Dalam tradisi memahami Al-Qur’an, hermeneutika cenderung selalu menjadi sorotan dan diperdebatkan oleh kalangan umat Islam. Banyak yang menolak, tetapi tidak sedikit pula yang membolehkan untuk digunakan dalam memahami Al-Qur’an. Di sini, M. Quraish Shihab, ulama terkemuka sekaligus ahli tafsir modern-kontemporer, adalah satu tokoh penting Islam yang membolehkan penggunaan hermeneutika dalam memahami Al-Qur’an.
Pandangan M. Quraish Shihab bisa ditemukan dalam bukunya yang berjudul Kaidah Tafsir. M. Quraish Shihab mengatakan bahwa “tidak semua ide yang diketengahkan oleh berbagai aliran dan pakar hermeneutika merupakan ide yang keliru atau negatif”. Ini mengindikasikan ada yang dapat diambil. Lebih jauh, Keberadaan hermeneutika dalam buku tersebut menunjukkan posisi hermeneutika sebagai bagian diskusi tafsir Al-Qur’an.
Pada titik ini, menarik dan penting diungkap pandangan kebolehan M. Quraish Shihab tersebut, terutama dalam rangka menentukan sikap kita atas hermeneutika dalam menafsirkan Al-Qur’an. Ini penting, karena sebagian dari kita masih ‘alergi’ dengan kajian hermeneutika, terutama karena belum paham, salah paham, apalagi tidak mau memahami hermenetika tetapi langsung mengkritik dan menolaknya.
Quraish Shihab dan Kedudukan Hermeneutika dalam Karyanya
Quraish Shihab adalah sarjana Islam kelahiran tanah Bugis, yang terkenal ahli dalam studi Islam, studi tafsir, bahkan menjadi satu-satunya ahli tafsir yang memiliki kitab tafsir fenomenal, Tafsir Al-Misbah, setelah kitab tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka. Tingginya kualitas intelektual M. Quraish Shihab tidak lepas dari didikan sekaligus pengaruh orangtuanya, terutama ayahnya, Abdurrahman, yang di antaranya pernah menjabat sebagai rektor Universitas Muslim Indonesia (1959-1965) dan IAIN (sekarang UIN) Alauddin Makassar (1972-1977).
Baca Juga: Proyek Tafsir Al-Mishbah: Menggapai Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an ala M. Quraish Shihab
Ada sangat banyak karya M. Quraish Shihab, yang di antaranya dapat dilihat dalam Google Scholar-nya. Selain karena banyaknya karya beliau, keluasan pemahaman Al-Qur’an juga menjadi alasan otoritas tersendiri baginya, yang kemudian dijadikan rujukan bagi umat Islam Indonesia, bahkan dunia. Termasuk dalam hal ini adalah pendangannya mengenai hermeneutika Al-Qur’an, seperti Sahiron Syamsuddin yang merupakan sarjana hermeneutika dan studi tafsir UIN Sunan Kalijaga.
Sebagaimana telah diuraikan terdahulu bahwa pandangan M. Quraish Shihab tentang hermeneutika tertuang dalam buku Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat Al-Qur’an. Buku ini diterbitkan oleh Lentera Hati, yang dicetak pertama kali pada Juli 2013, dan hingga saat ini sudah dicetak ulang beberapa kali. Ini membuktikan bahwa pandangan M. Quraish Shihab dalam buku tersebut diminati oleh banyak kalangan.
Dilihat dari daftar isinya, buku ini berisi dua puluh satu bab dengan sub babnya masing-masing. Bab (1) Pengantar ke Kaidah Tafsir, (2) Pesan Ilahi bagi Penafsir Al-Qur’an, (3) Bahasa Arab dan Bahasa Al-Qur’an, (4) Lafazh Adalah Wadah Makna, (5) Al-Wujuh wa Al-Nazhair, (6) Majas, (7) Beberapa Masalah Pokok Ushul Fiqih dalam Menafsirkan Al-Qur’an, (8) Muhkam dan Mutasyabih, (9) Ta’wil, (10) Taqdim dan Ta’khir.
Bab selanjutnya adalah (11) Asbab Al-Nuzul, Munasabah, dan Siyaq (12) Amtsal Al-Qur’an, (13) Aqsam Al-Qur’an, (14) Nasekh, (15) Khithabat Al-Qur’an, (16) Kisah dalam Al-Qur’an, (17) Al-Qur’an sebagai Mukjizat, (18) Memahami Pesan-Pesan Al-Qur’an, (19) Metode-Metode Tafsir, (20) Syarat-Syarat Mufassir, dan (21) Hermeneutika dan Tafsir Al-Qur’an.
Dengan mencantumkan diskusi hermeneutika ke dalam buku kaidah tafsir, M. Quraish Shihab menunjukkan bahwa kebolehan di sini bukan dalam rangka mengiyakan seluruh teori tentang hermeneutika, tetapi hermeneutika yang berkaitan dengan kaidah penafsiran Al-Qur’an, sebagaimana konteks isi bukunya tersebut. Itu sebabnya, bahasan hermeneutika diberi judul “Hermeneutika dan Tafsir Al-Qur’an”.
Pembahasan dan pandangannya tentang hermeneutika juga tidak menyentuh otentisitas Al-Qur’an, apakah Al-Qur’an berasal dari Allah SWT atau manusia. M. Quraish Shihab menegaskan keyakinannya bahwa Al-Qur’an sepenuhnya adalah Kalam Allah, artinya bukan produk manusia, yang karenanya Al-Qur’an tidak ada celah kebathilan dan kesalahan sedikitpun dan dari manapun.
Argumentasi Kebolehan Menggunakan Hermeneutika
Menurut M. Quraish Shihab bahwa dari berbagai diskusi hermeneutika yang ada, pasti ada di antaranya yang baik dan dapat digunakan dalam rangka memperluas wawasan, termasuk memperkaya khazanah penafsiran Al-Qur’an. Menurut M. Quraish Shihab bahwa jawaban atas pertanyaan “Samakah Hermeneutika dengan Ilmu Tafsir Al-Qur’an?” Atau “Apakah dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an kita perlu juga menggunakan Hermeneutika?” tidaklah hitam-putih: Ya atau Tidak.
Jawabannya tergantung cara pandang yang dipakai. M. Quraish Shihab mengatakan bahwa sekiranya hermeneutika dipahami sebagai ilmu yang digunakan dalam menjelaskan maksud Kalam Allah SWT, maka kayaknya tidak keliru menggunakannya, bahkan pemahaman ini telah dikenal umat Islam jauh sebelum munculnya hermeneutika di Eropa, yang menunjukkan bahwa sebagian pembahasan hermeneutika telah akrab di kalangan ulama-ulama Islam itu sendiri.
Menurut M. Quraish Shihab bahwa berdasarkan tujuan awal dan utamanya yaitu memahami makna kosakata dalam kitab suci, maka kita juga memerlukan hermeneutika dalam memahami Al-Qur’an. Pemahaman seperti ini lagi-lagi telah dibahas oleh para ulama terdahulu, sebagaimana misalnya adanya kaidah-kaidah kebahasaan dalam, misalnya, Ushul Fiqh yang banyak diadopsi oleh ulama-ulama Al-Qur’an.
Baca Juga: Quraish Shihab: Ada Isyarat Kedamaian Pada Ayat-Ayat Perang
Selanjutnya, jika hermeneutika dipahami sebagai Ilmu Al-Ta’wil atau Al-Ta’wiliyah, sebagaimana penamaan yang dijumpai di kalangan sarjana Islam, maka hermeneutika pun telah dikenal, dikaji bahkan disebarkan oleh ulama-ulama Islam itu sendiri. Bahkan, pemahaman literal yang dipersoalkan di kalangan sarjana hermeneutika juga pernah dan masih dipersolkan oleh ulama Islam.
Sampai di sini, pandangan M. Quraish Shihab bukan hanya dapat menjadi argumentasi atas kebolehan menggunakan hermeneutika dalam memahami Al-Qur’an. Akan tetapi juga menunjukkan bahwa secara subtansi, hermeneutika sebagai ilmu memahami Al-Qur’an telah dikenal dan diterapkan oleh ulama-ulama Al-Qur’an jauh sebelum adanya hermeneutika. Dengan demikian, hermeneutika dapat dipahami sebagai bagian dari kerja tafsir Al-Qur’an. [] Wallahu A’lam.