’aun adalah Tuhan, maka kepada siapa nenek moyang Fir’aun ber-Tuhan?.

Mendengar jawaban Nabi Musa, Fir’aun hanya bisa mengejeknya dengan berkata “Sungguh, Rasulmu yang diutus kepada kamu benar-benar orang gila”. Nabi Musa tidak memperhatikan ejekan Fir’aun, lalu Nabi Musa menguatkan lagi argumennya dengan argumen yang lebih jelas dengan berkata “(Dialah) Tuhan (yang menguasai) timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya, jika kamu mengerti”.

Baca juga: Bolehkah Menulis Mushaf Al-Quran dengan Selain Rasm Utsmani?

Masih menurut Ali Al-Ṣābūnī di dalam Ṣafwah al-Tafāsīr, Dia-lah Dzat yang menerbitkan matahari dari Timur dan menenggelamkannya di Barat. Fenomena ini bisa dilihat setiap hari oleh semua orang. Hal ini tidak dapat dilakukan siapapun termasuk Fir’aun. Mendengar jawaban Nabi Musa, Fir’aun kemudian mengancam “Sungguh, jika engkau menyembah Tuhan selain aku, pasti aku masukkan engkau ke dalam penjara.”. Dari setiap jawaban Nabi Musa, Fir’aun hanya mengejek dan mengancam Nabi Musa. Hal ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa orang yang sombong cenderung untuk menyerang pribadi lawan debat.

Wallahu a’lam

Adib Falahuddin
Adib Falahuddin
Mahasiswa S2 Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Potret al-Dakhīl dalam Tafsir al-Baiḍāwī

0
Para ulama merumuskan dasar-dasar dan kaidah tafsir, termasuk juga syarat dan adab mufassir agar tidak melampai batasan-batasan tafsir. Sebagian dari mereka menyimpang dari kaidah...